Melintasnya motor serta suara bising yang dibuatnya, seperti gambaran bahwa hidup ini akan terus melaju. Semakin kencang suara yang manusia timbulkan dari dalam dada dan pikirannya, semakin pula ia ingin menggambarkan bawasanya nafsu merupakan hal yang tidak dapat manusia pisahkan dari hidupnya.
Sama halnya dengan motor itu, semakin kencang ia bersuara, semakin cepat melajunya. Begitupun keinginan manusia, yang semakin ia menginginkannya semakin ia tidak akan pernah ada habisnya. Karena menjadi manusia, mungkin ia tidak akan pernah habis, selagi masih ada waktu dan selama ia masih hidup didunia.
Terkadang dalam hidup, merasa, bimbang, berharap, dan berkeinginan, selalu tetap saja menyelimutinya. Tetapi disaat semua sudah merasa dititik balik. Apa-apa sudah tidak terasa, sedikit termotivasi, apakah sebenarnya manusia hidup untuk mencari sesuatu yang kurang dalam hidupnya?
Tidak ubahnya mencari berarti ia sedang merasa kurang dan setiap apa yang menjadi kekurangnya, selalu saja menjadi dalih bahwa mereka dan kita akan selalu mencari tentang wacana kekurangan kita sendiri. Namun apakah hidup kita benar-benar kekurangan? Mungkinkah kita adalah orang-orang yang paling kurang?
Tentang narasi cobaan, atau tentang narasi keberlimpahan, mungkinkah hasrat didada dan pikiran kita akan merasa cukup? Memang dengan sejuta kemampuan tidaklah dapat untuk disamakan. Rentan tidak dapat disamakan dengan kuat, begitu sebaliknya, apa lagi disamakan dengan yang kurang, jelas itu tidak akan pernah sepadan.
Namun rentan, kuat dan kurang adalah pembelajaran hidup. Entah apapun itu bentuknya, keadaanya, bahkan kahanan hidupnya sendiri, yaitu upaya belajar dalam mengatur diri akan hidupnya sendiri. Karena selamanya hidup tidak akan dapat digantungkan kepada siapapun, melainkan semua tetap bertemu nanti kembali kepada diri kita sendiri.
Â
Bahkan ketika cobaan itu menghadang diri akan bagaimana diri mengatur dirinya sendiri. Menjadi harta yang paling berharta bagi diri kita sendiri, apapun keadaanya. Ungkapan bahwa ber-ibadahlah seakan kamu mati besok, atau menabunglah seakan kamu mau hidup selamanya, sangat-sangat relevan bagi konteks jaman apapun keadaan manusia.
Â
Maka berpikirlah bahwa sesuatu akan berubah. Sebab hidup adalah perubahan. Terkadang yang sering dilupakan, manusia terbaui bahwa; selama masih ada hari, ia tidak akan ingat jika tidak ada hari lagi. Sedang punya, tidak ingat ketika nanti tidak punya nanti. Dan sesal hanyalah curhatan bagaimana manusia akan bergantung pada yang lain. Meminta belas kasihan dari orang lain. Dan menuntut hak yang bersumber dari diri-diri yang lain.
Covid-19 mengoreksi hidup manusia
Pada dasarnya hidup. Manusia harus mampu mengatur hidupnya sendiri bagaimanapun caranya. Hidup ini punya kita, cara kita dan dengan kebebasan kita. Tetapi sebebas-bebasnya hidup kita, apakah pikiran sederhana akan tetap dipakai dalam refleksi manusia hidup?
Tentu dasar dari sebuah pemikiran akibat dari aktifitas berpikir, bukankah dengan kompleksitas menjadi manusia oleh sebab itu kita dianugrahi pikiran? Makan terkadang seberapa rumitnya hidup ini, memang harus dipikir, direncana, bahwa hidup memang tidak akan pernah sederhana.
Jika kita tetap tidak sadar, tidak ingat, dan tidak berencana bahwa mengatur diri untuk hidup itu penting, selama itu manusia tidak punya resistensi (ketahanan) hidup yang baik. Karena selama hidupnya tetap akan menjadi beban bagi orang lain. Misalnya dengan budaya hutang, sebenarnya jika seseorang mampu mengatur diri mereka sendiri, hutang tidak akan pernah ada. Juga dengan meminta-minta, jika orang mampu mengatur diri mereka masing-masing pasti tidak juga akan ada.
Begitu pula dengan orang yang mampu sebenarnya tetapi tetap miskin, selalu kekurangan karena kurangnya kesadaran mengolah pendapatanya. Jika memang benar-benar miskin, apa yang mau diolah? Tetapi bukankah semiskin-miskinnya manusia masih punya pikiran bagaimana dapat keluar dari kemiskinan tersebut? Dengan tetap bekerja dan mengolah bagaiamana bertahan hidup dengan hasil kerja itu sendiri?
Banyak dari kesalahan orang ada pada kesadaran mereka mengolah hasil dari setiap usahanya. Misalnya dalam mencari uang. Tidak sedikit kasus dalam mencari uang sendiri. Sederhananya dalam mengolah uang menjadi masalah orang-orang yang selalu kurang uang.
Â
Mereka tidak benar-benar mengelola uang dengan baik. Sebab itu mereka kekurangan karena perkaranya sendiri yang tidak ingat ketika ia sudah tidak ada lagi pendapatan-pendapatan akan uang. Untuk itu bertahan hidup memang tidak sederhana. Siapa yang bilang  hidup dapat senderhana? Selagi ada uang belanja saja, kurang dapat dicari lagi. Bagaiamana jika tidak ada uang, tidak ada tempat mencari uang? Pasti hanya penyesalan, mengapa tidak dapat mengaturnya dahalu.