Selain ada berita pembunuhan mahasiswi, ada juga berita pembunuhan dosen oleh mahasiswanya. Mungkin saja ini membuat banyak orang sangat kaget, tapi saya sendiri pernah menduga hal seperti ini bisa terjadi.
Kita tahu bahwa ada istilah dosen killer, dosen yang susah dihubungi pada saat bimbingan skripsi, dosen yang susah memberi nilai walaupun ia sendiri tidak jelas dalam pengajarannya, dosen yang masuk tidak sesuai jadwal (jadwalnya hari Senin berubah menjadi Sabtu, jadwal pagi berubah menjadi sore), atau sifat buruk lainnya.
Sebagian orang mungkin menganggap kebiasaan buruk para dosen seperti gambaran di atas merupakan hal mudah dengan alasan:
1. Dosen pantas melakukannya karena punya ilmu dan memperoleh ilmu itu mahal.
2. Dosen pantas mempersulit mahasiswa agar mental mahasiswa lebih kuat dan lebih bekerja keras.
Dua alasan di atas pernah saya dengar beberapa kali. Namun saya tidak setuju.
Kebiasaan buruk dosen di atas bisa membuat mahasiswa putus asa atau marah. Ada mahasiswa yang kehabisan biaya hidupnya hanya karena bimbingan skripsi. Mungkin saja ada mahasiswa yang kehilangan pekerjaannya hanya karena semrawut jadwal kehadiran dosen. Bagi mahasiswa yang ekonomi pas-pasan, ini bukan hal mudah. Mereka harus sangat mengirit uang dari orang tua, apalagi yang tidak mampu berbisnis.
Mari kita bayangkan ada mahasiswa yang hidup dengan ekonomi keluarga pas-pasan, kemudian bimbingan skripsi dipersulit. Saat itu juga, keluarganya ada yang sakit yang butuh operasi. Bisnis yang dijalankan gagal dan gagal lagi. Apakah kita sebagai dosen ada yang peduli?
Ada kabar bahwa dosen yang dibunuh adalah dosen yang berperilaku baik. Ini mungkin saja benar. Namun ketika seorang mahasiswa sedang mengalami masalah dengan dosen lain, kemudian ada sedikit ketegangan dengan sang korban, bisa saja jadi pelampiasan.
Seandainya kejadian pembunuhan dosen di atas benar-benar murni kesalahan mahasiswa, saya menyarankan untuk tetap diadakan investigasi ke beberapa universitas. Minimal survey: apakah masih ada mahasiswa yang dibuat marah besar oleh dosennya? Apa yang menyebabkan kemarahan mereka?
Saya khawatir kasus ini akan terjadi juga di kampus-kampus lain jika tidak ada perbaikan mental para dosen yang suka menyalahgunakan ‘kekuasaannya’ terhadap mahasiswa yang tampaknya harus selalu mengalah.