Kebutuhan adalah perbudakan, dan itu mengapa kaum budak diadakan didalam sisitem masyarakat dunia untuk menjawab apa-apa yang menjadi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dalam arti majikan butuh pembantu, pembantu juga sebaliknya butuh majikan, karena tentu untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing.
Maka tidak heran kebutuhan akan cinta sendiri-pun tetap akan mengundang sistem-sistem baru dalam saling membutuhkan antar relasi manusia. Tetapi nahasnya hidup manusia memang menderita karena itu manusia ingin bahagia.
Yang perlu menjadi garis bawah itu sendiri, bahkan pertanyaan yang belum ada habisnya dari awal lahirnya manusia adalah jawaban dari manusia yang ingin bahagia menempuh jalan cinta.
Secara harafiah mungkin kata "cinta" jika dijabarkan merupakan sesuatu yang universal, bukankah universaitas dari cinta itu sendiri tergantung dari manusia itu sendiri dalam menafsirkannya?
Inilah yang tidak dapat disamakan atau disama-samakan. Penafisran akan sesuatu bergantung pada kesadaran manusia itu sendiri, dimana cara berpikir menentukan cara manusia untuk sadar.
Dan kini penafsiran akan cinta sendiri begitu disempitkan, hanya sebatas antara pria dan wanita yang diharapkan akan saling butuh untuk saling membahagiakan satu dengan lainnya, padahal filsuf "cinta" Cina: " Jendral Tiengfeng atau Cu Patkay" pernah berkata; "Cinta penderitaannya tiada akhir".
Namun bucin yang sudah menjadi fenomena zaman berakar dari masa lalu manusia yang mengikuti tren pada masa di mana mereka merindukan sesuatu jelas; "di sini Bucin merupakan prodak jaman yang menjadi budaya dalam percintaan itu sendiri yang bertransformasi tetapi tidak disimbolkan melainkan hanya sebagai sebuah wacana
 Dan saat ini oleh milenial Bucin adalah symbol baru para pemain cinta yang merindukan saat-saat mereka bahagia menjadi cinta itu sendiri.
Namun yang tidak disadari; didalam kebahagiaan selalu terselip kesengsaraan. Bermain cinta ibarat bermain di dua kaki yang sama yakni antara kebahagiaan dan kesengsaraan itu sebagai bentuk dari mewujudkan cinta.
"Menjadi manusia apapun namanya baik lebel, stigma, atau juga khas dari candaan yang mereka bawa. Sepertinya yang dicari dalam menjadi manusia adalah pembeda, dan menjadi "Bucin" mungkin merupakan bagian dari pembeda hidup manusia tersebut"
Seperti ungakapan Zarathustra bawasannya jiwa manusia dimetaforakan menjadi tiga bentuk: yaitu jiwa Onta, Singa, dan Bayi. Mungkin kejiwaan dari kebijaksanaan seorang Bucin ada pada jiwa Onta dimana; Onta makhluk penurut. dan jika dibebani semakin berat ia semakin bahagia dengan bebannya tersebut dalam menjalaninya.