Dan bagaimana tentang orang yang tidak percaya pada kebaikan apapun bentuknya? Mungkin selamanya ia akan buta pada apa yang dinamakan ideal dalam baik, ideal hanyalah imajinasi yang hanya berkutat dalam imajiansi sendiri.
Kata ideal merupakan kata ciptaan, dimana ideal ada karna memang sebelumnya sudah dicipta, dikonsep, bahkan telah terlaksanakan sebagaimana orisinilnya berpikir. Saya juga heran mengapa munusia berlomba mencari yang ideal dengan cara yang instan, langsung, dan enggan berusaha terlebih dahulu menengok pikiran bagian dalam.
Sepertinya setiap manusia memang sangsi adanya, kuwatir pada ketakutanya, bermimpi bersanding pada kebanggannya dan keputusannya ingin diterima orang-orang dalam lingkarannya. Dalam kenyatannya ia pun rancu pada dirinya sendiri, mengidealkan hal yang tak pernah ideal, berkutat dengan imaji dan selalu imaji. Sampai akhirnya ia menyerah dan mempersuasi diri, ideal hanya bisa disadari untuk menjadi ideal.
Bagiku, dalam pikiranku, manusia modern hidup seakan terbawa trend, sesampainya juga pada pikiranya atau ideologinya. Dimana orang yang tercekoki doktrin akan rawan jatuh pada pendapat-pendapat yang terkandung dalam doktrin itu. Misalnya media mendoktrin apa? Mungkin itulah yang paling ideal bagi manusia kini.
Ketika tato dalam media menjadi seni yang terpopuler, celana pensil yang membawa diri pada pergaulan yang teridamkan dan orang baik yang ada pada ketaatan ajaran tersebut. Semua serba opini yang tergiring, tercerna bahkan banyak dari manusia mengimplementasikan apa yang diajar-ajarkannya, untuk dirinya. Bahkan sayapun mengira idealnya manusia kini hanyalah mimpi yang ingin terjadi siang bolong. Sesuatu yang tidak akan tergapainya, karna media-media akan selalu mencipta yang baru, yang lain dan tidak membosankan para konsumennya.
Bukanya mungkin, ketika ideal itu terwujud dan manusia mengkonsumsinya setiap hari terasa akan bosan juga dalam benaknya? Merasa yang ideal harusnya diidealkan lagi agar menjadi ideal paripurna, sepertinya ideal memang tidak ada yang abadi, ia temporari seperti pelangi yang tak selalu muncul ketika hujan.
Pendapat saya, masalah ideal adalah ilusi, diujung itu juga pasti kita bertanya lagi, karna waktu berubah, saat berubah, tidak mungkin ideal abadi. Nitche menciptakan manusia unggul dalam tulisannya, bukankah itu hanya unggul pada masanya? Ketika waktu melupakan tulisannya, apakah masih dikatakan ideal? Bukankah budaya pop milenial kini yang ideal itu gambaran artis peran korea, boy dan girl band korea? Lambang kisah hidup dan romansa yang sempurnaÂ
Saat berubah, waktu bergerak, tetap ideal persepsi tidaklah bisa menjamin apapun. Jikapun ingin ada damba dalam hidup ini, manusia haruslah mendambagakan apa yang menjadi pertanyaan pikirannya, bertanya dan selalu bertanya, sudahkah hidup kita dapat mengimbanginya, antara saat dan waktu hidup kita?
Sepertinya manusia baik itu sejak dalam pikirin, sejak ia mampu bertanya lagi tentang apa yang ia ingin lakukan, bertanya pada apa yang ia dambakan, dan selalu bertanya pada doktrin-doktrin yang telah ia telan. Kebaikan dari pikiran tidaklah bohong tidak pula ia merengek pada apa yang dinamakan keyakinan banyak orang, ia dapat menganalisa, memperhirungkan dampak baik dan keburukan, juga bisa menjamin disetiap kehidupan.
Rasanya manusia hidup perlu merawat akal sehatnya, dirawat untuk merawat kehidupan bersama selaras dengan makluk-makluk hidup yang lain. Manusia binatang yang berbeda, harus pula menjadi makluk hidup yang mengilhami semesta, membuat damai dan sejahtera bagi sesama dan makluk-makluk sang penciptanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H