Mohon tunggu...
Komariah Dahlan
Komariah Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang ibu anak 4 yang juga berprofesi sebagai guru. Saya hobi fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Deflasi, Rakyat Menjerit

15 Oktober 2024   15:56 Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:44 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa pekan ini sering ditemui pedagang sayuran dadakan menggunakan mobil pickup menjajakan cabai dan bawang dengan harga yang sangat murah. Entah karena memang hasil panen yang melimpah (oversupply) di petani, sehingga harga cabai bisa begitu anjlok atau ada hal lain yang mengakibatkan anjloknya harga beberapa bahan pangan ini. 

Bukan hanya di Jakarta, di Kabupaten Pidie, Aceh terpantau harga cabai merah kualitas bagus dibeli agen pengumpul dari petani hanya Rp12.000 per kilogram (kg). Lalu harga cabai merah kualitas sedang hanya Rp10.000/kg (www.mediaindonesia.com). 

Jika fakta turunnya harga-harga sebagian komoditas bersanding dengan fakta banyaknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh beberapa perusahaan beberapa bulan belakangan ini, maka jelas harga cabai anjlok disebabkan karena daya beli masyarakat  menurun. Saking turunnya daya beli masyarakat, sampai harga-harga barang dan jasa anjlok. Keadaan ini mirip dengan keadaan yang disebut deflasi.

Deflasi adalah kondisi dimana harga sejumlah barang dan jasa mengalami penurunan. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi, yaitu ketika harga barang dan jasa mengalami kenaikan. Muhammad Andri, ekonom dari Bright Institute,mengatakan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024. 

Menurutnya hal ini dengan jelas memperlihatkan bahwa masyarakat kelas pekerja sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja. (BBC News Indonesia)

Berkaitan dengan deflasi yang terjadi saat ini di Indonesia, jika kinerja perekonomian Indonesia ditopang sebagian besarnya oleh konsumsi rumahtangga maka deflasi mengindikasikan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan daya beli signifikan diakibatkan oleh pendapatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan belanja barang dan jasa, sehingga rumahtangga menahan daya belinya. 

Jika daya beli sektor rumah tangga terus menurun, maka dampak secara langsung adalah pada kesejahteraan anggota keluarga termasuk ibu dan anak, mengingat sebagian besar anggaran rumahtangga saat ini diketahui dikelurkan untuk biaya pendidikan dan kesehatan.

Diketahui deflasi terjadi pada harga bahan pangan strategis seperti cabai, telur, daging ayam dan tomat. Jika untuk biaya belanja kebutuhan pokok saja keluarga sudah mengurangi konsumsinya, apatah lagi untuk mengeluarkan biaya pendidikan dan kesehatan yang lebih mahal. 

Alih-alih terpenuhi, sangat mungkin akan dikorbankan mengingat rendahnya kemampuan daya beli rumahtangga dan tingginya biaya jasa pendidikan dan kesehatan. 

Akibatnya bukan tidak mungkin generasi akan mengalami penurunan kualitas kesehatan dan kualitas pendidikan mengingat lemahnya kemampuan daya beli rumahtangga.

Sudahlah jatuh tertimpa tangga, di tengah situasi deflasi karena begitu rendahnya daya beli masyarakat, pemerintah kita seolah menutup mata dan justru mengeluarkan banyak kebijakan yang kontraproduktif. Alih-alih mengatasi deflasi, kebijakan pemerintah saat ini justru semakin menurunkan daya beli masyarakat. 

Lihat saja rencana kebijakan pemotongan gaji sebesar 3% untuk Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), kenaikan PPN, dan juga kran impor barang yang terus terbuka lebar dengan barang impor yang semakin variatif dan masif. 

Semakin nyata bahwa pemerintahan saat ini semakin lalai dari tanggung jawabnya mengurus rakyat. Hubungan rakyat dan pemerintah saat ini bukan lagi seperti ibu dan anak, namun seperti penjual dan pembeli.

Liberasi ekonomi yang diterapkan di negeri ini membuatnya mudah saja menyerahkan sumberdaya alamnya untuk dikelola dan dinikmati hasilnya oleh pihak asing. Akhirnya sumberdaya alam Indonesia yang seharusnya mampu mensejahterakan rakyat negeri ini justru raib di tangan asing. Jadilah rakyat negeri ini bagai tikus mati di lumbung padi.

Islam memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Dalam hal ini, Islam membebankan negara atau pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurusi seluruh urusan rakyat dengan aturan Islam. 

Semua rakyat akan selalu mampu mengakses baik secara tidak langsung maupun secara langsung kebutuhannya.  Layanan pendidikan dan kesehatan yang juga merupakan kebutuhan mendasar rakyat dijamin negara untuk setiap individu rakyat.

Penerapan sistem Islam secara kafah atau menyeluruh akan memungkinkan terwujudnya kesejahteraan rakyat individu per individu. Sumber daya alam dikelola oleh negara untuk dikembalikan hasilnya demi kesejahteraan rakyat.

 Dan tidak seperti di dalam sistem Kapitalisme-Liberal saat ini yang menjadikan pajak sebagai pemasukan terbesar negara, sistem ekonomi Islam menetapkan sumber-sumber pemasukan negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam sehingga negara akan mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat, tanpa menggantungkan pada utang dan pajak sebagaiaamana negara kapitalisme. 

Masihkan berharap pada kapitalisme liberalisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun