Bahkan kalau Anda cermat membaca-baca tayangan kredit pada pemutaran film-film laris dunia, misalnya Avatar, Anda akan menemui data bahwa James Cameron adalah produser, sutradara dan sekaligus penulis untuk film maha laris itu. Seorang Nora Ephron (ia bangga sebagai seorang blogger di usia 69 tahun) dan kadang bersama saudaranya Delia Ephron, yang antara lain pernah melahirkan film komedi romantis Harry Meet Sally (1989), Sleepless in Seattle (1993) sampai Julie & Julia (2009), selain menjabat sebagai produser atau sutradara, selalu saja juga tampil sebagai penulis naskahnya.
"Keberhasilan suatu pertunjukan komedi memang bertumpu pada penulisan naskah komedi yang jenaka, rapi dan masuk akal," tutur Arwah Setiawan dalam buku Humor Jaman Edan (Jakarta : Grasindo, 1977). Konsideran tentang masuk akal itulah yang kiranya terus saja terasa langka dalam karya-karya kreatif bangsa kita.
Misalnya, harian Kompas (Minggu, 28/3/2010) saat mengupas wabah genre hantu-hantuan dalam film kita, terdapat beberapa tonjokan yang menohok. Terutama menyangkut logika yang lemah dalam konstruksi cerita-cerita dari film hantu-hantuan kita itu. Selebihnya, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Dr. Mukhlis PaEni, sambil merujuk film tentang perempuan yang diperkosa hantu, memberi penjelasan mengentak :
"Ini cerminan betapa konyolnya budaya kita, di mana orang yang hidup sudah tidak bisa memberi hiburan sehingga tugas memberi hiburan itu diserahkan kepada hantu-hantu," katanya sambil tertawa.
Solusi dari semua kekacauan itu, barangkali kita bisa bercermin dari seorang Kevin Kelly. Terkenal sebagai seorang maverick dari majalah gaya hidup digital Wired, ia mengatakan dalam salah satu artikelnya betapa orang yang tumbuh dalam lingkungan teknologi baca dan tulis berfikir dengan cara berbeda.
"Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa orang berfikir berbeda ketika membaca. Membaca dan menulis merupakan sarana kognitif yang begitu kita kuasai akan merubah cara otak dalam mengingat fakta dan mengkonseptualisasikan gagasan. Pelbagai perubahan tersebut akan merangsang kinerja pemikiran secara abstraks."
Dunia kreatif Indonesia, terutama dunia sinema dan komedi kita, masihkah Anda mau mendengar ujaran Kevin Kelly di atas ? Menteri Pendidikan Nasional dan para pemangku kepentingan dunia pendidikan kita seharusnya juga mendengarkan. Karena semua sumber masih lemahnya budaya literasi bangsa ini sebagian besar memang berasal dari hulu yang satu ini pula.
Tanpa pembenahan secara radikal, bangsa kita akan selalu saja bergerak seperti seekor bajing dalam kandang rotornya. Menghabiskan enerji, tetapi tidak pernah sampai kemana-mana !
Wonogiri, 10/5/2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H