Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ulin Nuha Pasca Juara AKSI 2019?

4 Juni 2019   14:18 Diperbarui: 4 Juni 2019   14:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar di ambil dari Pendukung Ulin Nuha Official

"Tidak ada bintang terang yang tidak mungkin akan meredup pada akhirnya. Dalam hal ini, keberhasilan dan kegagalan sama-sama mempunyai kesempatan yang sepadan"

Ramainya panggilan baik berdakwah, atau membawakan pementasan Wayang pasca AKSI 2019, saya kira sudah harus menjadi hal yang biasa. Tentu setiap orang baik penggemar, atau tokoh-tokoh yang menaruh perhatian besar pada kebudayaan penasaran dengannya "Ulin Nuha". Label populer, masuk Televisi, masih muda sudah menjadi pelaku budaya, dan dapat  menjuarai AKSI 2019 menjadi stimulus bahwa, kebanjiran Job, atau "panggilan pentas menjadi sesuatu yang tidak dapat terhindarkan otomatis akan terjadi".

Pemikiran saya memang tidak memungkiri; keberhasilan seorang "Ulin Nuha" sudah ada di depan mata. Melambungnya namanya sendiri lewat ajang pencarian bakat "AKSI 2019, saya kira sudah menjadi gerbang keberhasilan tersebut. Menjadi tentangan bagi seorang "Ulin Nuha" pasca AKSI 2019, bahwa; pendukungnya dalam hal ini tidak mampu berbuat apa-apa ketika ia dihadapkan pada kompetisi yang sesungguhnya, yaitu kompetisi untuk tetap eksis dikenal di luar kompetisi ruangan AKSI 2019 secara nasional.

Tidak ada salahnya sebagai pendukung atau orang yang mengamatinya mempertanyakan ini. Gebrakan apa yang akan dilakukan Ulin Nuha Pasca AKSI 2019? Pasca AKSI sendiri memang sangat krusial, menentukan jalan seorang "Ulin Nuha" yang sudah terlanjur dikenal secara Nasional. Jika di lihat,yang menentukan itu tentu sebenanrnya bukan presentase ia "Ulin Nuha" masih dipanggil untuk pentas dari panggung ke panggung. Tetapi bagaimana ia mampu mengoptimalkan jalan terbuka lebar untuk menjadi seorang budayawan nasional yang, tetap akan berkarya dan produktif menghasilkan maha karya di tengah regenerasi budayawam masa depan Indonesia yang semakian tidak terlihat kini..

Untuk  pementasan dalam pasar sendiri, saya kira masih aman tetapi dalam sekala wilayah Banyumas Raya.  Bukankah sebelum AKSI  ia "Ulin Nuha" sudah mendapatkan tempatnya sendiri di pasar lokal? Mungkinkah akan berhenti disini, tidak melakukan inovasi-inovasi baru merambah pasar pementasan yang lebih luas? Dalam hal ini, membidik terbukanya pasar pementasan nasional? Populernya nama Ki Dalang Ulin Nuha berkat AKSI sendiri merupakan kesempatan emas, di mana ia, "Ulin nuha" bukan hanya harus statis disitu "kepopuleran nama". Tetapi harus tetap melaju dengan jalan yang sudah terbuka lebar ini untuk semakin menunjukan karyanya bahwa: ia pantas sebagai public figure atau tokoh budaya masa depan Indonesia.

"Tidak ada bintang terang yang tidak mungkin akan meredup pada akhirnya. Dalam hal ini, keberhasilan dan kegagalan sama-sama mempunyai kesempatan yang sepadan". Tantangan pasca AKSI 2019 haruslah menjadi ajang pembuktian untuk dirinya sendiri, setidaknya ia "Ulin Nuha" harus mampu mengoptimalkan jalan emas yang sudah tersedia kini. Faktor mensiasati kesempatan tebukannya jalan sangat diperlukan bagi "Ulin Nuha" yang, sudah memalui setengah jalan menapaki  "kemasyuran" sebagai tokoh budaya masa depan Indonesia.

Perlunya siasat tentang  inovasi baru mendalang dan berdakwah

Memang menjadi pendakwah sendiri juga termasuk dalam inovasi terbaru sebagai pekerja kreatif itu sendiri. Tetapi setiap inovasi yang dibutuhkan tersebut bukanlah, ia "Ulin Nuha" harus membawa dirinya sendiri lebih jauh, dalam hal ini sebagai "pendakwah" yang bekerja sendiri saja jelas ia pasti mampu.

Kenyataannya bukankah "Ulin Nuha" adalah motor utama bagi mereka anggota Sekar Wijaya? Pendukung karawitan dari setiap pemetasaan Wayangnya, di mana banyak orang menjadi anggota Sekar Wijaya bergantung penghasilan ekonomi untuk kehidupannya disana? Saya kira disinilah ia "Ulin Nuha" harus mengikuti jejek kebajikan almarhum Ki Dalang Entus Susmono, baik dalam pembawaan sikap, atau ide untuk maju bersama. Ketika ada panggilan profesi yang lain "Bupati", beliau "Entus Susumono" tidak melupakan profesi utamanya sebagai Dalang yang menjadi tumpuan bagi anggota Grup keseniannya.

Saat beliau terpilih menjadi Bupati Tegal, "beliau tidak serta merta memutus sebagai pekerja seni "Dalang" karena banyak orang, baik Penayagan, kru event Pendukung, dan lain sebagainya yang punya kepentingan ekonomi disana. Dalang adalah motor utama kesenian wayang sebagai penggerak ekonomi bagi kru, dan penayagan untuk tetap dapat berpenghasilan menopang kebutuhan hidupnya.  

Dalam inovasi terbarunya ini juga sebagai pendakwah. Tentu mereka "Sekar wijaya" juga harus di libatkan, bukan sebagai pendukung tetapi sukesor dari belakang maha karya dari seorang "Ulin Nuha" kedepannya. Mungkin gerbrakan baru tersebut "Ulin Nuha" harus bisa meciptakan suatu konsep wayang modern dengan segala ciri khasan-nya. Saya kira itulah yang harus dibangun seorang "Ulin Nuha", di mana "ia" bukan hanya harus mampu menarik generasi milenilas kini sebagai penikmat seni budaya, tetapi juga untuk cinta budaya seperti dirinya mencintai budayanya sendiri.

Pasca AKSI 2019, bukan hanya akan menambah kesibukan sebagai pekerja kreatif itu sendiri bagi seorang "Ulin Nuha". Mungkin lebel popular sebag Pendakwah berkat AKSI akan menggeser profesi utamanya sebagai "Dalang" jika di lihat dari permintaan pasar kini dengan arus besar gelombang Islamisasi yang terjadi di berbagai wilayah Nusantara.

Untuk membuat keseimbangan itu, antara sebagai "Pendakwah" dan "kepentingan melestarikan budaya", tidak ada salahnya bila "Ulin Nuha" membangun konsep dakwahnya dengan campuran budaya seperti Kiai Kanjeng atau Cak nun. Seperti kita tahu bahwa, setiap Cak Nun memberikan pengajian Islam, ia selalu mengkombinasikan antara Gamelan dan dirinya, ketika tampil berceramah di depan para penggemarnya, sebagai bentuk kecintaannya terhadap budaya "Jawa".

Dengan konsep dakwah seperti Kiai Kanjeng , "Ulin Nuha" bukan saja akan terlihat konsisten sebagai pelaku seni dan budaya dalam setiap dakwah-dakwah keagamaannya. Tetapi lebih jauh dari itu, ia juga nanti akan sepadaan arifnya dengan Dalang Ki Entus Susmono yang tetap mendalang mesikipun beliau tengah sibuk menjadi Bupati kala itu. Alasannya tetap mendalang ditengah pengabdiannya sebagai Bupati kabupaten Tegal, adalah kepeduliannya akan nasib dari penayagan, kru dan semua yang berkepentingan disana secara ekonomi. Dalam hal ini, jika "Ulin Nuha" dalam dakwahnya tetap membawa anggota penayagannya "Sekar wijaya", ia " Ulin Nuha" bukan lagi menjadi motor utama, tetapi menjadi peran panutan yang memberi hidup dan kehidupan bagi bara anggota "Sekar Wijaya", yang telah mendukung membesarkan namanya tersebut sebagai Dalang.

Ulin Nuha "Menulis" sebagai upaya menjaga menerangkan cahaya Bintang

"Tidak ubahnya pekerja seni tanpa karya yang dihasilkan, ia akan berhenti, bahkan bukan tidak mungkin, namanya akan hilang dari dalam dunia kesenian itu sendiri"

Sebagai pekerja kreatif sendiri: termasuk profesi seorang Dalang maupun Pendakwah di dalamnya. Aktivitas menulis menuangkan setiap gagasan-gagasannya merupakan sesuatu yang sangat penting. Seperti kata sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Seperti yang tidak henti-hentinya di tuliskan oleh penulis, "belajarlah engkau sehingga secara tidak sadar, engakulah yang mencintai pengetahuan itu". Setiap kebijaksanaan lahir dari pengetahuan. Oleh karenanya, mengatahui bagaimana menjaga nama dengan segala potensi kreatifitasnya sebagai pekerja seni tetap harus dibuktikan dengan karya.

Dalang atau pendakwah merupakan bagian dari kaum intelektual atau cendekiawan. Harus di sadari bahwa, aktivitas menulis tersebut merupakan ciri dari seorang intelektual itu. Sebagai Dalang sekaligus pendakwah, menulis merupakan hal yang penting, dimana dia juga harus dapat memperkenalkan gagasannya di depan para pengemarnya sebagai suatu karyanya yang patut untuk dibaca.

Bagaimana kondangnya Dalang Sudjiwo Tedjo, Cak Nun sebagai pendakwah, atau Ki Entus Susmono sekalipun tidak lepas dari aktivitas menulis tersebut. Apa lagi kiprah dari seorang dalang Ki Entus Susmono yang dapat membuat suatu konsep baru pewayangan, dalam hal ini "Wayang Santri". Tokoh dalam Wayang Santri tersebut antara Lupit dan Slenteng tidak hanya akan menjadi tokoh legedaris yang di ciptakannya. tetapi menjadi warisan dunia pewayangan baru setidaknnya itu diwariskan olehnya untuk Dalang-Dalang tatar "ngapak" untuk mengikuti jejaknya.

Begitupun dengan Dalang Sudjiwo Tedjo yang sering disebut Dalang "nyleneh" yang keluar dari pakem pewayangan. Tetapi apa pun sebutan-nya, seorang pekerja kreatif sendiri harus mampu membangun apa yang berbeda dari dirinya untuk, sebuah tatanan pengetahuan baru dari proses kreatifnya itu sendiri. Baik Cak Nun maupun Soedjiwo Tedjo sama-sama juga berproses menjadi kreatif dengan menulis. Bukankah karya kepenulisannya sendiri yang mengantarkan mereka menjadi budayawan nasional karena setiap karya tulisnnya yang bersumber dari setiap gagasan-gagasannya?

Sudjiwo tedjo yang menuangkan gagasan kedalam tulisannya, dimana ia mencoba melihat kondisi sosial-budaya, mau pun politik dari perspektif cerita pewayangan. Ketika karya tulisnnya dibaca banyak orang dan sangat relevan, beliau pun menjadi tokoh nasional berkat karya dan gagasannya tersebut. Begitu juga Cak Nun dengan karya kepenulisannya yang memenuhi estalasi Toko Buku dan sering mendapat perdikat penjualan terbaik karyanya. Gagasan kepenulisan beliau adalah suatu bentuk bagaimana kombinasi budaya dan Agama sebagai media dakwahnya baik memalui verbal ataupun tulisan.

Jalan yang sudah jauh ditempuh "Ulin Nuha" dapat menjuarai ajang pencarian bakat sendiri harus menjadi kesempatan emas yang memang harus terus di optimalkan. Seyoganya popularitas yang sudah di sadangnya, tidak lebih untuk terus dikembangkan agar tidak hilang kebintanngaan seorang "Ulin Nuha" yang mulai dikenal masyarakat luas sebagai juara ajang pencarian bakat tersebut.

Saya sendiri mengamati, dibalik harus menciptakan inovasi kebudayaan dari Wayang agar di cintai generasinya yaitu "kaum milenilas". Ia "Ulin Nuha" juga harus menggali potensinya dengan menulis, supaya gagasan yang teruang dalam tulisan dapat terus dikenal, setidaknya untuk pengemarnya yang tengah meluas. Jelas untuk tetap menjaga cahaya dari kebintangnnya tersebut yang kini telah "ia" raih leawat ajang AKSI itu sendiri.

Semakin dikenalnya oleh masyarakat luas membuat suatu jembatan baru untuk segala aspeknya termasuk: membangun gagasan kreatif dari karya tulis. Dengan ini saya meyakini, dengan lebel popularitasnya, ia punya tempat setidaknya menjadi kolumnis di berbagai surat kabar lokal, dan ketika kiprahnya sudah terbukti disana, ia dapat merambah, tentu sekala Nasional.

Di lapangan ruang kreatif yang sebenarnya, "bukan dalam sepetak ruangan kompetisi", akan hidup atau tidaknya hanya atas dasar bagaimana diri menggali potensinya sendiri, untuk tetap dapat eksis dan mampu bersaing". Inilah tantangan baru pasca AKSI 2019 untuk seorang juara kompetisi ruangan AKSI "Ulin Nuha", disamping mengisi defisitnya regenerasi budayawan Indonesia masa depan.

Memang solidnya dukungan dari masyarakat yang menjadi peran krusial lewat poling SMS di "kompetisi ruangan AKSI 2019" berbuah Ulin Nuha sebagai juara baru itu. Tetapi ketika di ruang kompetisi sesungguhnya, di lapangan "pekerja kreatif ", mereka "masyarakat" tidak lagi dapat berbuat banyak dan menentukan. Yang dapat menetukan berhasil atau tidaknnya  dalam berkompetisi ruang kerja kreatif yang lebih luas itu sendiri yaitu: "Ulin Nuha" dengan bakat dan potensinya.

Saya kira dukungan masyarakat terhadap "Ulin Nuha" putra Desa Karangrena telah sampai pada puncaknya. Dimana loyalitas dan solidnya dukungan masyarakat berbuah dan berhasil mengantarkan ke gerbang kompetisi yang sesungguhnya. Tentunya kompetisi untuk menjadi tokoh nasional dari Desa persembahan dari masyarakat Karang Rena untuk Indonesia.

Ter-untuk Ulin Nuha, "jangan pernah melupakan jasa yang begitu tinggi, yaitu berjasanya dukungan masyarakat Karang Rena baik yang ada di Karang Rena, maupun warga Karang rena di tanah rantau. Tidak dapat dilepaskan tentu juga masyarakat diwailayah sekitar Desa yang telah mendukung dengan loyal "Ulin Nuha". Jadikan dukungan masyarakat yang mebuahkan hasil sebagai juara dari dalam ruang pencarian bakat sendiri sebagai motivasi yang menggebu. Jalan mencapai impian yang sesungguhnya masih panjang. Maka dari itu teruslah belajar dan menjadi seorang pembelajar. Bawa harum Desa Karang Rena dan kearifan masyarakatnya dalam bahu- membahu menciptakan tokoh dipanggung kompetisi Nasional. Ulin Nuha, Pasti Bisa!       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun