Rasanya saya ingin mengutuk hari ini. Ini merupakan hari dimana awal waktu bekerja kembali di lingkungan kerja yang membosankan. Kau tahu mengapa kita harus bekerja? Kalau kerja untuk sekedar numpang makan mengapa pekerja berharap lebih? Pekerja berharap punya rumah, punya motor dan punya uang lebih menghidupi anak-istri.
Memang hari ini sangatlah disayangkan, apalagi kalau kita berpikir lagi tentang harapan. Semua palsu dan kebanyakan berbuah kosong.
 Kini sudahkah harapan kita pada kerja tercapai? Rasa-rasanya sulit jika penghasilan dari kerja hanya sebatas upah minimun. Berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berwindu-windu keadaan ekonomi masih statis hanya beberapa aspek kehidupan yang berubah. Yang beruntung bisa berubah lebih baik didorong orang disekitarnya dan yang celaka harus menanggung beban yang lebih banyak dari sebelumnya.
Keadaan tidak baik ekonominya juga akan terjadi pada generasi selanjutnya. Dimana generasi sebelumnya bersusah payah melanjutkan hidupnya dan eksistensi genersinya. Perekonomian yang sulit akan mengubah segalanya. Ekonomi sulit memupuskan harapan baik generasi depan. Saya merasa tanpa ekonomi yang mapan seseorang tidak akan menjadi lebih baik dalam pendidikan atau pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Ini seperti benar-benar realita yang tidak bisa di kesampingkan. Semakin hari semakin banyak orang yang membutuhkan bantuan bukan pada moral seperti yang setiap hari didengungkan. Mereka hanya butuh penetrasi hak mencari penghidupan yang layak, yang bisa menjamin hidup generasi mereka kedepan. Tanpa itu semua bekerja dalam kemiskinan abadi akan terus ada seperti takdir yang sebelumnya sudah ditentukan.
Bolehlah dikata benar ketika kemalasan merupakan buah kemiskinan. Tetapi yang menjadi poin kini mengapa mereka yang bekerja lebih keras justru lebih sengsara dari kerja yang bebannya ringan? Bukankah keadaan seperti ini menjadi realitas sehari-hari? Kini aku seperti yakin saja, hari ini bukanlah kemalasan menjadi alasan utama kemiskinan, sitemlah yang menjadi alasan mengapa yang bekerja lebih keras lebih miskin.
Tertinggal menjadi pertanyaan adalah kapan sistem ini akan berkahir? Tidakah ada kemauan dari para pemberi kebijakan dalam berpolitik mengatur masyarakat dengan sistem yang lebih adil dan berimbang? Mungkinkah yang duduk disana pemikir kebijakan dan pelaksana kebijakan sudah menyerah dengan perjuangan-perjuangannya? Apakah mereka menyerah karna hidup mereka sudah enak ditimang-timangi uang dan kekuasaan? Hanya mereka yang tahu, anggaplah harapan itu kepalsuan belaka. Manusia miskin pandai-padailah mengatur diri sendiri agar tidak menjadi miskin akut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H