Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membidik Uang Lewat Tulisan

7 Mei 2019   11:02 Diperbarui: 22 Mei 2019   01:04 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari pixabay.com

"Kebanggan datang dari arah manusia dalam bereksistensi sebagai, untuk itu, manusia harus membangun kebanggannya sendiri untuk mengisi ruang hidupnnya"

Berhasil mendapatkan uang dari setiap tulisan yang terbit di kompasiana ini membuat saya berpikir. Ini adalah salah satu peluang di mana memperbaiki taraf ekonomi menjadi semakin terbuka. Meskipun hasil yang di dapat di kompasiana masih sedikit, namun setidaknya sudah menjadi jawaban bahwa; "saya juga bisa dapat uang selain dari jeri payah sebagai buruh".

Memang masih jauh dari harapan ketika saya ingin melampaui hasil yang memuaskan, dimana target untuk itu, "melebihi pendapatan dari gaji saya tiap bulan". Tetapi saya mengira itu bukan suatu yang mustahil. Nyatanya untuk hasil di kisaran "tiga besar K-reward" pun sudah melampaui gaji saya tiap bulan.

Dirasa-rasa menulis dan berbisnis tulisan sebagai solusi manusia seperti saya. Mungkin juga Anda yang bernasib sama seperti saya, di mana gaji tiap bulan hanya pas-pas'an dalam semesta memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari walupun "lajang".

Mau usaha dalam bentuk modal, misalnya buka Warung atau beli Sawah tidak mungkin bisa, gaji hanya sebatas UMR, itu pun di kota kecil Jawa Tengah yang masih terbelakang soal penggajian buruhnya. Maka dari itu, apakah saya salah ketika dalam memandang dunia dengan moderitasnya sedikit lebih pesimis?

Memandang pernikahan, hidup di masa depan dengan berbagai kebutuhan, seperti punya rumah, menghidupi anak dan lain sebagainya yang semakin banyak uang yang dibutuhkan. 

Saya kira bukan saya saja yang pesimis, mereka diposisi sama, saya yakin merasakannya juga. Tidak jarang jika volume sebagai lajang sendiri semakin meningkat populasinya pada saat ini.

Tetapi dalam batin saya, tidaklah, saya tidak mau lajang selamanya. Saya juga butuh belajar sebagai manusia, dari membesarkan anak lalu mereka menjadi dewasa. Memang, realistis saja berpikir, ini pasti berat, tetapi saya berpikir, untuk menjadi manusia seutuhnya butuh berproses melalui menciptakan anak, " untuk melanjutkan tatanan dunia ini".

Ah, saya tidak mau mendramatisir dan mengahru birukan nasib hidup ini. Saya kira semua orang punya kesempatan yang sama akan bakat dan potensinya, optimis! 

Tidak melulu ia dari kalangan keluarga kaya, pas-pas'an atau miskin sekalipun. Dunia terbuka dengan kemajuan teknologi, meskipun paradoks ketika kebanyakan tulisan saya bahannya dari moderitas yang rancu dan menurut saya pantas untuk ditulis.

Bagaimanapun demi pengetahuan, saya harus menuliskan apapun. Independensi dalam menulis merupakan api yang harus saya jaga. Tentu saya pun harus menciptakan identitas nyata dari diri saya sendiri, dan segala tulisan yang akan saya buat. Sebagai ciri seorang penulis, meskipun merongrong orang untuk tahu. 

Memang saya ingin menelanjangi apa yang menjadi kegelisahan hati dan pikiran saya sebagai manusia abad 21. Karena  bagi saya, mencoba menulis untuk menelanjangi moderitas pada setiap apa yang saya rasakan dalam menjalaninya adalah suatu keharusan berproses sebagai manusia.

Yang sering saya katakan dalam berbagai tulisan yang saya tulis. Saya dalam menulis memang tertarik dengan gaya romantik. Saya menilai gaya menulis romantik ini tidak kaku, lagian masih belum banyak penulis kompasiana yang menggunakan gaya ini dalam analisis kehidupan modern saat ini, baik sosial, budaya juga tatanan politik dan sedikit-sedikit juga mengkritisi manusia teologis.

Meskipun saya menyadari dalam menulis, saya masih banyak kekurangan, seperti sulitnya dipahami secara teks saja. Tetapi tidak lebih, tujuannya adalah untuk pembaca, membaca sambari berpikir lebih dalam tentang apa yang saya maksud. Jika tidak maksud, saya tidak meminta Anda, " pembaca" memahami saya. Jika memang tulisan saya berarti, mungkin akan dipahami manusia masa depan.

Perlu dicatat, saya memang tidak lahir dari intelektual kampus, saya adalah orang jalanan yang mencoba melihat dunia dari sudut pandang sebagai saya, "manusia" mengandalkan intuisi. Menulis pun tanpa gelar sarjana di dalamnya, hanya kesadaran bisa menulis saja, tidak lebih.

Saya pernah merasakan bangku kuliah juga sebenarnya, tetapi kuliah khas anak jalanan yang ingin mengenal dunia kampus saja, tidak lebih. Maka dari itu saya tidak pernah punya gelar akademik. 

Apapun, terpenting adalah pengalamannya, dan mampukah kita mengambil inti dari sari pengalaman kita sendiri? Bagi saya sebagai manusia jalanan, inilah yang harus setiap manusia gali dalam hidup ini. Berjalan sebagai manusia dengan sentuhan pengalamannya sendiri.

ilustrasi diambil dari kompasiana.com
ilustrasi diambil dari kompasiana.com

Berangkat dari kesadaran pentingnya uang dalam setiap akomodasi menjalani kehidupan ini membuat saya sadar. Berbisnis dengan apa yang manusia mampu haruslah dijalankan dan tidak dapat di tawar. Mungkin hanya ini bekal bakat alamiah kelahiran manusia ketika ia terlahir terkendala modal untuk hidup.

Sebelumnya saya tidak tertarik untuk mempasarkan tulisan lewat grup-grup di media sosial. Tetapi saya sadar ketika saya bisa menghasilkan uang, inilah bisnis yang realistis bagi saya, lewat tulisan yang dapat saya ciptakan tanpa banyak modal.

Seperti komentar yang pernah saya lontarkan kepada kompasianer yang merajai K-Reward bulan ini bahwa; menulis harus mengunakan dua kaki, dimana satu kaki untuk menyuarakan idealisme, "identitas menulis kita sebagai penulis", kaki lainnya untuk kepentingan kapital mengakomodasi kebutuhan hidup kita, "penulis". Perkara Anda menulis untuk apa, silahkan, Anda menyimpulkan sendiri!

Kebanggan datang dari arah manusia dalam bereksistensi "sebagai", untuk itu, manusia harus membangun kebanggannya sendiri untuk mengisi ruang hidupnya. Perkara kebanggan Anda dalam hidup bukan suatu yang rumit, itu kelebihan Anda. Tetapi ini moderintas, di mana untuk diri menjadi bangga akan dirinya sendiri tidak semudah memotivasi kaum papa yang, "harus bangga dan setia dengan nasib ke papa'an-nya itu".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun