Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Manusia Filosofis

11 Agustus 2019   18:02 Diperbarui: 27 Agustus 2019   18:04 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: sketsalaku.wordpress.com

 Kesimpulannya, manusia dalam berpikir tidak pernah selsai, berapa banyak cabang agama di dunia ini? Filsafat? Ideologi politik? Atau ajaran-ajaran atas nama budaya yang terus berubah mengikuti zaman? Tentang kecintan pada sesuatu, juga merupakan buah pikir yang terus menerus dipikir, agar ia tidak gampang terlupa menjadi "cinta" karena endapan pikirannya senidiri. Rasanya semua berawal dari pikiran, bagaimana cara berpikir mempengaruhi cara hidup itu sendiri sebagai manusia di dalammnya.

Tentang minat itu, berkumpul dengan satu pemikiran, satu minat, dan satu kecintaan menjalani hidup memang penting. Sebagaimana yang telah kita lihat kini, tentang mereka yang menikah berbeda agama, atau seseorang yang berpindah agama, karena ada pemisahan dalam kelompok dan menyebrang konsep berpikir, menjadi pertentangan pikiran di dalammnya bagi banyak manusia. Bukankah semua ini adalah proyeksi-proyeksi kita "manusia" yang membelenggu dari dasar manusia itu berpikir?

Buah pikir yang terjadi, saat ini manusia takut menentang norma kelompok, takut membangun moralitasnya sendiri, dan takut tidak ada wanita yang mencintai "bila ia harus menjadi dirinya sendiri yang berbeda dari kebanyakan". Mereka yang belum dapat terlepas dari pikirannya sendiri, akan terus menjadi mayat-mayat patuh yang di setujui oleh dirinya sendiri atas nama "kelompok yang berkehendak atas dirinya".

Maka dari itu, menentang pemikiran membelenggu yang membuat jatuh pada penderitaan dan konsep ke-akuan haruslah ditentang dengan lawan "berpikir"  kembali. 

Berpikir, berpikir dan berpikir, mem-pikirkan sesuatu yang mengundang penderitaan itu sebagai manusia. Terus berpikir akan sampai pada keengganan untuk berpikir, lalu akhirnya menjadi kosong! Oleh karenannya "kekosongan" haruslah menjadi tujuan tertinggi hidup manusia berserta pemikiran-pemikirannya yang begitu rancu, radikal, bahkan pengharapan-pengharapan yang absurd terlihat rasional sekalipun.

Perkara minat itu, aku manusia ingin bebas, bahkan dari belenggu pikiranku sendiri. Aku ingin menjadi rumah kosong yang dapat terisi apapun, dan akhirnya karena kehendak ingin terus mengosokan diriku, aku membakar lagi untuk dihilangkan "isi" dalam rumah itu. Aku bukanlah anak ideologis politik, bukan pula anak agamis yang semakin besar pengaruhnya, bahkan aku juga bukan anak-anak minimalis yang "cenderung menyederhanakan dan mengikuti saja zaman dengan jenaka".

Minat-ku memang pada filosofis, dimana filosofi-filosofi itu terbangun atas dasar nalarku sendiri, pengalamanku sendiri, dan isme-isme yang harus aku bangun sendiri, untuk hidup di dunia ini sebagai "aku". 

Memang ini berbeda, ini pula akan menjadi sangkalan terhadap kelompok pemikir disana yang akan terus diruwetkan oleh cara pikirnya sendiri. 

Tentang apapun itu konsep "terbaik" menurut orang lain, aku tidak peduli, kini aku sedang belajar menjadi diriku sendiri yang bebas, bahkan untuk bebas dari apa yang menjadi jalan pikiranku itu sendiri. Pikiran dan semua isinya harus ada dibawah kendaliku sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun