Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Kita Memahami Alam Semesta?

2 Desember 2017   11:15 Diperbarui: 2 Desember 2017   22:19 1888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah perspektif baru dalam memahami Alam Semesta kita, karena sebelumnya yang menjadi rujukan adalah Teori  Keadaan Tetap yaitu model asal usul alam semesta di mana materi baru terus menerus dibuat ketika alam semesta mengembang. Akibatnya, walaupun Alam Semesta mengembang, alam semesta tidak berubah dan tidak ada awal ataupun akhir. Walaupun populer pada awal abad ke-20, teori ini kini ditolak oleh sebagian besar astronom profesional dan ilmuwan lain karena bukti pengamatan menunjukkan kebenaran model ledakan dahsyat dan usia alam semesta yang terbatas. Bukti yang dianggap meruntuhkan teori ini adalah radiasi latar gelombang mikro-kosmik yang diprediksi oleh model ledakan dahsyat.

Kajian tentang percepatan pengembangan Alam Semesta terkait erat dengan Energi Gelap (Dark Energy) yaitu suatu bentuk hipotesis dari energi yang mengisi seluruh ruang dan memiliki "tekanan negatif" yang kuat. Menurut  teori relativitas umum, efek dari adanya tekanan negatif secara kualitatif serupa dengan memiliki gaya pada skala besar yang bekerja secara berlawanan terhadap gravitasi. Menggunakan efek seperti itu sekarang merupakan cara yang sering dilakukan untuk menjelaskan pengamatan mengenai pengembangan Alam Semesta yang dipercepat dan juga adanya bagian besar dari massa yang hilang di alam semesta.

Berikutnya adalah apa yang disebut dengan Materi Gelap (Dark Matter) yaitu materi yang tidak dapat dideteksi dari radiasi yang dipancarkan atau penyerapan radiasi yang datang ke materi tersebut, tetapi kehadirannya dapat dibuktikan dari efek gravitasi materi-materi yang tampak seperti bintang dan galaksi. Perkiraan tentang banyaknya materi di dalam Alam Semesta berdasarkan efek gravitasi selalu menunjukkan bahwa sebenarnya ada jauh lebih banyak materi daripada materi yang dapat diamati secara langsung (Ordinary Matter).

Pemahaman saya selama ini terhadap ruang antar planet dan antar galaksi adalah ruang hampa dari materi dan energi, ternyata dalam kajian Kosmologi terkini, tidak ada ruang di seluruh alam semesta ini yang hampa dari materi dan energi. Jadi kemanapun kita memalingkan wajah, di situlah terdapat "energy" dan "materi". Disinilah pentingnya keterbukaan untuk menerima beragam perspektif dalam memahami berbagai realitas yang ada, mulai dari partikel sub atomik hingga bentangan Alam Semesta yang maha luas ini. Tanpa kerendahan hati untuk membuka diri, maka kita akan terkurung oleh dogmatisme beku yang berakar dari keyakinan yang sering kali tidak merujuk pada bukti-bukti yang meyakin

"Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu berpaling di situlah wajah Allah." (QS. Al-Baqarah:115)

Sebagai penutup, izinkanlah saya mengutip ungkapan yang sangat indah dari seorang fisikawan Amerika yang memenangkan penghargaan Nobel tahun 1979, yaitu Steven Weinberg, sebagai berikut:

"Some people have views of God  that are so broad and flexible that it is inevitable that they will find God wherever they look for him. One hears it said that 'God is the ultimate' or 'God is our better nature' or 'God is the universe'. Of course, like any other word, the word 'God' can be given any meaning we like. If you want to say that 'God is energy', then you can find God in a lump of coal." (Steven Weinberg)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun