Mandulnya kekuatan partai melahirkan konsekuensi logis berupa lalainya seorang anggota  dewan terhadap kewajibannya mengurus dan membesarkan partai. Yang bersangkutan merasa sudah cukup berbakti kepada partainya dengan aktif pada kegiatan kedewanan,apakah rapat fraksi, rapat komisi, rapat anggaran, kunjungan kerja  ataupun kegiatan rutin lainnya,yang kesemuanya berbayar, dihargai tidak murah oleh anggaran negara atau Apbn atau anggaran daerah alias Apbd.
Setahu penulis, semua partai memotong gaji anggota fraksinya ,prosentasinya tiap partai berbeda,mungkin 10persen,15 persen atau lebih. Inilah satu-satunya yang bisa dilalukan partai terhadap kadernya yang menduduki jabatan kursi dewan. Ini jugalah yang selalu dibangga-banggakan sehingga seorang anggota dewan merasa sudah melakukan segalanya untuk partai yang telah membesarkan nama dan mengisi rekening banknya.
Seorang anggota dewan bisa punya banyak uang, bisa beli rumah baru,mobil baru, berlibur keluar negeri, shoping ditempat belanja yang elit dan mahal dan semua kemewahan bisa didapatnya. Masa iya tidak bisa menyisakan sedikit saja untuk keperluan partai,sehingga partai bergerak dinamis, kader bisa belajar maksimal dalam mengelola organisasi partai politik,kader makin cerdas dan paham tentang parpol sesuai ekspektasi dan merasa bersyukur berada digerbong partai politik.
Persoalannya sejauh mana yang bersangkutan peduli terhadap partainya, pengurus atau  kader partai bersangkutanlah yang bisa melihat dan merasakannya.  Bisa dilihat sejauh mana keberadaannya dirasakan memberi manfaat baik kepada partai ataupun kader partai, dengan peran sertanya menjalankan program atau kegiatan kepartaian,bukan membiarkan partai dalam kondisi stagnan berkepanjangan tanpa aktivitas kepartaian.
TUNTUTAN LOYALITAS
Kadang ada yang tidak masuk akal dari cara berpikir seorang anggota dewan ketika menyangkut loyalitas. Sering kali yang bersangkutan menuntut kader dibawahnya untuk menunjukan loyalitasnya kepada partai,padahal merekalah yang seharusnya menunjukan itu terlebih dulu.Mereka sendiri yang sudah jadi anggota dewan,sudah merasakan berkah berpartai gagal  menunjukan loyalitasnya,tapi menuntut kader dibawahnya yang belum dapat apapun, untuk menunjukan loyalitasnya.
Entah dapat darimana model berpikir yang terbolak-balik tersebut. Harusnya mereka yang sudah jadi dewanlah yang menunjukan loyalitasnya kepada partai,bukan menuntut kader lain yang belum kebagian kue partai utk loyal. Tunjukan keteladanan ,karena pada akhirnya tanpa dimintapun kader akan loyal kepada partai , kalau saja ada teladan terbaik yang ditunjukan oleh kader yang sudah menjadi elit partai tersebut .Jangan menuntut terlalu tinggi kepada kader ,sementara yang sudah "jadi orang" Â malah abai,lupa dengan partai yang telah membesarkannya.
Tentu partai juga tidak butuh kader yang cengeng,manja , selalu ingin dipasilitasi. Tapi pada faktanya ada bahkan banyak kegiatan partai yang tidak bisa ditangani kader lain dan  membutuhkan sokongan finansial untuk hal yang satu ini tidak bisa kita bebankan kepada yang lain,kecuali nimbrungnya para anggota dewan merogoh koceknya untuk terlaksananya kegiatan dimaksud.Partai pilitik berbeda dengan ormas yang masih bisa mencari bantuan dana ke pihak luar untuk kegiatannya.
Sudah seharusnya mereka menghidupi partai dengan segala resources yang dimilikinya, sementara kader yang belum mendapat "berkah politik" menjadi bagian pelaksana dari kegiatan kepartaian, Â maka partai akan hidup,punyak banyak kegiatan, kader terberdayakan,kader merasa tertempa oleh sistem pergerakan partai yang dinamis, Â kader menjadi lebih cerdas dan berterima kasih kepada partai yang telah memproses dirinya sebagai pengurus partai politik .
Setelah itu sikap  militansi , loyalitas kepada Partaipun akan tumbuh dengan sendirinya, bukan menuntut lahirnya militansi dulu,sementara "sang elit" bak berada dimenara gading, males dan menjaga jarak dengan kader. Dengan sikap seperti ini ,maka dipastikan roda partai tidak akan bergerak alias stagnan dan kader merasa keberadaannya  hanya alat mobiliasi untuk menghadiri even yang dibuat oleh "orang lain" saja.
Posisi anggota dewan biasanya dijabat kader senior partai, sebagai senior dengan kedudukan terhormat,sudah seharusnya memberi contoh kepada kader junior yang masih dalam proses menjadi kader militan, salah-salah dalam memberi teladan bisa membuat mereka prustasi bahkan antipati terhadap partai,mereka merasa hanya sebatas obyek dari keberadaan partai yang dimasukinya,dimanfaatkan untuk kepentingan senior mereka. Tentu mereka rela berjuang untuk dan atas nama partai, tapi belum tentu mereka rela berjuang hanya untuk kepentingan orang perorang termasuk senior mereka yang "sudah jadi orang".
Menjadi bertolak belakang dengan keinginan seseorang masuk partai politik.  Sebagai yunior, mereka  ingin belajar melalui senior mereka dipartai yang menaungi mereka.Tapi apa yang mereka dapat setelah masuk partai justru sama sekali diluar ekspektasi mereka.Partai  sama sekali tidak mengasahnya menjadi lebih cerdas,lebih matang,lebih peka akan situasi , lebih responsif menghadapi segala situasi dan kondisi,dipartai malah menjadi tidak lebih pintar, karena tidak ada even yang menggembleng mereka.