sumber gambar pixabay.com
Seperti yang tidak pernah tertahan kini, hidup memang problematik, ini sesuatu yang tidak bisa manusia sangkal. Namun mengundang suatu pertanyaan sendiri, bagaimana manusia hidup perlu mensiasati hidupnya sendiri, "berlaku tanpa memberatkan hidup orang lain atau menjatuhkan martabat hidup yang lain"?
Untuk ketelanjangan sikap dan sifat manusia, masyarakat teknologi harus berterimakasih pada instrumen teknologi itu sendiri. Dalam realitanya, teknologi tidak hanya menjadikan manusia lebih mudah berkomunikasi satu dengan lainnya, tetapi lebih dari itu, "mengungkap apa yang harusnya diungkap".
Kelebihan itu adalah upaya untuk merekam, menyebar luaskan dan membuat sesuatu menjadi konsumsi publik, dan teknologi tentu menjawab itu. Selama suatu hal itu dirasa mencidrai kemanuisaan sendiri, kecanggihan teknologi membidik ketidaknormalan itu di waktu yang sama.
Saya tidak memberi tahu Anda untuk hati-hati pada teknologi, karena ia tidak pernah salah, begitu pun dengan peran manusia di dalamnya. Saya berpendapat teknologi merupakan bentuk kerja yang di kehendaki manusia, dan sudah diciptakan oleh manusia.
Jika dipikir, "teknologi" membelenggu? Titik beratnya adalah pada hal sebenarnya ingin manusia tutupi, baik dari moralitas atau persekongkolan kejahatan lainnya. Tetapi dibalik itu, teknologi dapat juga untuk membuka diri pada publik, sesuatu yang aneh tetapi ingin eksis didalamnya. Tenar dengan sekejap, menjadi naas pun dapat dengan sekejap pula.
Di dalam tatanan masyarakat teknologi ini, semua bukan lagi pada kondisi kerumunan yang terbidik, melainkan semua dapat juga menjadi pemidik, seperti satu, saling mengawasi dengan pribadi satunya lagi.
Inilah teknologi, inilah zaman baru, semua berpotensi dibidik. Seperti yang dapat Anda dan Saya pikirkan kali ini, mau hebat, mau inspiratif, mau menghibur dan mau menghakimi, baik dengan keras, atau pun lunak, itulah cerminan Anda dalam menjalani hidup di masyarakat teknologi ini.
Masyarakat teknologi, produksi konten sebagai penghakimÂ
sumber gambar youtube.com/ Liant
Dari teknologi, ketika Anda telah terlanjur hidup bersamanya, akan berat anda melepaskannya. Teman yang jauh di ujung dunia seperti kutub utara pun, jika ada akses untuk teknologi, Anda dapat tersambung melalui teknologi.
Saya berdalih, inilah mahal yang dapat di akses dengan murah, mudah, bahkan cenderung tidak bernilai. Tentu yang tidak bernilai jika ada akses data teknologi, gratis disediakan oleh lembaga seperti pemerintah maupun lembaga perusahaan swasta.
Terserah Anda, apapun namanya itu, kemudahan fitur-fitur teknologi menjawab itu, termasuk memproduksi suatu konten yang ia kehendaki untuk menjadi viral (perbincangan dan perdebatan publik melalui konten teknologi).
Maka dari itu, informasi, konten, bahkan sesuatu yang dulu menjadi konsumsi privat, kini dengan mudah di konversi sebagai konsumsi publik di masyarakat teknologi ini. Semua prilaku Anda bahkan Saya dapat dengan mudah di bidik oleh layar teknologi.
Tidak ada ungkapan baik dalam hal ini, memang semua juga ada plus-minusnya termasuk semesta teknologi mutakhir. Saya sendiri menilai "kita" bahwa; hidup pada masyarakat teknologi tidak membawa siapa pun termasuk krumunan kita di dalamnya.
Di masyarakat teknologi sendiri, kita membawa diri kita, pribadi kita, dan setiap apa yang akan kita hasilkan dari tingakah laku kita pada masyarakat teknologi ini.
Refleksi keberhasilan, pergeseran dan romantisisme masyarakat teknologi
sumber gambar youtube.com/ Bayu skak
Keberhasilan dalam masyarakat teknologi sangat membanggakan, bukan hanya membanggakan diri sendiri tetapi juga membanggakan orang lain.
Terlihat agak samar hidup pada masyarakat teknologi ini. Mengapa samar? Tentu karena terbukanya informasi yang difasilitasi oleh teknologi saat ini.
Tentu dengan terbukanya informasi, saya kira membuat kesamaran itu sendiri. Kini tidak ada manusia yang ditutupi data pribadinya, semua terbuka untuk teknologi bahkan mereka menggunakan teknologi untuk memperkenalkan lebih dirinya.
Oleh karena itu, tidak jarang, orang-orang berbakat dalam berkreatif baik melaui seni, atau ketrampilan lain di masyarakat teknologi ini seperti terilhami. Dimana mereka di fasilitasi oleh teknologi memperkenalkan dirinya dengan sejuta potensinya.
Berangkat dari masyarakat teknologi ini, membuat keberhasilan semakin nyata bahkan mengakses ke pelosok-pelosok desa. Salah satu contoh keberhasilan masyarakat teknologi, mereka yang dapat mencari rupiah dari konten yang mereka bagi lewat sosial medianya.
Dalam hal ini, "Kesamaran" yang saya maksud, tentu bukan faktor infomasi dari manusia tersebut di dalam masyarakat teknologi ini. Samar sendiri berarti upaya mencari tahu kepentingan apa, yang membuat masyarakat teknologi ini semakin menelanjangi dirinya sendiri?
Ekonomi? tentu masuk. Kebanggan? Sangat rasional. Motif narsisme? Bisa jadi. Untuk mengundang asmara? Sangat banyak di kalangan anak muda.
Tetapi di masyarakat teknologi ini, anak muda adalah mereka se-kelas SD (sekolah dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Mengapa mereka muda? Kalangan mereka lah yang mengundang dan memandang asmara paling romantis semasa hidupnya
Merekalah tanda romantisme yang berubah, dimana se-usia mereka, ia sedang terbuai oleh mencintai diri sendiri bahwa; mereka dapat pula pengakuan untuk dicintai orang lain. Karena sekolah atas sendiri tengah bersiap menjadi anak setangah tua yang harus melek kapital. Kini di masyarakat teknologi harus bergerombol, dan juga berteman baik dengan kapital sehari-harinya.
Hidup mereka dari ruang sekolah atas pun berpikiran kapital. Menjadi bukti sendiri, adalah kejengahan mereka pada sekolah atas, dimana tanpa menggapai itu, kemapanan ekonomi masa depan semakin pesimistis untuk dipandang dalam tata masyarakat teknologi ini.
Hukum di masyarakat teknologi
sumber gambar youtube.com/ Clip Clips
Tidak terbatasnya produksi konten dalam masyarakat teknologi ini membuat, apapun yang ingin di bagi oleh manusia dan dikonsumsi manusia lain adalah sah hukumnya.
Menjadi masalah tersendiri untuk manusia, tetapi baik juga untuk manusia lain yang dirugikan. Masyarakat teknologi sendiri saya kira, "lebih tertarik" pada penyuguhan konten yang lebih bermoral dari yang dianggap ide paling bermoral itu sendiri.
Mungkin kita agak risih jika kasus kekerasan, pemalakan bahkan suatu ekspresi radikal yang ter-ekspose dalam teknologi. Namun didalam masyarakat teknologi itu sendiri, baik dan buruk suatu konten yang disebar luaskan merupakan buah dari kebaikan yang dibangun.
Adanya suguhan konten, berdiskusi di ruang publik sosial media, saling memaki, saling memuji, itulah pembelajaran bagi masyarakat teknologi; bahwa moralitas di zaman teknologi ditentukan oleh diri pribadi manusia. Jika waras dan mempunyai rasa malu, tentu tindakan-tindakan yang tidak dan patut untuk dicontoh mereka dapat menilainya sendiri.
Dan juga ada hal yang tidak kalah penting dari masyarakat teknologi itu sendiri, kebebasan mereka berpendapat di media sosial dan mencari sumber berita antara bagaimana yang nyata dan tentu yang fikif. Jika banyak orang menganggap bahwa; hoax dalam masyarakat teknologi masih banyak, saya merasa, "hanya kebodohan di era keterbukaan informasi yang bisa terkecoh oleh Hoax".
Masyarakat teknologi kini tahu, mana identitas kelompok jahat, dan cara bertingkah kelompok baik dari "bagaimana konten itu tersaji". Seperti baru-baru ini terjadi dan gempar di dalam perbincangan sehari-hari masyarakat teknologi, yaitu pemalakan dan upaya ancaman kekerasan, juga keributan-keributan yang melibatkan anak muda.
Di sini masyarakat teknologi dapat mempertanyakan dari setiap elemen yang sedang viral di media sosial atau media publik. Misalnya pelaku kekerasan, ancaman dan pemalakan semisal; bukankah dengan suatu kasus seperti ini menjadi pembelajaran yang sangat penting?
Bagaimana suatu kelompok teologis menjadi paradoks fungsinya yang mendamaikan justru malah merusak? Anak muda di lain tempat banyak kreatif memberikan impact positif, dilain sisi berprilaku amoral dengan upaya pesan verbal ingin membunuh padahal, "ia tidak kenal atau tidak tahu orang yang akan dibunuhnya secara langsung"?
Seperti keributan anak muda yang terekam, tidak perlu hukum menunggu yang melaporkan ada yang dirugikan terlebih dahulu. Jika itu tindakan melanggar hukum, panggil yang bersangkutan dan tindak secara hukum jika mereka salah. Tidak lain supaya mereka jengah bahwa; apapun dapat terintai oleh teknologi, jika melanggar hukum, selsaikan dengan hukum.
Menjadi yang tersesalkan dalam masyarakat teknologi ini, di mana hukum menjadi begitu tumpul dengan upaya meminta maaf tetapi kerugian dan arogansi telah terjadi. Dalih kekeluargaan seharusnya tidak dilakukan pada hukum, ketika ada yang dirugikan.
Contoh kasus vandalisme yang terjadi di mini market Aceh atau segermbolan anak muda yang berkelahi di pusat keramaian yang terekam. Tetap mereka harus di jerat hukum, perkara kekeluargaan itu hanya sebatas mengurangi masa hukuman itu sendiri, dalam hal ini mereka yang melakukan kejahatan harus ditindak hukum.
Saya khawatir ketika upaya kekeluargaan dalam hukum itu tetap berjalan, upaya-upaya kejahatan lainnya yang berpotensi terjadi lagi atas nama yang kuat menikam yang lemah, lalu ada intimidasi mengancam dan di lanjutkan kekuluargaan kemudian mereka lepas begitu saja dari jerat hukum, lalu dimana hukum ada jika seperti ini?
Meminta maaf sebagai kekeliruan moral mungkin masih dapat dibenarkan. Tetapi jika ada yang dirugikan dalam bentuk material, ancaman, dan ketakutan, saya kira hukum harus melampaui kekeliruan moral itu sendiri. Dimana menghukum yang salah adalah bentuk dari keadilan hukum itu sendiri, tanpa pandang bulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H