Ada yang berbeda dari pertemuan kami, teman lama yang dulu polos seperti botol "orson" itu, tanpa merk, tanpa gambar, dan tanpa pula tanggal kadarluarsa.
Masa sekolah sebenarnya masa yang enak yang tidak mengenakan itu. Tetap ada pelajaran diwaktu yang genting, mana mengantuk, lapar, bosan dan sebagainya.
Karena itu, saya pun bukan menjadi anak yang rajin sekolah, membolos menikmati waktu seperti sudah keharusan, apa lagi menyimak semua bentuk pelajaran, rasanya saya tidak pernah khusyuk, ada saja yang menjadi bahan pikiran.
Kala itu, yang dipikirkan bukanlah hal aneh-aneh seperti saat ini. Ingin ini dan itu, bisa seperti ini, dan harus dapat seperti itu, menjadi dewasa serasa menanggung beban walau hanya dari perasaannya sendiri. Tanpa sadar saya pun ingin muda kembali yang hanya pikirannya, "kapan istirahat dan kapan saya akan pulang, untuk nanti sore bermain layangan".
Namun inilah kenyataan hidup dengan siklus itu, seperti pelajaran enak dan tidak enak yang haris tetap dijalani sebagai pelajar. Dewasa sepertinya pun harus sama, tetap dijalani karena kita adalah manusia yang sedang menjalani kehidupan.
Tetapi saat waktu istirahat tiba, atau saat-saat pelajaran kita kosong, semua berbicara dengan temanya sendiri-sendiri yang berdekatan dengannya. Seperti mesin pabrik disana, bising, dan tanpa pernah berhenti suaranya, bahkan buku dan bolpoint melayang-layang tidak karuan di dalam kelas.
Cerita anak-anak dengan kepolosannya, kami berdiskusi, dan tiba-tiba mengebrak-gebrak meja, harus ada tumbal yang di hukum berdiri di depan lapangan upacara. Sekolah dan kenangan itu, sebagai bahan cerita untuk saya tulis kembali saat ini, mengingat kenangan yang dipikir membahagiakan.
Kelas yang ramai, menjadi suatu takdir itu bahwa; ada saja tingkah yang membuat tertawa. Jika ada guru yang tidak galak dan suka bercanda, ditanya apa dan jawabnya nyeleneh saja, itu pun menjadi hal biasa, malah disengaja mengundang mereka "teman satu kelas" untuk tertawa.
Kini kebahagian dalam kelas itu seperti menjadi sebuah kenangan. Semua telah berubah dengan tuntunan waktu sebagai dewasa, lalu menciptakan nasib kami masing-masing memandang kehidupan kini.
Hanya di dalam memandang hari kami saat ini, ada ingatan sebagai teman dahulu yang bahagia memandang keramaian kelas, bercanda, dan saling ejek sebagai candaan khas anak sekolahan.
Waktu yang tertunggu, seperti tengah menciptakan kerinduan itu, kapan kami akan bertemu untuk sejenak berbagi rasa ketika kita sudah tidak bersama seperti dulu, menjadi penghuni kelas selama dua tahun yang tidak pernah berubah.
Wacana pertemuan tidak berujung
Dari wacana berbuka bersama, atau halal bi halal sehari setelah lebaran, semua di rencanakan, kapan kita dapat berkumpul lagi seperti di bangku sekolah dulu mengenang keceriaan.
Teman sekolah ibarat teman ingatan, sebab untuk berkumpul saja susahnya minta ampun. Belum jarak rumah yang "sebenarnya tidak jauh", tetapi karena kesibukan menjalani hidupnya masing-masing, dan anggapan kita yang kini bukan menjadi kanak-kanak lagi, untuk kumpul-kumpul bersama secara keseringan membuat ada keengganan jika tidak ada kepentingan.
Sepertinya memang benar, mempertemukan orang-orang sibuk hanya dengan kepentingan. Wacana bertemu dikala tidak ada kepentingannya, hanya akan menjadi wacana yang tidak berujung, semua berdalih, ada kesibukan masing-masing.
Sudah sewajarnya, sebagai manusia dewasa yang kini telah ada yang mempunyai anak, membangun usaha sendiri, kerja mungkin di luar kota, untuk berkumpul kita butuh waktu dan saat-saat yang tepat saja.
Pernikahan teman sebagai media pertemuan "reuni"
Bisa dikatakan bahwa, kita adalah generasi perintis, bukan kami tidak beryukur dengan apa yang telah kami nikmati setiap rezeki yang menghampiri, bukan, hanya saja mungkin belum pada saatnya.
Kita memang tidak muda, memandang menjadi tua pun rasanya masih jauh. Oleh karena itu, kami masih punya kesempatan untuk selalu memperbaiki nasib, dimana menyelenggarakan pertemuan di gedung-gedung tinggi, mewah, berkesan masih sangat mungkin di masa yang akan datang.
Bukan untuk memamerkan kemewahan dalam istilahnya "reuni" teman sekolah dulu. Tetapi sekali waktu kami merasakan itu tidaklah apa-apa sebagai bahan merayakan pertemanan dan membangun kenangan.
Apa daya, kenyataan kini kami sedang berjuang, menapaki nasib kehidupan kedepan, menghidupi keluarga bagi yang telah berkeluarga, bagi yang lajang, kita sedang memandang nasib agar lebih baik kedepan.
Tentang apa yang akan disetujui dari wacana pertemuan kita, buka bersama seperti luntur rencananya. Halal bi halal di salah satu rumah anggota teman kita juga luntur, bukan apa, kami sedang mencari peran Bapak dalam kelompok kami yang bisa menyatukan kesibukan, untuk memandang pertemuan.
Sebagai jalan tengah, kabar salah satu teman kami "Adit Triawan dan istrinya" kini, akan melangsungkan resepsi pernikahan pasca lebaran. Kebetulan, banyak dari anggota kami juga menyetujuinya, karena dari mereka kini merintis usaha di desa, seperti saya juga sedang usaha mencari pekerjaan di Desa.
Ada waktu dan saat yang tepat, dibalik ada kepentingan untuk mengunjungi anggota teman kelas sekolah dulu yang sedang melangsungkan pernikahan, tema bertajug sekalian reuni di acara pernikahan teman pun menjadi alternatif kami membangun tali silaturahmi itu.
Dibalik ada kepentingan disana, akomodasi baik konsumsi dan tempat pun telah di sediakan pengantin sendiri. Maka dari itu, seperti tidak ada yang keberatan dalam obrolan wacana pertemuan kami saat dibarengi dengan kunjungan salah satu anggota kami yang melangsungakan pernikahan.
Seperti sekali mengayuh, mendapat dua hasil, kami menghormati acara pernikahan teman, kami pula dapat reuni pertemanan disana. Sebaik-baiknya generasi perintis memang seperti itu, reuni hemat dan efektif haruslah yang dicari.
Tetapi kami pun mau, mungkin suatu saat nanti, ketika kami telah berhasil sebagai generasi perintis itu. Kami juga ingin seperti mereka membuat reuni yang berkesan dan tidak mudah di lupakan, membawa lengkap anak-anak dan keluarga kami.
"Hidup seperti apa yang dibayangkannya, mungkin suatu saat nanti, ketika kami lebih berhasil dari saat ini, membuat reuni pertemanan kami dengan lebih berkesan akan terwujud suatu saat nanti dimasa depan."
Acara yang sederhana reuni dengan menyambangi dan menghormati acara pernikahan anggota kelas, bagi kami sudah sangat membahagiakan. Terpenting adalah tali silaturahmi kami yang tidak putus. Pertemuan bertajug "reuni" yang lebih berkesan, bukan tidak mungkin kita dapat membangunnya suatu saat nanti.
Kami segenap teman sekolah, sekaligus sodara bila mau diakui, sangat berterimakasih pada pengatin yakni "Adit Triawan dan istri". Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawwadah, warohmah dan segera di kasih momongan oleh yang maha kuasa. Sekali lagi selamat buat "Adit Triawan dan istri", terpenting kita selalu kompak, dimana pun dan kapan pun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI