Mohon tunggu...
Kompasianer Medan
Kompasianer Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Komunitas Kompasianer Medan

Komunitas Kompasianer Medan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Danau Toba, Keindahan Alam dan Warisan Budaya yang Wajib Dilestarikan

18 September 2021   19:29 Diperbarui: 21 September 2021   14:04 2475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Toba | Ilustrasi via indonesia.travel/kr/en/destinations/sumatra/medan

Kawasan Danau Toba, Dulu dan Sekarang

Danau Toba, siapa tidak kenal dengan danau terbesar di Indonesia plus salah satu danau vulkanik terbesar di dunia? Banyak mitos dan cerita rakyat tersebar luas perihal terbentuknya danau ini.

Namun, kajian ilmiah menyatakan pasti bahwa Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya Gunung Toba yang disebut juga 'Supervolcano Toba'.

Lebih pastinya menurut sejarah kebumian, mencatat bahwa jutaan tahun, tepatnya sekitar 1,2 juta tahun lalu terdapat suatu gunung berapi yang sangat besar di daratan Sumatera dan daratan Asia pada zaman Gondwana, yang berpecah menjadi benua-benua kecil, diantaranya: Benua Sibumasu atau Siam, Burma, Malaysia dan Sumatera yang dinamai dengan Gunung Api Toba.

Nah, Gunung Api Toba inilah menurut sejarahnya cikal bakal terbentuknya Danau Toba, kenapa? Sebab Gunung Api Toba ini adalah gunung yang aktif sehingga mengeluarkan letusan dahsyat, bahkan maha dahsyat sebanyak tiga kali pada titik dan waktu yang berbeda.

Pertama, terjadi letusan Porsea pada 840.000 tahun lalu, sehingga dinamai dengan Old Toba Tuff. Ledakan ini pastinya seperti namanya, menghasilkan kaldera atau kawah di sebelah timur kawasan Danau Toba bernama Porsea, yang kini jadi Kabupaten Toba Samosir.

Kedua, letusan Haranggaol, terjadi pada 500.000 tahun lalu dan dinamai dengan Middle Toba Tuff. Ledakan ini membentuk kaldera atau kawah di sebelah utara kawasan Danau Toba bernama Haranggaol seperti sekarang ini.

Ketiga, letusan terakhir bernama letusan Sibandang, letusan paling akhir dan paling dahsyat ini terjadi pada 74.000 tahun lalu, biasa disebut dengan Youngest Toba Tuff. Letusan ini disebut juga 'Supervolcano' atau letusan gunung api super, mengapa? Karena terjadinya ledakan paling dahsyat di muka bumi ini dengan tingkat erupsi lebih besar 8 VEI atau Volcanic Explosivity Index.

Konon ledakan maha dahsyat ini mengeluarkan material magma sebanyak 2.800 Km3 yang semburannya ke seantero bumi. Bahkan sampai ke kutub utara, jauh hingga ke Amerika Latin-Venezuela yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global, diperkirakan sampai-sampai matahari tertutup debu vulkanik selama 9 tahun.

Tidak sampai disitu, banyak makhluk hidup mengalami kepunahan, dan diperkirakan jumlah manusia yang hidup hanya sekitar 15.000 yang berada di benua Afrika.

Apakah ini legenda atau fakta? Kalau melihat luasnya Danau Toba? Maka kesimpulan saya, itulah fakta yang terjadi ribuan tahun lalu.

Tentunya, letusan ketiga ini menghasilkan lubang atau kawah besar dengan diameter lebih dari 2.000 meter diseputaran dapur magma yang disebut dengan Kaldera Sibandang yang menyatukan dua kaldera sebelumnya, Kaldera Porsea dan Kaldera Haranggaol, sehingga terbentuklah Kaldera Raksasa yang kita sebut sekarang dengan Kaldera Toba.

Geopark Kaldera | Sumber ilustrasi via kemenparekraf.go.id
Geopark Kaldera | Sumber ilustrasi via kemenparekraf.go.id
Tak tanggung-tanggung, ukuran Kaldera Toba berkisar 90 km x 30 km yang kemudian berisi air selama ribuan tahun, hingga terbentuklah Danau Toba seperti sekarang dengan status Danau Vulkanik terbesar di dunia dengan luas permukaan danau 1.130 km2 dan volume air sekitar 240 km3.

Tidak dapat dipungkiri Danau Toba menjadi hadiah yang begitu indah bagi bangsa Indonesia dan bagi rakyat Sumatera Utara. Bagaimana tidak? Akibat gempa terdahsyat dimuka bumi ini? Kita bisa melihat dan merasakan beribu-ribu manfaat dari Danau Toba.

Keindahan tiada tara hingga berjuta-juta manfaat dari sumber daya alam yang ada di dalamnya yang mampu menghidupi masyarakat bermukim di tujuh Kabupaten yang mengelilingi atau mendiami Danau Toba.

Ada Kabupaten Simalungun, Toba Samosir atau Tobasa, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan alias Humbahas, Dairi, Karo dan Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran yang kini berlomba-lomba memoles diri, bersiap menyambut era kenormalan baru dengan kedatangan wisatawan lokal maupun mancanegara usai pandemi Covid-19.

Lantas, pertanyaannya bagaimana bisa muncul daratan ditengah-tengah Kaldera Toba yang bakal dikenal dengan Pulau Samosir?

Sekitar 33.000 tahun lalu atau sekitar 41.000 tahun usai Letusan Sibandang, maka muncullah daratan yang terangkat dari dasar kaldera, akibat masih adanya sisa energi magma dibawahnya dan tekanan tektonik dari patahan Sumatera, sehingga membentuk Pulau Samosir seperti yang kita lihat dan diami sekarang.

Banyak bukti geologis dan biologis berupa lapisan endapan tanah dan plakton didaratan Pulau Samosir yang membuktikan bahwa dulunya terendam air Danau Toba.

Nah, seiring berjalannya waktu, terjadi normalisasi iklim dan pemantapan dinding kaldera serta terbentuknya Pulau Samosir di tengah danau, maka tumbuhlah berbagai jenis flora dan fauna juga berdatangan, termasuk ikan di Danau Toba, seperti Ihan Batak yang terkenal itu, namun sudah jarang didapati dan makin langka.

Sementara keragaman biologis tumbuh dan hanya ada di Danau Toba, seperti Andaliman yang mendunia dan menjadi rempah terkenal dari Sumatera Utara.

Usai Danau Toba terbentuk dengan normal dan bumi stabil, siapakah manusia pertama yang mendiami Danau Toba?

Inilah keunikan dari Danau Toba yang wajib dilestarikan dan menjadi sejarah yang pastinya akan sangat membuat kagum para wisatawan. Ya, itulah Heritage of Toba yang harus kita lestarikan dan jaga selalu.

Begitu banyak cerita baik itu mitos atau legenda yang membeberkan siapa manusia pertama yang digelari Si Raja Batak?

Ada legenda atau mitos Boru Deak Parujar, Putri Batara Guru, aspek pertama dari Mulajadi Na Bolon sebagi Trimurti.

Putri penenun ini turun ke bumi dengan cara melemparkan turak berisi gelondongan benang ke bawah dan memanjat turun, hingga menyentuh tanah di bumi dan menikah dengan Raja Padoha, Naga Pemikul Jagad Raya.

Anak dari hasil pernikahan merekalah diyakini menjadi penghuni huta atau desa pertama di Danau Toba bernama Sianjurmulana yang memiliki persamaan kata 'Sianjur Mula-Mula -- Sianjur Mulajadi -- Sianjur Mula-Tompa', bius pertama yang mendiami Sagala dan Limbong berada di kaki Pusuk Buhit.

Lantas dalam buku Sejarah Batak dikisahkan bahwa Debata Mulajadi Nabolon atau Sang Pencipta, menciptakan sepasang manusia yang kemudian pada generasi ketiga bernama Si Raja Batak yang memiliki dua anak, Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon yang mewarisi dua pustaha atau buku kulit kayu.

Pustaha pertama disebut Pustaha Agong, berisi pedoman kerohanian, kebatinan dan ilmu pengobatan atau ilmu magis. Pustaha Agong ini diwariskan kepada Guru Tatea Bulan.

Sementara pustaha kedua berisi ajaran pemerintahan, diwariskan kepada Raja Isumbaon. Konon kedua pustaha tersebut diwariskan langsung di Pusuk Buhit.

Bercerita tentang Pusuk Buhit, tidak akan ada habisnya sehingga saya sarankan untuk menikmati keindahan dan merasakan bagaimana suasana religi, mendengarkan mitos atau legenda dari bukit dengan ketinggian kurang lebih 2005 mdpl.

Banyak situs yang akan kita jumpai mulai dari awal pendakian hingga sampai ke puncak Pusuk Buhit, misalnya Aek Simarsasar, Batu Hobon, Sopo Guru Tatea Bulan, Sopo Raja Uti, Perkampungan Siraja Batak, Ruma Hela, dan lainnya.

Maka tidak akan lengkap perjalanan Anda ke Danau Toba apabila belum mendaki Puncak Pusuk Buhit dan merasakan gumpalan awan beralun-alun dengan aneka warna bagai peristirahatan dewa-dewa malaikat yang turun dari kayangan, disambut arus Tao-Toba yang sepoi-sepoi basah menimbulkan riak gelombang berwarna-warni, ada hijau, biru, putih dan warna lainnya, merasakan keindahan dan keajaiban alam yang menakjubkan.

Masih banyak lagi potensi-potensi dan kearifan lokal dari kisah Danau Toba yang tak mungkin semuanya saya ceritakan disini, karena setiap daerah hampir memiliki kearifan lokal dan warisan keragaman budaya maupun kuliner asli yang pastinya akan sangat menggoda para wisatawan untuk tidak hanya berkunjung satu atau dua kali.

Ya, sekali Anda melangkahkan kaki di Negeri Indah Kepingan Surga, maka Anda akan bermimpi untuk berkunjung kembali. Inilah yang dinamakan Wonderful Indonesia, warisan budaya yang mendunia.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Danau Toba dulu dan sekarang sudah sangat jauh berbeda. Jika di tahun 70-an keanekaragaman hayati terpelihara dengan baik dan menjadi salah satu destinasi wisata dunia, plus menjadi sumber inspirasi para seniman dan budayawan dengan lagu-lagu Batak yang penuh inspirasi dan tidak lekang oleh zaman seperti O Tano Batak yang dipopulerkan oleh Victor Hutabarat, ciptaan S. Dis.

Ada juga lagu O Tao Toba Na Uli, Pulo Samosir, hingga Aek Sibundong yang kesemuanya jikalau para perantau sangat rindu akan kampung halamannya atau Danau Toba sekitarnya? Gampang saja, langsung dengar dan tonton di YouTube bukan?

Namun, akibat tidak terjaganya kawasan Danau Toba dari pencemaran lingkungan dan penebangan pohon, maka kita butuh kesadaran bersama untuk melestarikan Danau Toba.

Tidak dapat dipungkiri, Danau Toba merupakan sumber air primer maupun sekunder bagi masyarakat di kawasan tersebut. Tapi, budidaya perikanan dengan keramba jaring apung telah mencemari air Danau Toba.

Lanskap Danau Toba (Foto: Shutterstock/franshendrik Tambunan) via kemenparekraf.go.id
Lanskap Danau Toba (Foto: Shutterstock/franshendrik Tambunan) via kemenparekraf.go.id
Langkah Pelestarian Keindahan Alam dan Warisan Budaya Danau Toba

Maka sekarang dibutuhkan komitmen semua pihak untuk melestarikan Danau Toba dan warisan budaya yang ada di dalamnya.

Pemerintah lewat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Kawasan Strategis Nasional, telah menetapkan Danau Toba sebagai kawasan sangat penting untuk dilestarikan.

Bahkan, Presiden Jokowi telah menetapkan empat destinasi yang super prioritas, ada Danau Toba, Mandalika, Borobudur, dan Labuan Bajo.

Dan dalam Ratas Pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas, 15 Juli 2019, Presiden Jokowi telah meminta agar semua fasilitas dan infrastruktur untuk empat super prioritas Bali Baru harus selesai tahun 2020.

Artinya apa bagi Danau Toba? Mau tidak mau, Danau Toba harus kembali mengemas dirinya sebaik mungkin, kembali ke paham Geopark Kaldera Toba yang meliputi Konservasi alam, integrasi antara konservasi alam dan budaya, serta pemanfaatan sumber daya alam tanpa harus merusak Danau Toba.

Pembangunan Ekonomi yang meliputi Geowisata sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif, serta Inovasi produk wisata, sehingga Danau Toba bisa mendatangkan wisatawan yang mampu mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar Danau Toba.

Sehingga anggapan masyarakat di Danau Toba miskin harta tapi kaya akan nilai-nilai budaya warisan leluhur bisa ditepis, mengarah selain kaya akan nilai-nilai budaya luhur, juga ekonomi bisa terangkat dari sektor Geowisata.

Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitaran Geopark Kaldera Toba meliputi tujuh Kabupaten, maka hal penting yang perlu diterapkan dalam prinsip Ekowisata ini adalah, Partisipasi Masyarakat, Edukasi dan Rekreasi, serta Kendali, sehingga diharapkan Danau Toba menjadi tempat wisata yang ramah dan bersahabat bagi para wisatawan dengan warisan budaya, ragam kuliner serta keindahan tiada tara. Salam Njuah-Njuah, Mejuah-Juah, Horas.

Tertarik dengan Heritage of Toba? Ikut Blog Competition-nya Yuk

Membahas tentang budaya dan sejarah Danau Toba memang tak akan ada habisnya, kira-kira kamu punya kisah menarik juga kah? Yuk, bagikan ide serta gagasanmu tentang promosi pariwisata Danau Toba dan bagaimana cara mensejahterakan masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba melalui Blog Competition ini!

Semoga beruntung ya, karena 10 pemenang nantinya bisa Travelling ke Danau Toba selama 5 hari loh! Termasuk Tiket Pesawat PP, Transportasi Lokal Tujuan, Akomodasi (Hotel & Konsumsi), Uang Saku selama 5 Hari, dan juga Tiket International Conference.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun