Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melihat Demokrasi Indonesia Hari Ini

28 Maret 2019   20:44 Diperbarui: 29 Maret 2019   19:56 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tahu bagaimana Bali dengan budaya dan keyakinan masyarakat mayoritas disana tidak menerapkan standart Halal dan Haram bagi tatanan kehidupanya. Jelas, upaya politikus tersebut sangatlah diskriminatif terhadap budaya minoritas, jika ada pemaksaan. Atau mungkin karena adanya politik praktis dimana kongsi saling menguntungkan antara politikus pragamtis dan Ormas kuat  itu yang mendasari? 

Untuk menarik suatu simpatik dari para pendukungnya, politikus mengikatkan diri pada keyakinan mayoritas ormas kuat itu. Mereka para politikus memberi tanda, "ia berpihak pada golongan tertentu". Catat, pragmatisme itu buruk, Politikus pragmatis akan lebih buruk. Begini, setiap daerah mempunyai kearifan budayanya sendiri. Jika suatu wilayah harus dipaksakan menjadi sama demokratisasi hanyalah simbol bukan? Untuk apa Demokrasi?

Tidak dapat dipungkiri, Demokrasi Indonesia menciptakannya; bahwa mayoritas politikus kini bekerja bukan atas dasar kebijakan publik, tetapi kebijakan akan tendensinya pada identitas tertentu. Dengan dukungan mayoritas Ormas besar, politikus dapat menjadi pejabat publik karena ada suara mereka di pemilu. Disinilah berbagai konflik kepentingan itu, dimana politikus tersandra bagaimana rancangan Undang-Undang itu akan dibuat atas nama kepentingan Ormas.

Tentu dengan kabar  ini atas pendapat Ormas besar tertentu yang mengatakan bahwa "golput haram dan main game dilarang", akan mungkin masuk dalam hukum dan Undang-Undang kebijakan negara. Pasti mereka "ormas besar" menekan para politikus atas nama indentitas, bahwa ia harus berpihak keyakinan mereka. Jelas, jika hukum tidak kuat dan rasional, berbagai pelanggaran sistem Demokrasi didalamnnya akan tumbuh subur.

Bahkan Demokrasi berpotensi menjadi tirani baru kelompok mayoritas atas minoritas.  Jika tidak ada penengah yang kuat dari hukum dan Undang-Undang Negara berserta para aparuturnya, demokrasi dalam anomali akan terus terjadi di Indonesia. 

Memang sikap kritis dalam menanggapi anomali Demokrasi Indonesia kini sangat diperlukan. Bahkan upaya mempertanyakan pernyataan sepihak dari ormas besar itu sangat perlu. Apa sebenarnya maksudnya dan tentu bagaimana kepentingan akan bermain di dalammnya? Saya sendiri disini sebagai warga negara, saya tidak terikat pada minoritas bahkan mayoritas yang tentu lebih menarik dalam Demokrasi muktahir ini.

Saya sebagai warga Negara hanya ingin mengira dan sedikit bersuara atas fasilitas sisa demokrasi saat ini. Tentu untuk menyehatkan Demokrasi haruslah ada kritik bahkan sikap skeptisisme pada setiap aturan atau pernyataan sepihak tanpa dibarengi dengan diskusi rasional. Saya pun ingin menduga bahwa Golput di harmakan, dan main game dilarang sebagai upaya kepentingan yang di subversi oleh kedua entitas tersebut.

Bagi saya golput tidak merugikan demokrasi. Jika sistem pengendali ini "negara" kuat dalam menyelanggarakan demokrasi tentu tidak ada yang bisa mengancam Demokrasi. 

Berbeda ketika entitas penyelenggaranya sendiri "negara" hanya memanfaatkan kuasa atas Demokrasi tanpa merawat Demokrasi. Seberapapun upaya menjaga demokrasi akan tetap gagal, dalam hal ini Negara adalah tiang bagi demokrasi tersebut, tiang rusak logikanya rumah akan hancur.

Jika tiangnya roboh dalam arti Negara lemah, Demokrasi hacur! Saya mengira dengan banyaknya konflik kepentingan politikus selaku entitas Negara dengan berbagai kelompok ormas besar menjadi awal kehancuran Demokrasi Indonesia. 

Ketika Demokrasi hacur, hukum irasional pasti muncul, ruang berekspresi dikekang dan masuknya aturan kedalam ruang privat warga negara. Bagaimana dengan demokrasi Indonesia? Saya kira para politukus dan ormas menuju kesana. Dimana ambang batas Demokrasi telah dijebol oleh berbagai kepentingan-kepentingannya atas nama kelompok dan berbagai kuasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun