Tetapi apa lah daya bagi modernya pemikiran kini, lawannya bukan lagi pemikiran. Orang mencoba berpikir diperhitungkan dengan uang, bagaimana pendidikan mereka? Sampai tingkat mana? Modernitas dalam pendidikan, semua diukur dari sertifikat berbiaya mahal.
Dan "uang" menjawab kekuasaan tanpa pikiran, banyak manusia tergiring bukan dari bayangan pemikiran, tetapi bayangan akan akses uang untuk membeli kebutuhan akan barang yang terpikirkan memenuhi hidupnya. Tentang kebutuhan yang perlu tetapi dibuat perlu, dan lain sebagainya yang terlihat agak samar sebagai kebutuhan, modern semua aspek yang dijual belikan adalah kebutuhan.
Seperti rumah yang harus terbeli, barang seperti motor yang dibutuhakn kini, juga tentang uang dalam pemikiran intelektual sekolah yang menjadi barometer mencari uang itu sendiri sebagai barang dagangan yang umum dan dimaklumi terjadi.
Apakah yang polos tanpa mengenyam bangku sekolah dapat dipercaya, sebagai "penting" dalam organisasi perusahaan? Tidak lebih semua berpikir tentang uang, karena untuk "sekolah" kini yang tidak lagi gratis dan butuh banyak biaya dalam mengaksesnya.
**
Tetapi secara kebudayaan sendiri, itu semua dipilih secara setara, yang lulusannya agak tinggi, gaji dan penempatannya secara langsung dibedakan. Mungkin budaya keteratrikan akan posisi budaya kerja masyarakat, semua dinilai dari uang yang mereka keluarkan.
Tentu juga untuk mengundang uang secara kebudayaan dalam kerja itu sendiri. Semakin tinggi posisi yang dapat diambil di perusahaan dengan pendapatan akan uang yang lumayan, ditentukan oleh strata pendidikan tinggi yang mahal.
Ayunan yang berayun, sehingga budaya hanya dibolak-balikan tetapi berbeda pada saat akan dipolakan. Pada zaman batu waktu itu, budaya "kuat" dia yang akan berkuasa dibalik sekrumunan manusia. Menguasai manusia lain adalah satu dan banyak tujuan mengaplikasikan kehendak akan kuasanya.
Tidak heran, peradaban zaman di masa lalu semua berproses pada pengendalian tubuh yang kuat, sakti madra guna, kuasa atas diri-diri lain, yang kuat juga dalam koalisinya antara yang kuat menguasai suatu tanah kenegaraan.
Berbeda dengan saat ini, kekuatan manusia ada pada sragamnya dan kekuatan uang dalam lembaganya. Apa yang dia kenakan menentukan pengaruh dari kekuatan dirinya. Misalnya, dalam suatu seragam perusahaan, mereka-mereka yang punya posisi tinggi di agungkan bak sebagai mesin pencari harapan yang pasti bagi kawula-kawula perusahaan.
Tetapi demi menginduk pada kehidupan dan uang, secara kebudayaan ini merupakan suatu hal yang normatif. Jika ada pertentangan antar kawula di dalamnya, memang disana ada harapan kepada yang "agung" dalam perusahaan untuk nasib mereka kedepan.