Saya tidak tahu apakah ini efek dari murahnya harga dalam per KB (kilobyte) internet atau bisnis yang perlu adanya inovasi. Mungkin iklim ekonomi Indonesia saat ini menciptakan hal yang buruk bagi dunia Telekomunikasi dalam negri. Mengapa saya katakan buruk? Karena persaingan bisnis semakin ketat dan rasio keuntungan yang tipis menjadi pijakan semakin lesunya bisnis Telekomunikasi saat ini.
Sebenarnya saya tidak punya kapabilitas untuk berbicara menyimpulkan teori lesunya ekonomi yang berdampak dan sedang dialami oleh perusahaan-perusahaan Telekomunikasi di Indonesia. Namun saya bekerja dan berada dalam lingkaran bisnis ini sudah lama meskipun hanya sebagi Kuli. Tetapi tidaklah masalah, saya hanya ingin membagikan opini saya terkait dengan perkembangan dunia Telekomunikasi muktahir.
Akan jaya atau tidaknya dunia Telekomunikasi sebenarnya tidak juga berdampak pada nasib saya. Argumen ini diperjelas dengan bergabungnya saya diawal 2009 lalu dan keadaan saya masih stagnan saja. Tidak ada signifikasi kesejahteraan karna saya memang berada di divisi alih daya perusahaan Telkomunikasi.Â
Tetapi yang membuat cemas gonjang-ganjingnya perusahaan Telekomunikasi adalah tentang nasib para kulinya, para pekerja yang menumpang hidup dalam bisnis ini baik pekerja organik maupun pekerja alih dayanya.
Rentannya ekonomi masyarakat yang hanya bersandar pada UMR menjadi sebab. Harga kuota internet tinggi jelas menjamin turunnya angka permintaan layanan  dari pelanggan terhadap Provider tersebut. Tidak jarang banyak dari perusahaan melakukan formulasi untuk menekan angka oprasional supaya tidak terjadi inflasi.
Sebenarnya gonjang-ganjing dunia telkomunikasi sudah dari beberapa tahun yang lalu. Saya ingat waktu tahun 2016 di area jawa tengah, satu perusahaan Manage Service memegang dua Provider untuk pemeliharaan BTSnya.Â
Artinya Provider memangkas biaya oprasional begitu signifikan sehingga penekanan pembiayaan itu berdampak pada perusahaan Manage Service itu sendiri yang tidak untung jika hanya fokus terhadap satu Provider.Â
Karena mayoritas menara kini untuk bersama sehingga memudahkan untuk pemeliharaan melibatkan banyak Provider. Hal serupa juga mempunyai dampak bukan hanya perusahaan Manage Service tetapi juga vendor instalasi perangkat Telekomunikasi dan pekerjanya.
Para pekerja divisi instalasi sendiri banyak yang mempredikisi bahwa biang dari turunnya harga pasaran pekerja dalam jasa instalasi perangkat Telekomunikasi disebabkan oleh vendor asal Tiongkok. Namun saya tidak sependapat! Mereka vendor Telekomunikasi dari Tiongkok juga sama melakukan formulasi agar tetap bisa bertahan dan jasanya tetap dipakai Provider.Â
Sebenarnya yang mempengaruhi harga sendiri ialah dari dalam tubuh Provider sendiri yang sangat kompetitif persaingan bisnisnya. Sehingga memasang tarif murah adalah suatu pilihan dari berbagai pilihan yang tepat menyehatkan perusahaan.
Terbukti mau tidak mau Provider Telekomunikasi harus membanting harga agar diminati pelanggan. Demi menciptakan iklim yang sehat dalam perusahaan supaya masih ada Deviden untuk Ekspansi, perusahaan melakukan penekanan biaya oprasional perusahaan. Bukan hanya divisi alih daya yang terdampak pemangkasan oprasional untuk perusahaan tetap sehat.Â
Pekerja oraganik proveder sendiri pun mengalaminya pengurangan itu. Tidak jarang mereka dipensiunkan dini demi penekanan-penekanan oprasional itu.Â
Jika mau bertahan dalam persaingan, perusahaan Telekomunikasi haruslah berbenah bahkan harus mampu berinovasi dalam bisnisnya. Saya menduga lesunya bisnis Telkomunikasi disebabkan oleh banyaknya provider yang ada. Selain menjamurnya banyak provider faktor lain seperti berkurangnya kebutuhan pelanggan untuk telpon pada jaringan GSM dan sms juga menjadi pengaruh. Padahal pendapatan terbesar dari Provider terdapat pada sektor itu.Â
Dengan kecepatan paket data, dan pengembangan aplikasi berbasis data yang dapat juga untuk menelpon, chating dan video call dengan biaya murah jelas, pelanggan memilih mengunakan data.Â
Menurut saya marger antara sesama perusahaan Telekomunikasi merupakan solusi yang efektif jika perusahaan Telekomunikasi tidak mau mengalami bisnis yang stagnan. Banyaknya BTS dari masing-masing Provider membuat masalah itu sendiri karna permintaan yang semakin sedikit dari pelanggan.Â
Mayoritas pelanggan data kini juga beralih ke jaringan fiber optik yang dinilai lebih baik dari pada jaringan BTS itu sendiri. Dengan marger biaya oprasional perusahaan untuk pemeliharaan dapat ditekan juga belanja perangakat Telekomunikasi yang lebih minimalis. Karna dimasa depan pelanganggan akan lebih mengedepankan penggunaan akses data bukan lagi telpon atau sms pada jaringan GSM.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H