Indonesia merupakan negara Demokrasi terbesar ketiga di dunia yang melibatkan seluruh masyarakat dalam menentukan arah bangsa sehingga bentuk kedaulatan negara seluruhnya berada di tangan Rakyat. Bentuk negara demokrasi telah diatur dalam berbagai bentuk, Adapun Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi Pancasila yang sekaligus Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum utama dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Adapun demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan yang saat ini di anut oleh Indonesia  dimana terdapat tiga bentuk Lembaga kekuasaan yakni,Lembaga kekuasaan Legislatif, eksekutif dan Yudikatif yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi untuk membentuk undang-undang, pelaksana undang-undang serta pengawal  jalanya  undang-undang.
Lahirnya Rancangan Undang- Undang  Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang merupakan hasil pembahasan dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR yang Menyusun RUU DKJ pada senin, (04/12/2024) lalu. Dimana Jakarta yang merupakan daerah khusus ibu kota sudah di ganti karena lahirnya undang-undang IKN Nomor 3 tahun 2022 mengubah status  Jakarta yang semula Daerah Khusus Ibukota (DKI) diarahkan menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ. Sehingga hal ini menjadikan  Jakarta hanya sebatas daerah khusus yang akan dijadikan sebagai perekonomian nasional dan berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional dan global. Sebagaimana tertuang dalam pasal 4 RUU DKJ.
Namun draf RUU DKJ yang di bahas oleh Badan Legislasi DPR RI sangat merugikan karena banyak point yang akan mengebiri hak-hak masyarakat Jakarta serta demokrasi di Indonesia pasalnya pemilihan gubernur  dipilih oleh rakyat yang harusnya dilakukan melalui proses Pilkada dihilangkan karena berbagai alasan. Tentu hal ini sangat tidak elok dan merupakan suatu upaya untuk menurunkan peran rakyat dalam proses pemilihan kepala daerah. Sebagai mana tertuang dalam pasal 10 RUU DKJ.
(1) Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh Gubernur dan dibantu oleh Wakil Gubernur.
(2) Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
(3) Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
(4) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara hal ini sudah terbukti Ketika kepala otorita IKN di tunjuk oleh Presiden melalui kementerian dalam negeri serta hadirnya PJ Gubernur, bupati dan walikota  yang dipilih langsung oleh Kementrian dalam negeri yang masa jabatan mereka sangat Panjang untuk menunggu Pilkada dilaksankaan. Sedangkan pada dasarnya tidak ada urgensi untuk melakukan hal tersebut,  terlebih masa jabatan yang mereka emban sangat Panjang. Sehingga hal ini dapat memicu konflik kepentingan yang seolah semua dikontrol oleh pemerintahan pusat. Sementara RUU DKJ akan menghasilkan yang sama melalui proses yang konstitusional tetapi bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi itu sendiri, jika hal ini tetap di sahkan sudah tidak ada kata demokrasi lagi di negeri ini.
Usulan yang tertuang melalui RUU DKJ jangan sampai mengebiri hak-hak rakyat untuk memilih pemimpin daerah, jelas sudah tertuang dalam konstitusi kita  bahwa dalam lebaga eksekutif baik itu, Presiden dan wakil Presiden, Gubernur dan wakil Gubernur, Walikota dan Wakil  Walikota, Bupati dan Wakil bupati serta Kepala Desa di pilih melalui mekanisme Pemilihan Umum oleh Rakyat sebagai proses Demokratitasi.
Maka dari itu konsep negara Demokrasi yang memiliki dasar yang kuat,  baik itu peran partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan sebagaimana dalam UUD 1945 menjadi dasar bahwa kedaulatan itu benar-benar berada di tangan Rakyat. Kemudian untuk upaya yang dilakukan melalui proses legalisasi pelanggaran terhadap hak warga negara  merupakan suatu bentuk kemunduran Demokrasi serta upaya mengkhianati konstitusi. Selain itu amanat reformasi yang digagas melalui amandemen UU 1945 yang ke 4 hingga melahirkan Otonomi daerah harus di laksanakan sebaik mungkin. Jangan sampai keputusan yang di dasarkan pada kepentingan tertentu, Indoesia  akan Kembali pada masa Orde Baru yang otoriter. Artinya wakil Rakyat yang dipilih melalui Pemilhan Legislatif harus bisa membentuk dan mengawasi berjalannya Undang-Undang sebagai fungsi legislasi dan controling terhadap Undang-Undang.
Artikel ini di buat oleh: Silvia Dewi yulianti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H