Kata Ali, pada keputusan paripurna waktu itu DPRA masih cukup fair, DPRA meminta MoU Proyek Multiyears itu diajukan kembali pada saat pengajuan perubahan anggaran 2020, yang diawali dari pengajuan KUA PPAS perubahan 2020.
"Tapi Pemerintah Aceh sudah menjawab surat dari DPRA, bahwa tidak ada perubahan 2020. Hal itu sama juga artinya dengan tidak mau mengajukan KUA PPAS perubahan 2020," imbuh Politisi Partai Golkar itu.
Ali menyampaikan, oleh karena permasalahan itulah Fraksi Golkar ikut menandatangani hak interpelasi, bertujuan untuk mendengar jawaban dari Plt Gubernur Aceh terkait hal itu.
Ternyata dalam jawaban hak interpelasi Plt Gubernur hanya menjawab nomor surat MoU Proyek Multiyears dan nomor Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA). Plt Gubernur Aceh hanya menjawab nomor MoU dan APBA.
"Bukan pada proses penganggarannya yang dijawab. Kami masih memiliki saksi hidup yang tau mekanisme yang cacat di MoU Proyek Multiyears itu," ucap Ali Basrah.
Tidak hanya itu, lanjut Ali, pada tanggal 15, pimpinan DPRA dan seluruh Fraksi termasuk Demokrat sudah diterima oleh Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bangda Kemendagri).
Di sana Fraksi Golkar DPRA menyampaikan klarifikasi terkait aduan oknum Pemerintah Aceh kepada Dirjen Bangda Kemendagri yang menyebutkan DPRA telah membatalkan qanun.
Kepada Dirjen Bangda Kemendagri itulah, DPRA menerangkan bahwa, yang dibatalkan DPRA bukanlah qanun, melainkan MoU Proyek Multiyears. DPRA tidak punya hak untuk membatalkan qanun itu.
Ali sangat menyayangkan saat ini Pemerintah Pusat telah dimanfaatkan oleh sebagian oknum-oknum tertentu Pemerintah Daerah. "Mereka dipelintir, seolah-olah DPRA membatalkan qanun," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H