Pernahkah Anda mengetahui tentang  Marshmallow Test?  Marshmallow Test dilakukan oleh psikolog Walter Mischel dan timnya dari Stanford University pada 165 anak balita di akhir 1960-an dan awal 1970-an. Tujuannya adalah meneliti konsep kontrol diri pada balita usia 3-5 tahun dengan menerapkan teori delay of gratification (penundaan gratifikasi).
Setiap anak ditinggalkan di sebuah ruangan dengan dua piring berisi marshmallow dan camilan lain. Isi piring pertama lebih sedikit dari piring kedua. Sebelum meninggalkan ruangan, peneliti mengatakan bahwa Si Kecil boleh memakan isi piring pertama kapan saja. Namun, kalau ia sabar menunggu peneliti kembali, ia boleh menikmati isi piring kedua yang lebih banyak.
Peneliti lalu memperhatikan tingkah si kecil lewat cermin dua arah dan mencatat seberapa lama Si Kecil bisa tahan sebelum akhirnya memakan camilan tersebut. Hasilnya, hampir 30% anak memakan camilan dalam 30 detik setelah peneliti keluar ruangan. Lebih dari 30% anak berhasil menunggu selama 10 menit. Namun, kebanyakan anak akhirnya menikmati camilan dalam waktu enam menit. Mischel mempelajari bahwa anak yang paling sabar seringkali menggunakan strategi kreatif untuk menghindari godaan. Misalnya, menganggap bahwa marshmallow di hadapannya tidak ada.
Penelitian lanjutan yang dilakukan Mischel pada akhir 1980-an dan awal 1990-an menemukan bahwa anak yang lebih sabar menunggu demi hadiah yang lebih besar menunjukkan performa lebih baik di sekolah. Mereka juga memiliki SAT score (nilai untuk masuk perguruan tinggi) lebih tinggi. Selain itu, anak-anak tersebut mempunyai kepercayaan diri lebih tinggi dan keterampilan emosi lebih baik. Bahkan, penelitian menyebutkan bahwa mereka cenderung terhindar dari penyalahgunaan obat-obatan.
Bagaimana dengan anak yang tidak tahan godaan? Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mereka lebih berisiko gemuk atau obesitas 30 tahun kemudian dan memiliki kesehatan umum yang lebih buruk saat dewasa.
Meski sangat terkenal, Marshmallow Test balita mendapat banyak kritik hingga bertahun-tahun kemudian. Salah satu kritik terbesar adalah delayed gratification hanya bisa diterapkan untuk anak dari kalangan menengah dan atas. Apakah masuk akal jika anak-anak yang hidup dalam kemiskinan menunda gratifikasi di saat mereka terbiasa dengan ketidakstabilan?
Sebuah studi oleh peneliti New York University berjudul "Revisiting the Marshmallow Test" pada 2018 juga meragukan bahwa kesuksesan dan karakter seseorang bisa diprediksi dengan sikapnya ketika ditinggalkan bersama permen saat berumur empat tahun. Lagi pula, bisa jadi anak-anak tadi tidak terlalu suka marshmallow dan camilan lain yang disuguhkan.
Meski demikian, Mischel menerima kritik-kritik tersebut. "Gagasan bahwa Si Kecil akan sial jika ia tidak sabar memakan marshmallow adalah misinterpretasi yang serius," kata Mischel.
Mischel dan rekan-rekan penelitinya mengakui kemungkinan bahwa dengan ukuran sampel yang lebih besar, korelasinya bisa berkurang. Mereka juga menyebut bahwa stabilitas lingkungan rumah bisa jadi memainkan peranan yang lebih penting daripada Marshmallow Test.
Bagaimana kita memaknai ibadah puasa?