Mohon tunggu...
Komar Udin
Komar Udin Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Membaca, sederhana , politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Study Tour Maut dan Ironi Sistem Pendidikan

17 Mei 2024   14:04 Diperbarui: 17 Mei 2024   14:05 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Study Tour maut dan Ironi sistem pendidikan.

Oleh : Komarudin Daid

Sekali lagi kita dikejutkan dengan berita mengenaskan yg menimpa anak-anak usia sekolah. Mereka adalah bagian dari generasi penerus bangsa ini yang sedang mempersiapkan diri meniti masa depan yg lebih baik ,menerima estapeta kepemimpinan bangsa kedepan.

Alasan demi masa depan anak,agar hidup lebih baik dari orang tuanya, menjadi generasi unggul yang mampu memutus mata rantai kemiskinan keluarga yang terwariskan  turun-temurun,syukur-syukur mampu memegang estapeta kemimpinan bangsa kedepan dengan baik, menjadi alasan orang tua bersusah payah menitipkan anaknya pada sekolah terbaik atau sesuai kemampuan orang tua siswa.

Sayang seribu sayang. Nyatanya cita-cita mereka harus berakhir secara tragis. Sebelas orang siswa SMK Liga kencana, Depok Jawa Barat ,  menjadi korban kecelakaan bus maut sepulang kegiatan Study Tour ke Sariater Bandung, 11 Mei 2024 yang baru lalu.

Upaya orang tua siswa yg sudah bersusah payah membiayai pendidikan anaknya seakan sia-sia. Cita-cita menyaksikan keberhasilan sang anak harus terkubur dalam-dalam bersama jasad anak tercinta.

Jangan lagi ditanya bagai mana lelahnya membiayai pendidikan anak yg terus melambung  ditengah besarnya gelontoran dana pendidikan  sebesar 20 persen dari APBN negara . Dan ini  menjadi pertanyaan serius orang tua siswa  sejak lama,tapi belum juga menemukan jawaban yg melegakan orang tua siswa. Yang pasti orang tua siswa tetap saja harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk kebutuhan pendidikan anak-anak mereka walau sudah ada dana bos.

PENDIDIKAN GRATIS, BIAYA SEKOLAH PANTASTIS
Entah bagaimana kabarnya  dengan  dana BOS atau bantuan operasional Sekolah dari negara. BOS yang dalam Nomenklaturnya menjadi BOSP atau Bantuan Operasional Satuan pendidikan  sebagai bagian dari Implementasi anggaran pendidikan nasional sebesar 20 persen dari APBN negara kita, dalam mendukung Program Wajib Belajar. Tapi faktanya tetap saja biaya pendidikan melambung tinggi, membuat pusing kepala dan bikin naik asam lambung orang tua siswa.

Berdasarkan pada kesiapan biaya pendidikan oleh negara berupa bos,yang penyalurannya dua kali dalam satu tahun, maka secara teory pendidikan dinegara kita haruslah gratis alias tidak bayar, mulai SD,SMP, SLTA , SLB dan Sekolah kejuruan sesuai Permendikbud ristek nomor 63 tahun 2023 ayat 1 sebagai pihak yang menjadi sasaran program dana Bantuan operasional sekolah alias BOS atau BOSP yaitu Bantuan Operasional Satuan Pendidikan dalam  Nomenklaturnya

Tapi bagaimana implementasi dilapangan,apakah setelah ada  siBOS, lalu biaya sekolah benar-benar gratis?. Ternyata tidak. Banyak sekolah yg masih memungut uang bayaran bulanan kepada siswa/siswinya padahal sekolah tersebut sudah mendapat kucuran dana berupa BOS. Banyak orang tua siswa yg mengeluhkan biaya sekolah yang lebih mahal justru setelah ada  dana bos dari pemerintah.

Bagaimana tidak, dibanyak tempat, utamanya sekolah Swasta , setiap tahun pihak sekolah mewajibkan siswa/siswinya utk melakukan daftar ulang, yg tentu saja berbiaya alias tidak gratis dan ini dilakukan setiap satu tahun sekali.

Aneh saja kedengarannya. Siswa yang jelas-jelas masih bersekolah ditempat yang sama dan tdk pernah  menyatakan mengundurkan diri,tapi diwajibkan melakukan registrasi atau  daftar ulang,yang lagi-lagi tidak gratis. Tidakah kebijakan ini hanya cara pihak sekolah mencari uang tambahan yang menguntungkan pihak sekolah semata,sementara org tua siswa harus terus terbebani atas biaya pendaftaran yg dimaksud.
Belum lagi biaya ujian sekolah yang jumlah tidak sedikit.

Kurikulum sekolah yang setiap kali ganti menteri,juga ganti kurikulum  menjadi problem yang menyusahkan orang tua siswa. Kalau dulu buku sekolah bisa diwariskan dari seorang kakak kepada adiknya,sekarang tidak lagi.Siswa harus beli buku pelajaran baru ditengah sulitnya ekonomi orang tua siswa.

Biasanya biaya ujian sekolah untuk kelas tiga SMP atau kelas sembilan maupun ujian utk kelas tiga SLTA atau kelas 12 disertai kewajiban biaya utk study tour sekaligus acara perpisahan siswa dengan pihak sekolah dan teman-temannya.

Bukan cuma biaya ujian yang bersipat wajib,tapi biaya perpisahan siswapun wajib. Itupulalah akhirnya yang dengan terpaksa mendorong  dua orang siswa sekolah Lingga Kencana Depok yang  harus menjadi kuli panggul pasir bangunan agar bisa  membayar uang Studi Tour sebesar Rp. 800.000  ke Sariater Bandung ,dan keduanya pula yg menjadi korban meninggal dari kecelakaan PO bus yg dipaksa beroperasi walau tidak layak jalan.

BIAYA STUDI TOUR
Sah-sah saja kalau pihak sekolah mengadakan acara perpisahan sekolah diluar kota yang biasa dikemas dengan kegiatan study tour. Apalagi dengan maksud edukasi. Masalahnya apakah kegiatan tersebut bersipat wajib, mungkin perlu dipikir ulang. Bukankah setelah ini masih ada lagi tahapan terakhir dari rangkain panjang "ritual" sekolah yg juga harus dilalui siswa yaitu pengambilan Raport siswa yang sudah pasti harus bayar dan memusingkan orang tua siswa.

Disamping itu yg tidak kalah pentingnya adalah besaran biaya study tour yang harusnya ditekan sehemat mungkin. Pihak sekolah dan guru tdk boleh mencari untung dari kegiatan study tour. Dengan menarik biaya tinggi disatu sisi,pada sisi lain  menekan biaya sewa  bus semurah mungkin. Hal ini terlalu beresiko . Bukankah para guru  sudah dapat pivilage tersendiri, punya slot kursi tersendiri berikut tiket masuk tempat wisata, makan dan Snack serta penginapan dan lainnya.

Parahnya kadang ada guru juga membawa anak atau istrinya sehingga terjadi pembengkakan biaya study tour,baik menyangkut sewa bus, tiket masuk tempat wisata, penginapan,biaya makan,door prize dan lainya yang kesemuanya menjadi beban siswa harus membayar  kegiatan lebih mahal.

Pada akhirnya dibutuhkan kesungguhan   pemerintah utk secara ketat melakukan pengawasan terhadap sekolah yang melakukan praktek seperti diatas, dengan membuat regulasi yang ketat termasuk aturan main menyangkut kegiatan Study Tour. kementerian pendidikan harus berani memberi sanksi tegas,atau kalau tidak maka program wajib belajar dan pendidikan gratis hanya ada dalam slogan manis pemerintah saja, sementara orang tua terus-menerus dililit beban biaya sekolah yang pantastis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun