Mohon tunggu...
Komar Udin
Komar Udin Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Membaca, sederhana , politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Caleg Petahana, Antara Harapan dan Kenyataan

6 Desember 2023   10:54 Diperbarui: 6 Desember 2023   11:10 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saat blusukan seorang caleg memang harus mampu menempatkan dirinya lebih banyak sebagai pendengar ketimbang bicara. Jadi jangan heran kalau seorang caleg terkesan sangat kooperatif,sangat care  terhadap konsituennya dan terkesan sebagai pendengar yang sangat baik.

Tapi ada kalanya caleg juga juga harus mampu menjawab pertanyaan dari konstituen yang kritis, sebab kalau tidak, akan menurunkan kredibilitasnya sebagai seorang calon legislatif dan buat orang dengan kategori terdidik melek politik akan ragu memilihnya.

MENCARI DAERAH "JAJAHAN BARU".
Belum pernah kita mendengar seseorang yang kapok menjadi anggota dewan. Semua merasa kerasan bahkan ketagihan. Buktinya setiap lima tahun mereka ikut mencalonkan diri kembali. Persoalannya seorang caleg incumben sering kali punya catatan yang kurang baik dimasyarakat tempat kampanyenya dulu hingga yang bersangkutan tidak  bisa lagi kampanye ditempat yang sama, saat yang bersangkutan ingin mencalonkan kembali pada periode berikutnya.

jadi persoalannya ada pada tempat atau daerah mana lagi yang menjadi sasaran kampanye berikutnya, yang menuntutnya mencari lahan baru  untuk bisa memenuhi ambisinya masuk kegedung legislatif.

Sebenarnya tidak ada persoalan kalau saja  incumben mampu memenuhi janji-janji Kampanyenya dulu. Dia juga  tidak perlu mencari lahan baru untuk Kampanye pemilu berikutnya,karena sudah terbukti dimasyrakat kalau keberadaannya sebagai seorang anggota Dewan benar-benar  membawa berkah dan manfaat, maka cukup menggunakan Tagline *Sudah terbukti sudah teruji*, sang incumbenpun mulus kembali munuju kursi dewan.

Tetapi buat patahana yang Gagal membuktikan janji-janjinya , maka yang bersangkutan  harus mencari daerah baru yang pada pemilu lalu belum pernah dijamahnya , harus pindah,bertemu orang-orang baru, dilahan kampanye baru dengan janji-jani manis yang baru pula.

Sebenarnya persoalan menyangkut lahan baru  mudah  teratasi, karena masih banyak daerah baru yang bisa dijadikan sasaran kampanye, untuk merayu dan membuat janji-janji baru kepada masyarakat "didaerah jajahan baru" Pula. untuk sebuah ambisi besar tidak ada kata mati langkah,masih banyak  daerah  baru yang bisa digarap ,yang penting masih dalam satu dapil,tinggal bikin segudang janji dan harapan kepada warga  daerah tersebut,seperti kampanye lima tahun lalu,toh masyarakat kita pada dasarnya mudah percaya apalagi yang dijanjikan logis dan  sicaleg dan timnya punya pola komunikasi yang baik dan memikat.

Hanya masalahnya mereka punya catatan yang tidak baik saja ditempat kampanye lima tahun lalu. Tapi buat syahwat politik yang siap ejakulasi, apalah pentingnya dengan segala catatan, kesan atau omongan orang ,yang penting bagaimana caranya bisa terpilih kembali sebagai anggota dewan,persyetan dengan omongan dan penilaian masyarakat.

KACANG LUPA KULIT
pada realitanya memang banyak  anggota dewan yang tidak mampu mewujudkan janji-janji kampanye kepada kinstituen. Jangankan kepada konstituen, kepada pertai yang menjadi kendaraan politik , sekaligus menjadi washilah naiknya yang bersangkutan kekursi dewan ,sering kali terlupakan. Seorang anggota dewan seakan lupa dari mana dia berangkat,dari mana dia berasal, dari mana dapat rekomendasi sehingga jadi anggota dewan. Persis kata pepatah kacang yang lupa akan kulitnya.

Karena menurutnya Partai hanya sebatas kendaraan politik saja,  toh yang menentukan jadi anggota dewan karena kekuatan finansial dan kerja tim suksesnya. Tanpa kekuatan kantong caleg mana mungkin jadi anggota dewan. Rekomendasi dari partai tidak punya kekuatan apapun untuk mendorong seseorang sukses menjadi anggota dewan kalau caleg sendiri tidak punya uang dalam jumlah yang besar. Begitu kira-kira cara berpikir dari seorang yang sudah sukses menjadi anggota dewan,sehingga melupakan partainya sendiri. Tentu saja banyak yang pola pikirnya tidak seperti itu,masih banyak anggota dewan yang baik bahkan menjadi inspirasi warganya.

Sayangnya partai sendiri sepertinya tidak punya taji untuk melakukan tindakan tegas,sehingga seorang anggota dewan semakin tidak terkontrol dan lupa diri. Jangankan mengambil langkah paw atau pergantian antar waktu, sekedar memberi teguran tertulispun tidak dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun