Di tengah arena perdagangan yang meriah, muncullah sekelompok individu yang sepertinya telah memutuskan bahwa kemuliaan moral dan kejujuran adalah konsep usang. Mereka dikenal dengan istilah "calo," sebuah kata yang dalam dunia nyata bisa diartikan sebagai "pakar dalam seni mengambil untung dari kelicikan dan ketidakadilan."
Sepertinya calo ini telah menemukan cara untuk menjelajahi labirin moralitas dengan mata tertutup, sehingga mereka bisa mengambil keuntungan dari tumpukan kekacauan yang diciptakan. Saya hampir merasa iri dengan kemampuan mereka untuk mengintai mangsa-mangsa yang lemah, seperti sekelompok hiu yang merasakan getaran kebingungan. Apakah Anda pernah berpikir bahwa orang yang memiliki keahlian menawar dengan harga yang jauh melebihi nilai sebenarnya bisa dianggap sebagai seniman? Saya juga tidak.
Tapi tentu saja, tidak semua orang terpesona oleh sihir licik calo ini. Beberapa individu berani berdiri melawan arus, memilih jalan terjal yang ditempuh oleh para pejuang kebenaran sejati. Mereka bersatu dan menciptakan aliansi yang berani, bukan untuk mengalahkan calo dengan tawaran yang lebih licin, tetapi dengan senjata yang jauh lebih kuat: transparansi. Mereka menggenggam pedang harga yang tajam dan memamerkannya kepada dunia dengan bangga, memberikan panduan kepada pembeli tentang apa yang seharusnya mereka bayar.
Tentu saja, calo ini tidak diam begitu saja. Mereka merasa seperti protagonis dalam drama yang salah arah, mencoba menciptakan strategi baru untuk mengecoh para pemberontak harga wajar ini. Namun, seperti dalam cerita klasik di mana kebaikan selalu menang, kelompok pemberontak ini tetap teguh dalam tekad mereka. Perlahan tetapi pasti, gelombang transparansi melanda pasar, memberi kesempatan bagi kejujuran dan integritas untuk merajai kembali.
Jadi, dalam dunia di mana para calo berusaha mengubah harga menjadi alat pemerasan dan ketidakjelasan, setidaknya ada beberapa pahlawan yang bersedia membongkar tipuan dan menghadapi gelombang kegelapan itu dengan senyuman sarkas dan pedang harga yang tajam. Â Â Â Â Â
Penulis : Egi HamdaniÂ
Editor  : Komaruci
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H