Oleh sebab itu, kuli perusahaan pun harus mencari apa yang dapat menjadi potensi penghasilan lebih dari apa yang diperbuat dirinya "jika masih kuli". Meskipun dalam perusahaan sendiri, tidak di kenankan mencari pengahqsilan dari luar yang menganggu performa kerja. Tetapi inilah ketidak bebasan itu, ia "perusahaan" tidak dapat mencukupi kebutuhan tetapi lantang me-represi kulinya.
Waktu yang banyak di tumpahkan untuk loyalitas dirinya "kuli" terhadap perusahaan nyatanya tetap tidak mengubah dirinya sendiri. Gaji yang terkadang stagnan tanpa tunjangan lain-lain membuat harus berpikir dua kali jika harus terus mengabdi tanpa perbaikan nasib yang pasti. Atau jika tidak, ia harus mencari penghasilan pinggiran yang membuatnya ada penghasilan lain untuk menopang kebutuhan yang lain di luar gajinya sebagai kuli itu sendiri.
Banyaknya kebutuhan yang harus kita akses kini untuk kemakmuran membuat, "kuli pun harus memutar otak". Waktu kerja yang sepadan tanpa direpresi secara lebih dapat membantu meningkatkan kualitas taraf hidup, asal mampu mengopimalkan potensi ekonomi yang lain, meskipun hanya sebatas kuli yang gajinya kurang mencukupi.Â
"Suatu kehidupan yang sebisa mungkin terbebas dari kerja membanting tulang, kebergantungan dan kejelekan rupa. Mengejar kehidupan macam itu adalah mengejar "kehidupan yang terbaik": hidup sesuai dengan esensi alam dan manusia. ~Pesan Habert Marcuse melalui buku "One Dimensional Man~
Produksi konten kreatif "menulis" sebagai jawaban itu
Di lain tempat orang-orang mengejar apa yang mereka bisa. Tidak lebih adalah mengubah proses kreatif mereka menjadi karya agar laku setidaknya mendapat rupiah menopang kebutuhan hidupnya dari sponsor.
Berkarya dan di hargai bukanlah hal yang tabu lagi dalam masyarakat teknologi. Karya memang spantasnya di hargai, bukan karena ia mematok harga pada dirinya sendiri, tetapi karena semua yang tengah di kapitalisasi dan hidup memerlukan kapital-kapital itu dalam bentuk modal menopang kebutuhan hidup.
Setiap pribadi merupakan potensialitas modal (uang) itu. Baik konsumsi dan produksi membutuhkan biaya. Manusia pun harus membiyayai dirinya sendiri dengan upaya produksinya, baik melalui tenaga sebagai jasa yang dibayar (pekerja konvensional) atau dengan kehidupan cerdas yang di fasilitasi oleh masyarakat teknologi itu sendiri (pekerja kreatif).
Tetapi dalam prakteknya, faktor keseimbangan dalam mengarungi dua profesi sekaligus akan sangat perlu. Keduanya, antara kerja konvensional dan kreatif harus jalan bersama. Tidak menjadi masalah jika kerja konvensional telah membuatmu sejahtera dan manusia fokus dengan itu. Begitupun dengan ketika pekerja kreatif sudah menjawab impianmu, dan kau sejahtera disana. Jadi tidak perlu kerja konvensional itu!
Tetapi untuk masih dalam tahap mencari salah satunya yang dapat menjadi sejahtera baik dari kerja konvensional atau kreatif. Haruslah mencari kerja yang banyak waktu luang, dan proses kreatif yang mudah seperti "menulis" yang bisa dilakuakn dimana saja dan kapan saja.