Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Marshmallow Test: Pengendalian Diri dan Makna Puasa

21 Desember 2023   09:09 Diperbarui: 21 Desember 2023   18:54 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana ibadah puasa selama bulan suci Ramadan ini bisa dijadikan sebagai momentum latihan untuk meningkatan pengendalian diri setiap umat Islam? Apakah kita melakukan puasa hanya sebagai gugur kewajiban sesuai fiqih, atau ada nilai-nilai mendalam yang ingin kita dapatkan? Pertanyaan inilah yang harus kita ajukan kepada diri kita masing-masing, agar puasa kita bukan sekedar mendapatkan haus dan lapar, tetapi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas diri baik secara fisik, emosional, intelektual, maupun spiritual.

Puasa merupakan ibadah jasmaniyah sekaligus ruhaniyah. Ibadah jasmaniyah artinya ibadah yang pelaksanaannya membutuhkan kinerja fisik, sedangkan ibadah ruhaniyah berarti ibadah yang menuntut adanya keterlibatan sisi ruhaniyah dalam menjalaninya. Jadi, ibadah puasa adalah ibadah yang tidak hanya melulu berurusan dengan fisik saja, tapi juga menekankan aspek non fisik, yakni mental dan spiritual. Orang yang berpuasa tidak hanya dilatih agar kuat dan tahan secara fisik, tapi juga dilatih untuk menata jiwanya agar kuat dan tahan dari segala godaan nafsu duniawi.

Dalam istilah jawa, puasa atau "poso" berarti ngeposno roso yang berarti berusaha menghentikan segala nafsu dan hasrat lahir batin. Dalam literatur fiqih, puasa diartikan dengan imsak yang berarti menahan atau mengendalikan. Yang dimaksud adalah mengendalikan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan dan minum, dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tapi yang diharapkan tentunya puasa tidak sebatas mengendalikan diri secara lahiriah, melainkan juga secara rohaniah. Jadi bisa dipahami bahwa puasa menyasar semua dimensi dalam diri manusia, baik fisik dan non fisik.

Berpuasa berarti mengendalikan diri, baik dimensi jasmani maupun ruhani. Sebagaimana arti kata puasa itu sendiri, pengendalian diri merupakan inti ajaran puasa. Dengan perintah puasa, sejatinya Allah menghendaki agar manusia mampu mengendalikan diri, karena di sinilah letak kelemahan terbesar manusia. Hal ini telah digambarkan dengan jelas oleh Al-Quran lewat kisah Nabi Adam AS (Q.S, 20:115). Kisah indah Nabi Adam dan istrinya di surga harus berakhir tragis. Mereka berdua terusir dari surga dan diasingkan ke bumi karena tidak mampu mengendalikan diri dari dorongan hasrat memakan buah terlarang. Kisah nabi Adam AS ini merupakan "drama kosmis" yang memberikan pelajaran berharga bahwa "segala permasalahan manusia sejatinya bermula dari ketidakmampuan mengendalikan diri."

Pengendalian diri atau self control, dalam kamus psikologi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Disebutkan bahwa orang yang mampu mengontrol dirinya adalah orang yang rela menunda kepuasan sesaat demi manfaat yang lebih besar dan menahan diri dari keinginan atau tindakan yang merugikan. Adanya kemampuan pengendalian diri mendorong seseorang untuk membuat keputusan yang lebih baik sehingga tidak mudah terjatuh dalam kesalahan. Pengendalian diri yang baik, juga dapat menghindarkan seseorang dari segala dorongan dan tindakan yang dapat memicu konflik, baik pribadi maupun dengan orang lain.

Bahkan, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan self control ternyata menjadi salah satu kunci untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Hal ini karena orang yang mampu mengendalikan diri akan berpikir jauh sebelum bertindak. Ia tidak akan bersikap gegabah dan serampangan sehingga tidak akan melakukan tindakan yang merugikan. Dengan begitu, kehidupan akan terhindar dari berbagai masalah sehingga hati dan pikiran menjadi lebih tenang dan hidup pun lebih bahagia.

Puasa Ramadhan adalah momentum untuk memperkuat kemampuan mengendalikan diri kita. Dalam ibadah puasa, kita dibiasakan untuk menahan segala dorongan dan keinginan untuk sementara, tidak sepanjang waktu. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik manusia agar mampu mengelola keinginan dan hasratnya dengan baik. Mengerti kapan harus menahan keinginan dan kapan menyalurkan keinginan sesuai ajaran Allah Swt. Dengan kata lain, puasa tidak meredam keinginan manusia, tapi mendidik manusia agar memiliki kemampuan pengendalian diri yang proporsional. Dengan pengendalian diri yang kuat, niscaya kita tidak akan mudah terjatuh dalam tindakan kesalahan dan senantiasa berjalan lurus di jalan Allah Swt. Kehidupan yang lurus inilah yang akan menghantarkan manusia menggapai kebahagiaan lahir dan batin, dunia serta akhirat.

Bahan bacaan lanjutan: 

Mischel, Walter (September 2014). The Marshmallow Test; Understanding Self Control and how to master It. Little, Brown.

Mischel, W; Shoda, Y; Rodriguez, M. (26 May 1989). "Delay of gratification in children". Science. Page 933--938.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun