Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Huawei Vendor Telekomunikasi Resiko Keamanan Tinggi?

20 Mei 2019   17:00 Diperbarui: 20 Mei 2019   18:09 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi : huawei / Dokpri

Baru-baru ini terdengar Huawei sebagai perusahaan telekomunikasi yang telah berkembang pesat di dunia mulai dirongrong oleh banyak negara sekutu. Tentu alasannya adalah faktor keamanan.

Meskipun Huawei tegas mengatakan bahwa ia adalah perusahaan Swasta bukan milik pemerintah China, tetapi itu tidak membuat Amerika dan Sekutu melunak. Beberapa negara sekutu mulai melakukan upaya blok kepada teknologi Huawai ini, diantaranya Selandia Baru dan Australia.

Sedangakan Prancis, Jerman dan Jepang mengatakan bahwa negaranya tidak mungkin memblokade teknologi Huawei khususnya 5G. Karena tidak lain, vendor Telekomunikasi sekaliber Nokia dari Firlandia atau Ericsoon dari Swedia juga teknologi perangkatnya di pasok dari China.

Dengan kabar yang santer beredar tentang Huawei mengenai teknologi 5G mereka, ditanggapi santai oleh pemerintah Belanda dan Belgia. Intelejen Belanda sendiri sedang melakukan penyelidikan apakah Huawei terlibat sebagai spionase pemerintah China untuk Belanda?

Intelegen Beligia sendiri sudah memutuskan bahwa; badan intelejen mereka tidak menemukan bukti, di mana ada mata-mata resiko dari China. Untuk itu Negara Beligia sendiri tidak mungkin untuk melarang Huawei.

Tentu saja upaya pelarangan Amerika dalam hal ini mempengaruhi keputusan dunia untuk memblokade perusahaan-perusahaan telnologi China karena butut dari perang dagang antar kedua Negara. 

Tidak tanggung-tanggung ancaman dari Amerika melalui Kebijakan Presiden Donal Trump. Google sebagai perusahaan dari AS sendiri telah menangguhkan akses Huawei ke sistem oprasi androidnya sebagai pukulan baru kepada teknologi perusahaan China.

Smart phone Huawei juga diluar China juga akan kehilangan akses ke aplikasi dan layanan populer termasuk Google play store dan apilikasi Gmail.

Menjadi pertanyaan kita, bahwa perang dagang yang selama ini terjadi antara Amerika dan China, mungkinkah karena kepentingan ekonomi yang saling, dalam hal ini, "mengalahkan" antar keduanya dan memberi pengaruh baru pada dunia sebagai Negara adidaya Petahana dan calon adidaya Baru "China? 

Ini menarik untuk disimak, bukan siapa yang akan menang dalam perang dagang ini? tetapi posisi Indonesia di dalamnya yang kebijakan politik dagangnya tidak bisa lepas dari negara adidaya baik petahana (Amerika) maupun calon negara adidaya baru (China).

Pengaruh Huawei bagi ekonomi Indonesia

Gambar ilustrasi : huawei / Dokpri
Gambar ilustrasi : huawei / Dokpri
Mampunya China dalam menyajikan tekonologi membuat berbagai negara berkembang menjadi konsumen tetap maupun sementara produk China. Bukan apa, harus kita akui, prodak China tidak jauh berbeda kualitasnya dengan prodak-prodak baik dari Eropa atau Amerika, juga Korea dan Jepang.

Satu hal yang menjadi kelebihan prodak teknologi China, yaitu harganya yang murah, kualitas lumayan. Maka dari itu tidak heran jika negara berkembang berbondong-bodong berkiblat kepada prodak China untuk keberlangsungan usahanya mereka. Smart phone sudah merambah, Vendor perangkat jaringan Telekomunikasi hampir mereka "prodak china" kuasai. Terbaru adalah mobil yang sudah hadir di jalanan berbagai negara berkembang seperti Indonesia.

Tetapi saya tidak akan membahas prodak-prodak yang lain dari China selain dari bidang Telekomunikasi. Karena di bidang Telekomunikasi inilah yang ditentang oleh pemeeintah Amerika Serikat. Benar, faktor keamanan negara menjadi hal, tentu dipertimbangkam oleh Amerika dan sekutunya. 

Saya mengira lebih jauh dari itu, mungkin keamanan adalah dalih dari kalahnya dalam persaingan prodak, baik Eropa atau Amerika sekalipun terhadap prodak Telekomunikasi China. Menjadi sebuah pijakan, saya akan melihat negara berkembang dari perspektif Indonesia yang "sudah bergantung dengan prodak China".

Memang masifnya ekspansi prodak China "Huwaei" dalam bidang Telekomunikasi mutakhir sangatalah mengesankan. Saya berani berpendapat bahwa; ia "huawai" sudah mampu menggeser pemain lama dalam bidang Telkomunikasi, baik Nokia maupun Ericsoon di Indonesia bahkan belahan negara berkembang lainnya.

Setahu saya, sebagai: bukan orang sehari dua hari bekerja di bidang telekomunikasi paham betul, bagaimana Huawei mulai menggeser Vendor perangkat telekomunikasi dari Eropa. Saya ingat sewaktu saya masih bekerja di Jakarta dulu sekitar tahun 2009 lalu.

Kabarnya huawai mau Investasi dengan biaya murah kepada provaider di Indonesia. Seketika itu, daerah Jabodetabek yang di dominasi oleh perangkat Nokia sebagai vendor dari salah satu perusahaan Plat merah, "Telkomsel" secara besar-besaran di ganti dengan prodak Huawei.

Ketika mereka sukses di Jabodetabek, lalu merabah ke daerah seperti Jawa barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kini sebagian besar perangkat telekomunikasi di pulau Jawa khususnya provider palt Merah ini di kuasai oleh Huawai. Terbaru 2018 lalu, Huawei juga menggeser dominasi Nokia di seluruh Bali dan Lombok. Jadi Huawei dalam hal ini sudah menjaring pasar potensial Indonesia dalam hal ini, "Jawa dan Bali juga Lombok" di layanan provider Plat Merah.

Tetapi belum dengan provaider swasta lain, karena di Jawa sendiri XL masih mengunakan perangkat Ericsson, Indosat sebagian Huawei sebagian Nokia, Tri mayoritas di Jawa Huawei kecuali Jawa Timur, terakhir smart frend juga mengunakan teknologi China tetapi bukan Huwai, yaitu ZTE. Secara keseluruhan sendiri Huawei termasuk terkuat dipasar potensial Indonesia sebagai vendor semua provider baik swasta maupun BUMN.

Dalam bisnis apapun, termasuk layanan jaringan Telekomunikasi, bahan baku yang murah bukan saja menguntungakan. Lebih dari itu, bahan baku yang murah juga dapat membuat mampunya bersaing banting harga secara kompetitif dengan provider lainnya. Kita tahu ada berapa provider di Indonesia?

Ada sekitar lima sampai Eman provider jaringan seluler yang  besar dan punya nama. Sangat mungkin ketika harga layanan mahal pelanggan akan berlaih kepada layanan yang lebih murah. Sebagai bukti kuatnya persaingan dalam bisnis telekomunikasi ini, prodak Eksis (PT. Natrindo Telpon Seluler) bangkrut dan di akuisisi oleh XL (PT. XL Axiata)

Terdengar kabar juga bahwa Huawei ekspansi ke Indonesia karena keputusan politk waktu itu saat pemerintahan Susilo Bambang Yoduyono menjabat. Memang sangat rasional: teknologi, dagang dan politik sangat mungkin menjadi suatu kebijakan negara atas nama yang berkuasa. Hanya saja bagaimana kepentingan dan keuntungan itu berbicara pada mulannya. 

Terlepas bagaimana kepentingannya, harga yang murah dengan kualitas yang lumayan menjadi alternatif dalam bisinis termasuk bisnis telekomunikasi mutakhir. Dalam hal ini, "Huawei" mampu menunjukan itu bahwa; terlepas dari apa yang ditimbulkan, termasuk persaingan pasar yang tidak lagi sehat.

Dalam bisnis, ini menjadi hal yang biasa meskipun pekerja di bidang Telekomunikasi banyak teriak akibat harga proyek baik instalasi maupun layanan Manage Service, "dalam hal ini harga jasanya merosot tajam" berbeda ketika masih didominasi perangkat dari Eropa.

Bejalannya bisnis sendiri pasti, ada yang diuntungkan maupun dirugikan. Saya melihat bahwa konsumen dan provider banyak diuntungkan oleh Huawai itu sendiri. Disamping Provider yang harus mampu bertahan supaya tetap digandrungi pelanggan dengan harga murah, konsumen juga menikmati layanan murah dengan kualitas kecepatan data atau telpon "kualitas baik" yang disediakan "Huawei".

Menarik bagi Indonesia sendiri, tetap mau menggunakan Teknologi China jaringan Telkomunikasi atau tidak menyusul Selandia baru dan Australia? Prodak China, apa pun prodak itu, jelas membuat perekonomian lebih baik dengan harga murah kualitas sepadan dan bersaing. 

Kini patut kita tunggu, dalam politik dagang sendiri Indonesia berkiblat kepada siapa? China atau Amerika? Sejatinya jika pemerintah Indonesia bereaksi dalam hal ini, tentu, menentang prodak China berarti dalam politik dagangnya sendiri, Indonesia masih berkiblat pada sekutu dalam hal ini "Amerika". 

Jika acuh dengan isu yang terjadi terhadap perang dagang ini, dan masih menggunakan prodak China? Setidaknya Indonesia lebih realistis memilih prodak China dengan harga murahnya. Tetapi bukan tidak harus di koreksi, menyelidiki secara diam keamanan negara sendiri wajib hukumnya. Bukan saja prodak Telekomunikasi China tetapi juga prodak dari negara-negara lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun