Sekelas Jepang dan Korea saja yang teknologinya maju masih banyak masyarakatnya yang makan Mie Instan. Indonesia sendiri mengimpor prodak mi dari Jepang kan? Dengan realita seperti ini apakah masih patut Mie Instan terbalut pusaran stigma tidak sehat? Sehat atau tidak sehat, daripada lapar mending kenyang walaupun makan Mie Instan. Bukankah malah justru yang mengundang penyakit itu seringnya kelaparan? Â
Jawa sebagai Pelopor Tingginya Konsumsi Makan Mie Instan di Masa Depan
Umumnya negara berkembang di belahan bumi manapun. Negara berkembang berarti bertransformasi menuju masyarakat industri maju. Tak ayal pembangunan-pembangunan digalakkan, namun di Indonesia simpul ekonomi masih terpusat di Jawa. Ciri ekonomi sentralisme masih menjadi garis besar halauan ekonomi nasional Indonesia dari masa ke masa.
Oleh karena Jawa adalah sentralnya ekonomi, pembangunan-pembangunan infrastrukture muktahir lebih banyak dibangun di Jawa. Untuk itu Jawa juga seperti menjadi contoh dasar pembangunan ekonomi nasional Indonesia. Pembanguan-pembanguan yang di bangun untuk fasilitas sarana ekonomi menjadi negara maju bukan tanpa masalah di Jawa. Salah satu masalah tersebut adalah terus terkikisnya lahan produktif pertanian sebagai bahan utama pangan masyarakat jawa itu sendiri.
Perluasan industri terus menggerus sawah-sawah produktif pinggiran kota di sebagian besar kota-kota di pulau Jawa. Kini banyak dari sawah-sawah pinggiran kota dijadikan Perumahan, Gudang dan Pabrik-Pabrik. Jelas berkurangnya lahan produktif akan memperngaruhi harga pangan itu sendiri di Jawa.
Memang saya tidak punya data valid berapa setiap tahun tanah produktif di Jawa  berkurang. Namun secara kasat mata kita bisa menghitung bahwa untuk membangun Tol Trans Jawa, Bandara baru di Yogyakarta, PLTU di Batang dan Cilacap belum Perumahan-Perumahan bersubsidi pemerintah dan sebagainya sangat mengerus signifikan lahan produktif Jawa.
Dengan pembangunan yang terus berkelanjutan di Jawa membuat Jawa semakin menjadi pulau industri. Konsekuensi dari wilayah industri yaitu bersiap menerima ledakan penduduk dari belahan pulau lain yang datang untuk bekerja. Dijadikannya pulau Jawa sebagai pulau industri berarti akan melepas lekatan Jawa sebagai pulau dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi.
Jika pembangunan sebagai wilayah industri di Jawa terus berlanjut jelas akan memunculkan masalah baru bagi masyarakat Jawa. Masalah baru tersebut adalah naiknya harga pangan karna produksi pangan di jawa berkurang. Tentu tidak mungkin berkurannya lahan malah menambah produksi pangan itu sendiri.
Di mulai dari saat ini dan akan berlanjut di masa depan. Masyarakat Jawa tidak akan bisa swasembada pangannya sendiri karna terus berkurangnya lahan pertanian. Â Mau tidak mau pangan harus didatangkan dari pulau lainnya yang dapat mencapai swasembada.
Jika pulau lain pun tidak dapat swasembada pangannya sendiri, impor menjadi jalan tengah. Dampak impor sendiri bagi masyarakat adalah menciptakan persaingan harga pangan dalam negeri, mencipatakan pengangguran baru karena tidak terisinya produksi dalam negeri dan membudayakan praktik konsumerisme.
Saya menduga bahwa proses industrilasasi Jawa masih panjang. Pembanguanan-pembangunan akan terus berlanjut dengan mengorbankan lahan-lahan produktif yang tersedia di Jawa. Harga pangan tinggi jelas akan membayangi kenyataan masyarakat Jawa itu sendiri di masa mendatang. Mungkin industerialisasi Jawa adalah tonggak penghancur kemakmuran masyarakat pulau Jawa itu sendiri.Â