Mohon tunggu...
Komang Trisuci Nirmala W
Komang Trisuci Nirmala W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memiliki hobi cooking and baking

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aksi Nyata Implementasi Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Sehari-Hari

11 Desember 2023   12:19 Diperbarui: 11 Desember 2023   12:34 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Komang Trisuci Nirmala Wandhani

NIM: 2314101106

Prodi: Ilmu Hukum

Rombel: 16

Tri Hita Karana berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari, "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang artinya bahagia, dan "Karana" yang artinya penyebab. Tri Hita Karana adalah ajaran cinta kasih yang bersifat universal dimana mengajarkan tiga cara dalam mencapai kebahagiaan. Ajaran Tri Hita Karana juga mengajarkan bagaimana caranya untuk hidup dengan selalu menjaga keharmonisan dengan makhluk hidup. Ajaran Tri Hita Karana memiliki akar dalam budaya dan filosofi Hindu di Bali, Indonesia. Ini adalah konsep kearifan lokal yang membahas keseimbangan dan harmoni antara tiga aspek utama kehidupan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya (Palemahan). Sejarahnya dapat dilacak kembali ke masa kerajaan di Bali, terutama pada periode Majapahit pada abad ke-14. Ajaran ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, terutama dalam konteks agama, budaya, dan keberlanjutan lingkungan. Tri Hita Karana menjadi dasar bagi cara hidup masyarakat Bali, mencerminkan pandangan mereka tentang keseimbangan dan harmoni dalam eksistensi manusia. Selama berabad-abad, nilai-nilai Tri Hita Karana terus diwariskan secara turun-temurun dan diintegrasikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali. Berikut penjelasan tentang masing-masing bagian dari Tri Hita Karana:

  • Parahyangan (Tuhan)

Parahyangan, dalam konteks filosofi Tri Hita Karana, merupakan pilar utama yang menekankan hubungan manusia dengan dimensi spiritual atau keagamaan. Ini mencakup serangkaian praktik keagamaan dan ritual yang merujuk pada upaya untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dengan kekuatan spiritual atau Tuhan. Pada tingkat praktis, Parahyangan tercermin dalam beragam aktivitas keagamaan seperti persembahan, upacara keagamaan, dan ritus yang menghormati dan menyembah kekuatan spiritual. Masyarakat Bali meyakini bahwa menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan dimensi spiritual ini merupakan langkah kunci untuk mencapai kesejahteraan dan harmoni dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pelaksanaannya, Parahyangan memberikan landasan nilai moral dan etika yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari. Melalui keterlibatan dalam praktik-praktik keagamaan ini, masyarakat Bali meyakini bahwa mereka dapat mencapai kesucian dan memperoleh dukungan dari kekuatan spiritual dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, Parahyangan tidak hanya menciptakan keseimbangan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga memberikan dimensi spiritual yang kaya pada konsep Tri Hita Karana, menyoroti pentingnya menjaga harmoni dalam hubungan dengan kekuatan spiritual untuk mencapai kehidupan yang seimbang dan berarti.

  • Pawongan (Sesama manusia)

Dalam konsep filosofi Tri Hita Karana, Pawongan memegang peran penting sebagai prinsip yang menyoroti hubungan antar manusia. Pawongan mencerminkan nilai-nilai sosial dan etika yang dianggap krusial untuk menciptakan keseimbangan dan harmoni di dalam masyarakat Bali. Praktik Pawongan mencakup berbagai aspek, seperti gotong-royong, persaudaraan, tolong-menolong, dan etika dalam interaksi sosial. Gotong-royong, misalnya, mencerminkan semangat kerjasama dan kebersamaan dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah bersama. Persaudaraan menekankan pentingnya menjaga hubungan yang erat di antara anggota masyarakat, sementara nilai tolong-menolong menciptakan lingkungan saling mendukung. Pawongan juga mengajarkan pentingnya etika dalam interaksi sehari-hari. Hal ini mencakup sikap hormat, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan di antara individu. Dengan mempraktikkan nilai-nilai ini, masyarakat Bali meyakini bahwa mereka dapat mencapai kesejahteraan pribadi dan bersama.

  • Palemahan (Lingkungan)

Dalam kerangka filosofi Tri Hita Karana, Palemahan memiliki peran sentral sebagai prinsip yang menggarisbawahi hubungan manusia dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Palemahan mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni antara kehidupan manusia dengan ekosistem di sekitarnya. Praktik Palemahan mencakup serangkaian nilai dan tindakan yang mendorong tanggung jawab terhadap lingkungan. Ini mencakup pelestarian sumber daya alam, penggunaan sumber daya secara bijaksana, dan pendekatan berkelanjutan terhadap interaksi dengan alam. Melalui Palemahan, masyarakat Bali diberdayakan untuk menjadi kustodian alam, menjalankan kehidupan yang seimbang dengan ekosistem, dan mencegah degradasi lingkungan. Konsep Palemahan menunjukkan bahwa keberlanjutan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan. Sikap penuh tanggung jawab terhadap alam adalah landasan dari prinsip ini. Masyarakat Bali, dengan memahami nilai-nilai Palemahan, berusaha untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menjaga keberlanjutan ekosistem, dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.

Dengan ketiga manifestasi ajaran Tri Hita Karana, yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan, ketiga hal tersebut berhubungan erat dan harus diimplementasikan di kehidupan sehari-hari agar terciptanya kehidupan yang bahagia dan harmonis. Berikut aksi nyata dalam mengimplementasikan ketiga ajaran Tri Hita Karana:

  • Parahyangan

-) Partisipasi dalam Upacara Keagamaan: Melibatkan diri ke dalam upacara-upacara keagamaan seperti piodalan (perayaan hari jadi pura), melukat (bersuci secara ritual), dan upacara lainnya yang menunjukkan penghormatan dan ketaatan terhadap Tuhan.

-) Menjaga Kesucian Tempat Ibadah: Merawat dan menjaga kebersihan serta kelestarian tempat ibadah, seperti pura atau tempat suci lainnya. Ini mencerminkan rasa hormat dan kesucian terhadap ruang ibadah yang dianggap sakral.

-) Melakukan Persembahyangan Setiap Hari: Melakukan persembahyangan setiap hari untuk mendekatkan diri dengan tuhan, serta menjaga keharmonisa hidup lewat bersembahyang

  • Palemahan

-) Pendekatan Ramah Lingkungan dalam Kegiatan Sehari-hari: Mengadopsi perilaku ramah  akan  lingkungan dalam rutinitas sehari-hari, seperti penggunaan kantong belanja reusable, pengurangan limbah plastik, dan pemilihan produk yang mendukung praktik berkelanjutan.

-) Pengelolaan Lingkungan yang Berkelanjutan: Praktik keseimbangan ekologis dengan cara menjaga keberlanjutan sumber daya alam, menghindari pemborosan, dan menggunakan energi secara efisien untuk mengurangi dampak lingkungan yang buruk.

-) Merawat Tanaman di Sekitar Rumah: Memelihara tanaman hijau di sekitar rumah untuk meningkatkan kualitas udara dan memberikan keuntungan bagi lingkungan itu sendiri. Bisa dilakukan dengan menyirami tanaman dan memupuk tanaman.

-) Membuang Sampah dengan Benar: Pastikan sampah dibuang pada tempatnya dan bisa dipilah untuk mendukung program daur ulang.

  • Pawongan

-) Saling Sapa dan Senyum: Sapa tetangga atau teman sekitar dengan senyuman dan salam ramah untuk menciptakan suasana hangat di lingkungan sekitar.

-) Kerjasama dalam Komunitas: Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas seperti rapat warga, diskusi kelompok, atau kegiatan lainnya yang memperkuat ikatan sosial di tingkat lokal.

-) Kegiatan Kreatif Bersama: Mengadakan acara atau kegiatan kreatif bersama seperti seni rakyat, pertunjukan, atau pameran yang melibatkan partisipasi banyak orang.

-) Memberi Bantuan: Tawarkan bantuan jika melihat orang-orang disekitar membutuhkan bantuan, seperti membantu membawa barang atau memberikan dukungan dalam kegiatan sehari-hari.

Dalam keseluruhan, implementasi Tri Hita Karana mengarah pada keseimbangan yang harmonis antara Parahyangan (hubungan dengan Tuhan), Pawongan (hubungan dengan sesama manusia), dan Palemehan (hubungan dengan alam) tanpa memisahkan satu aspek dari aspek yang lain. Tindakan konkret seperti partisipasi dalam kegiatan keagamaan, gotong royong, praktik berkelanjutan, dan penghormatan terhadap alam menjadi cara nyata untuk mencapai keselarasan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjalankan nilai-nilai ini secara bersamaan, masyarakat dapat menciptakan harmoni dan keseimbangan yang mencakup aspek spiritual, sosial, dan ekologis dalam kehidupan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun