Ingat sekali saat kasus covid-19 pertama di Indonesia merebak, pemerintahan mengeluarkan himbauan untuk semua aktivitas dilakukan di rumah saja,, mulai dari bekerja, belajar dan beribadah. Masyarakat tidak diperbolehkan meninggalkan rumah, kecuali untuk memenuhi kebutuhan penting, seperti ke supermarket untuk belanja persediaan makanan dan kebutuhan rumah tangga, atau ke apotek untuk membeli obat.Â
Saat itu,saya berada di kota jauh dari keluarga untuk mengenyam pendidikan sarjana, di mana kampus yang saya datangi juga terpaksa tutup dan melarang kegiatan pembelajaran secara luring, dan pembelajaran pun dilaksanakan secara daring.Oleh karena saya takut risiko penularan Covid-19, saya pun juga beralih untuk berbelanja secara online untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Sebenarnya saya sudah cukup lama berbelanja online, karena hemat waktu dan terkadang promo dan potongan harga yang ditawarkan sangat menggiurkan.Â
Namun, sejak pandemi Covid-19, saya semakin bergantung pada belanja online.Belanja online menurut saya sangat praktis, apalagi dengan jadwal kuliah yang super sibuk, terkadang saya tidak sempat pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya belanja online, yang hanya membutuhkan smartphone dan juga internet, saya tidak perlu keluar rumah untuk membeli kebutuhan, karena barang-barang akan diantar langsung ke depan pintu. Â Berbagai promo yang ditawarkan juga sanggat menjanjikan, sehingga bisa membantu menghemat pengeluaran. Dengan beberapa keunggulan tersebut, belanja online memberikan keuntungan yang besar.Â
Apalagi sejak pandemi berawal, masyarakat menjadi takut untukkeluar rumah, tetapi kebutuhan harus tetap terpenuhi. Hasilnya, belanja online menjadi pilihan tepat pada situasi saat ini. Namun terkadang belanja online berakhir dengan uang diterima di tangan, tetapi barang tak kunjung sampai; terjadilah penipuan.Â
Saya sangat ingat pada awal pandemi, masyarakat melakukan panic buying, di mana orang-orang berbondong-bondong membeli kebutuhan sehari-hari dengan jumlah banyak untuk mengantisipasi bencana yang akan datang. Supermarket maupun toko kelontong di sekitar tempat saya tinggal mengalami kehabisan stok barang, dengan stok hanya tersisa sedikit dan tidak bisa memenuhi kebutuhan saya. Saya tidak mungkin tinggal diam saja, dan saya langsung mencari toko di e-commerce maupun media sosial yang memiliki stok barang yang dibutuhkan.Â
Saat mencari kebutuhan saya, termasuk masker dan hand sanitizer, saya sangat terkejut saat melihat harga barang yang dijual melonjak 50%-100% dari harga biasanya. Melihat hal tersebut, saya tidak langsung membeli, saya berpikir ulang dan memutuskan untuk mencari barang di tempat lain dengan harga yang lebih murah. Saya selalu belanja di e-commerce karena sebagai media perantara antara seller dan buyer, platform e-commerce menyediakan keamanan dan kenyamanan yang terjamin.
Saat sedang pusing dengan harga jual yang sangat tinggi, saya menemukan akun di Instagram yang menjual kebutuhan saya dengan harga normal. Akun Instagram tersebut menampilkan informasi yang cukup lengkap, dengan foto barang yang dijual, contact person, jumlah pengikut yang banyak serta menampilkan testimoni pelanggan. Semua terlihat sama dengan online shop pada umumnya, sehingga saya tidak curiga dengan akun tersebut. Saya langsung klik link yang mengarahkan dengan Whatsapp Business akun Instagram ini, yang lengkap dengan foto profil, lokasi toko serta foto katalog.Â
Anda tidak akan mengira bahwa akun ini penipu kan? Pemilik akun ini sudah menyusun akun dengan sangat rapi agar orang yang melihat akun Instagram merasa akun ini dapat dipercaya. Coba perhatikan akun Instagram ini, tidak ada yang janggal kan? Karena saya terdesak dan membutuhkan barang tersebut, tanpa pikir panjang saya langsung mentransfer uang sesuai nominal belanja dan saya dijanjikan bahwa barang akan secepatnya dikirim.Esok harinya, pesan yang saya kirim ke akun tersebut hanya bertanda centang satu, yang berarti saya telah diblokir. Saat itu saya masih belum menerima kenyataan, karena berdasarkan yang saya lihat, seller ini sepertinya sangat terpercaya. Namun, nahas benar saya telah ditipu, dan uang sebesar Rp300.000,00 melayang.
Memang harus diakui bahwa tidak semua hal yang ditampilkan di media sosial benar adanya. Seringkali, berbagai pernyataan, tawaran dan ajakan yang disampaikan tidak sesuai dengan realitasnya, walaupun telah dibuat sedemikian rupa agar terlihat seperti kenyataan. Sehingga, para pengguna media sosial  membentuk persepsi bahwa penawaran tersebut benar adanya dan tidak mencurigakan sedikit pun. Media sosial di sini berperan penting, karena memiliki peran dalam menciptakan kesan sungguh-sungguh pada interaksi yang terjadi. Namun, kita bisa kok menghindari hal-hal penipuan seperti ini. Setelah kejadian penipuan yang saya alami, saya banyak belajar untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi online.Â
Di sini, saya akan berikan tiga tips untuk menghindari penipuan online.
Yang pertama adalah untuk bertransaksi di suatu platform e-commerce, karena ada pihak ketiga di antara seller dan buyer, sehingga uang dapatdibayarkan terlebih dahulu ke pihak e-commerce. Lalu, apabila barang sudah diterima oleh buyer, maka seller baru bisa mendapatkan uang tersebut.Â