Ekonomi? tentu masuk. Kebanggan? Sangat rasional. Motif narsisme? Bisa jadi. Untuk mengundang asmara? Sangat banyak di kalangan anak muda.
Tetapi di masyarakat teknologi ini, anak muda adalah mereka se-kelas SD (sekolah dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Mengapa mereka muda? Kalangan mereka lah yang mengundang dan memandang asmara paling romantis semasa hidupnya
Merekalah tanda romantisme yang berubah, dimana se-usia mereka, ia sedang terbuai oleh mencintai diri sendiri bahwa; mereka dapat pula pengakuan untuk dicintai orang lain. Karena sekolah atas sendiri tengah bersiap menjadi anak setangah tua yang harus melek kapital. Kini di masyarakat teknologi harus bergerombol, dan juga berteman baik dengan kapital sehari-harinya.
Hidup mereka dari ruang sekolah atas pun berpikiran kapital. Menjadi bukti sendiri, adalah kejengahan mereka pada sekolah atas, dimana tanpa menggapai itu, kemapanan ekonomi masa depan semakin pesimistis untuk dipandang dalam tata masyarakat teknologi ini.
Hukum di masyarakat teknologi
sumber gambar youtube.com/ Clip Clips
Tidak terbatasnya produksi konten dalam masyarakat teknologi ini membuat, apapun yang ingin di bagi oleh manusia dan dikonsumsi manusia lain adalah sah hukumnya.
Menjadi masalah tersendiri untuk manusia, tetapi baik juga untuk manusia lain yang dirugikan. Masyarakat teknologi sendiri saya kira, "lebih tertarik" pada penyuguhan konten yang lebih bermoral dari yang dianggap ide paling bermoral itu sendiri.
Mungkin kita agak risih jika kasus kekerasan, pemalakan bahkan suatu ekspresi radikal yang ter-ekspose dalam teknologi. Namun didalam masyarakat teknologi itu sendiri, baik dan buruk suatu konten yang disebar luaskan merupakan buah dari kebaikan yang dibangun.
Adanya suguhan konten, berdiskusi di ruang publik sosial media, saling memaki, saling memuji, itulah pembelajaran bagi masyarakat teknologi; bahwa moralitas di zaman teknologi ditentukan oleh diri pribadi manusia. Jika waras dan mempunyai rasa malu, tentu tindakan-tindakan yang tidak dan patut untuk dicontoh mereka dapat menilainya sendiri.
Dan juga ada hal yang tidak kalah penting dari masyarakat teknologi itu sendiri, kebebasan mereka berpendapat di media sosial dan mencari sumber berita antara bagaimana yang nyata dan tentu yang fikif. Jika banyak orang menganggap bahwa; hoax dalam masyarakat teknologi masih banyak, saya merasa, "hanya kebodohan di era keterbukaan informasi yang bisa terkecoh oleh Hoax".
Masyarakat teknologi kini tahu, mana identitas kelompok jahat, dan cara bertingkah kelompok baik dari "bagaimana konten itu tersaji". Seperti baru-baru ini terjadi dan gempar di dalam perbincangan sehari-hari masyarakat teknologi, yaitu pemalakan dan upaya ancaman kekerasan, juga keributan-keributan yang melibatkan anak muda.