Inilah yang kini terjadi di tanah Jawa, tentang cara belajar manusia Jawa itu sendiri yang; mereka belajar jauh-jauh terlebih dahulu  tetapi berbagai kearifan dan nilai-nilai hidup (filsafat) berdasarkan kearifan leluhur mereka di kesampingkan, bahkan tidak jarang mereka juga menganggap bahwa; ajaran leluhur adalah sesat!
Tetapi apakah mungkin ketika manusia kehilangan budayanya sendiri yang leluhur itu turunkan menjadi warisan, kita sebagai yang kini terasing dari budaya leluhur, tidak ada daya upaya untuk mencarinya? Inilah mengapa: "Aku iki Pepadhanging Jagad" menarik sebagai nilai keagamaan sendiri yang masih eksis ditanah Jawa yakni; Kekristenan ala kejawen (budaya Jawa). Tentu sejarah dan ide-idenya selalu mengundang tanya bagi mereka yang ingin api budaya dalam hal ini "Jawa" menyala abadi sebagai warisan pengetahuan bagi manusia Jawa saat ini maupun dimasa depan.
Wewarah "Kiai Ibrahim Tunggul Wulung" dikembangkan "Kiai Sadrach"
Â
Sumber gambar: "Kiai Ibrahim Tunggulwulung" Â cakrawalacyber.blogspot.com
Dengan berbagai agama yang ada di dunia, saya yakin muara dari berbagai ajaran agama tersebut adalah untuk mencapai titik spiritualitas. Tentu titik spiritualitas tersebut agar manusia bukan hanya akan menjadi rahmat bagi pribadi, tetapi juga rahmat bagi keluarga, sesama manusia, dan alam semesta seperti ungkapan bahwa; manusia adalah cahaya "penerang" bagi semesta.
Kiai Sadrach tentu bukan satu-satunya orang dalam membakali cikal dari bakal Kristen Kejawen tersebut. Saya kira untuk menjadi cahaya bagi semseta manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia harus menyatu bahkan saling berbagi pengetahuan hidup antar sesama manusia agar dunia aman, tentram, dan damai seperti surga yang banyak manusia impikan.
Perjumpaan Kiai Sadrach dengan Kiai Ibrahim Tunggul Wulung adalah tonggak dimana cahaya bagi semesta itu mulai timbul. Berbekal satu asal daerah yang sama, mereka bukan hanya berdebat tentang bagaimana sisi dari spiritual masing-masing, tetapi juga didalam diskusi perdebatan itu mencari jalan yang cocok untuk; bukan hanya dirinya tetapi juga umat manusia didalamnya yakni; "Manusia Jawa untuk melalui jalan sebagai kristus bagi dirinya sendiri yang akhirnya ketika dirinya sendiri sudah tercerahkan dapat pula mencerahkan orang lain".
Melalui katekisasi atau masa sebelum seorang umat Kristiani menerima baptisan. Kiai Sadrach mendapat bimbingan-bimbingan yang mendasar mengenai Kekristenan oleh pemimpin agamanya (biasanya seorang Pendeta atau Pastor) kala itu yaitu; Kiai Ibrahim Tunggul Wulung itu sendiri yang mem-baptis Kiai Sadrach.
"Katekisasi sendiri merupakan bentuk pembinaan iman dalam gereja yang memiliki latar belakang sejarah sangat kuat dalam tradisi keagamaan orang Israel dalam perjanjian lama maupun dalam hidup jemaat mula-mula di perjanjian baru".