Malam ini hanya bisa aku memainkan imaji dan tetap imajinasiku. Hanya bayangangan yang bisa menjawabnya. Tentang kau, dan tentang dimana kita akan berlabuh selanjutnya. Tidak ada kata yang perlu diucap bahkan hanya bercerita dalam kegelapan saja yang ada.
Kau indah, cantik yang bersinar bagai berlian, kini dimana tempat dalam kenyataanmu. Aku sungguh seperti sipendiam yang progresif dalam angan. Daun itu mulai menguning bahkan mulai bergoyang dikoyak angin. Dalam rasa ini berkata apakah keindahan ada dalam imajinasi saja? Yang tak pernah terjawab kenyataan, serasa bayang-bayang ini hidup dengan harmoni.
Bias dari kaca ini memanggil, akankah kenyataan dalam keindahan imajinasi ini hadir. Syair-syair telah banyak diciptakan, akankah akan terbalas dengan teratur oleh kenyataan? Seperti harmoni yang hilang dilalap bulan setiap malam. Ingin rasanya hati ini berkata, aku ini seperti terlelap didalam kegelapan yang indah dan menggairahkan.
Yang sedang bercumbu dengan kenikmatan, apakah kenikmatan itu ada? Tali akan tetap menjadi tali, mengikat bahkan membantu tak kala semua butuh. Kini aku seakan dirayu oleh malam, ketika hasrat itu tumbuh, akulah sang romantis itu, menari, membuat kata indah untukmu, dan membuat dunia ini hanyalah milik berdua.
Angan tetaplah angan, tolong bangunkan aku malam ini. Seperti lamunan sembrono saja, aku melampaui batas-batasku, dasar manusia penyediri yang berimajinasi. Semua ini untukmu, hanya untukmu si enigma itu. Kosong yang terisi didalam jiwa-jiwa yang sepi.
Sang pujangga baru telah hadir, memuja kemisteriusan diri dan nasibnya. Relung-relung jiwa ini terasa putus, hanya lamunan yang hadir diruang gelap ini. Suara jangkrik seperti bernyanyi dalam kegelapan, akankah aku sama dengan sijangkring yang jalang? Si-jangkrik yang merdu, bolehkah kau diam sejenak lalu berbagi cerita denganku?Â
Hay, jangkrik sepertinya sang pujangga yang masyur itu memuja dirinya, memuja imajinasinya. Lihatlah buah dari kata-katanya, ia seperti pemuja dalam gelap, hanya obyek pikirannya yang tumbuh. Jangan mau kau tergoda dengannya, ia omong yang memuja dirinya, memuja apa yang ia tidak punya. Miris memang miris sang pujangga baru ini, lelah tapi terus disemangati kata-katanya.
Dia sipujangga memang tidak terbunuh secara perlahan, hiduppun tak hidup secara perlahan pula. Apa yang ia katakan hanyalah penyakalan adanya, ia ingin tapi tidak kuasa, ia bingung yang membingungkan dirinya sendiri. Pujangga baru hanya bisa merayu malam dan berimajinasi bersama malam. Sahutku biarlah pujangga menitipkan imajinasinya malam ini untuk besok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H