Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lakukan 7 Hal Saat Konflik dengan Pasangan

28 Agustus 2011   11:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:24 394 1
[caption id="attachment_128221" align="aligncenter" width="597" caption="diunduh dari google"][/caption]

Konflik pasangan suami-istri dalam keluarga ibarat bumbu masakan. Jika anda pinter meraciknya malah akan menjadikan masakan lezat. Tentu untuk menghasilkan masakan yang lezat butuh prasyarat. Sejak bagaimana memilih bumbu, mengirisnya, hingga mengolahnya. Takaran yang pas terhadap semua bumbu akan menghasilkan racikan yang mengakomudasi semuanya, tanpa menghilangkan “rasa” dari masing-masing bumbu. Soal ada rasa bumbu yang menonjol, selama tidak merusak kelezatan, saya pikir masih wajar.

Satu hal yang harus terus dilakukan adalah komunikasi. Terus membuka ruang dialog sehingga titik temu dan kesepahaman terjadi. Dalam dialog tentu mengandaikan kesetaraan. Tak perlu ada dominasi karena bisa menyumbat keterbukaan. Dalam dominasi akan muncul rasa tidak aman, takut, tertekan yang menjadikan pasangan tersedak untuk bicaraapa adanya. Tanpa “apa adanya” hanya akan menghasilkan sikap pura-pura.

Bagi pasangan yang saat ini sedang dilanda konflik, Ada 7 hal yang harus dilakukan oleh anda (disamping 6 Hal Yang Harus Dihindari ), yaitu :

  1. Cooling down. Saat konflik emosi gampang terbakar. Semakin lama pasangan dilayani amarahnya, semakin menjadi-jadi konfliknya. Situasi semacam ini tidak akan pernah menguntungkan kedua belah pihak, karena tak ada yang bisa dibicarakan, kecuali keinginan untuk menang dan merasa paling benar. Sebaiknya dalam kondisi begini, cooling down. Misalnya, salah satu pasangan menghindar denganmasuk/keluar ke kamar, main ke tetangga, dsb.
  2. Instrospeksi. Selama cooling down, kesempatan yang bagus bagi pasangan untuk melakukan instrospeksi. Introspeksi tentu bersifat ke dalam, dengan merenungi “apa kesalahan dan kekurangan saya”. Tentu ini akan lebih bagus ketimbang selalu menyalahkan pasangan.
  3. Urai akar masalah. Setiap pasangan penting mengurai apa akar masalah yang menjadi sumber konflik. tak jarang yang meledak sebenarnya hanya cabang atau malah ranting masalah. Saya punya teman, istrinya hanya bilang “ ya kalau selesai mas”, kata sang istri mempertanyakan janji suaminya yang bisa mengerjakan pekerjaannya dalam 3 hari. Suaminya langsung naik pitam dan memukul istrinya. Nah suami ini sebenarnya bukan marah sama pertanyaan istri,tapi dalam analisis saya, suami ini merasa tidak dihargai. Jadi presedennya jauh sebelum pertanyaan istri muncul.
  4. Focus pada masalah. Kalau akar masalah sudah dipahami, focus pada masalah, jangan melebar atau malah dilebarkan. Sering karena sudah dikuasi amarah, setiap pasangan mencari masalah-masalah untuk saling membenarkan posisinya. Masalah dilebarkan. Masalah yang sudah dilipat di bawah tikar, masih dibuka lagi. Tentu saja bukan makin jernih, malah makin kusut. Jika semakin kusut, masalah biasanya makin sulit diselesaikan.
  5. Cari mediator. Orang yang memiliki kemampuan memediasi sangat penting ketika pasangan keluarga didera konflik. Tak mungkin dalam keadaan luka akibat konflik, pasangan suami istri bisa duduk bareng menyelesaikan masalahnya. Meski sudah cooling down kadang masih kaku membicarakannya. Nah kehadiran mediator akan sangat membantu bagi pasangan yang kesulitan memecahkan masalahnya sendiri. Mediator inibisa family, saudara, atau orang yang ditokohkan di daerah kita. Tentu syaratnya mediator harus netral, bijak, dan memiliki kemampuan memediasi. Di kampung saya peran ini secara baik dilakukan oleh kyai atau tokoh agama.
  6. Bikin konsensus baru. Kalau masalah sudah bisa diselesaikan, baik dilakukan sendiri atau pun dimediasi, penting menurut saya membikin consensus baru. Dalam consensus ini harus mengakomudasi kepentingan semua. Tentu saja pasangan suami maupun istri harus menyadari bahwa tidak semua tuntutannya bisa terakomudir. Prinspnya di sini, jangan cari menang, tapi cari selamat. Nah..masing-masing pihak diharapkan nanti menghormati consensus baru ini.
  7. Memutar ulang saat-saat indah. Bayangkan proses anda dengan pasangan, menikah, memasuki saat-saat indah bulan madu, memiliki tempat-tempat romantic, lagu kenangan, dsb. Semua itu terlalu mahal dilupakan hanya karena urusan “merasa paling benar dan mau menang sendiri”. Apalagi saat ini misalnya sudah dilengkapi oleh si kecil. Sayang masa-masa indah menguap egitu saja. Ayo putar ulang “lagu” lawasnya.

Semoga bermanfaat dan matorsakalangkong.

Kampong damai, 28 agustus 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun