Mohon tunggu...
uci ayu
uci ayu Mohon Tunggu... Novelis - penulis

mimpi yang membuatku bertahan mimpi menjadi penulis.......

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bulan Bahasa Bali, Penguatan Bahasa Ibu dan Ajegnya Pendidikan

20 Maret 2019   02:11 Diperbarui: 20 Maret 2019   02:29 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bulan Bahasa Bali, Penguatan Bahasa Ibu dan Ajegnya Pendidikan

Sebulan penuh Bali merayakan suka cita dalam balutan bahasa Ibu. 1 februari hingga 28 februari 2019 telah digelar bulan bahasa Bali, festival yang lekat dengan budaya dan penguatan bahasa Ibu, bahasa Bali. 

Insan pendidikan yang ada di seluruh penjuru Bali diwajibkan ikut merayakan bulan bahasa Bali ini. Semuanya menyambut penuh suka cita. Setiap sekolah berlomba menunjukkan bahwa bahasa ibu masih lekat, tak lekang dalam ingatan siswa, meski zaman bergerak terus. Ada pesan dalam perayaan bulan bahasa Bali, yaitu menguatkan pendidikan, memajukan kebudayaan.  

Berbagai acara digelar dengan nafas budaya dan menjunjung tinggi bahasa Ibu sebagai bahasa yang tidak akan pernah ditinggal penuturnya.

Dengan tema 'Nangun Sat Kerthi Loka Bali Malarapan Antuk Ngrajegang Bahasa, Aksara lan Sastra Bali', membangun wilayah yang damai dan berbudaya dengan menjaga bahasa, aksara, dan sastra Bali, kegiatan ini memberi angin segar pada dunia pendidikan. Kegiatan ini mengacu pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. 

Bisa dikatakan Bali sedang berbenah untuk memajukan kebudayaan lokal. Pemerintah mulia membuka diri untuk dapat mempraktikan secara nyata bahwa budaya, di dalamnya berbusana adat Bali, penggunaan bahasa Bali menjadi hal yang harus dibiasakan.

Keberadaan Bahasa Bali dan penggiatnya pernah diterpa isu tidak sedap yaitu dengan dihapuskannya mata pelajaran bahasa Bali atau bahasa daerah di sekolah-sekolah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan juga penurunan minat mereka yang ingin belajar atau menempuh studi di pendidikan bahasa Bali. 

Kala itu tak ada harapan lagi rasanya mempelajari bahasa Bali. Segelintir orang yang benar-benar mendermakan diri pada bahasa dan sastra Bali seolah tak punya tempat lagi.

Lantas pertanyaan bijak muncul, bisakah pendidikan di Indonesia lantas berjalan maksimal jika tidak ditopang oleh kebudayaan sebagai tiang penyangga yang kokoh? Budaya Bali itu beragam, salah satunya adalah bahasa Bali. 

Bahasa Bali sebagai urat nadi manusia Bali. Tidak mungkin rasanya memisahkan Bali dengan bahasa Bali itu sendiri. Pendidikan Bahasa Bali, masuknya bahasa daerah dalam pembelajaran akan menguatkan pendidikan juga memajukan kebudayaan itu sendiri. Pembelajaran bahasa daerah tidak mungkin bisa dihapuskan. Sebab dari sekolahlah, siswa merasa memiliki dan melestarikan bahasa Ibunya. Pendidikan juga turut menjaga agar bahasa daerah tidak lantas ditinggal penuturnya.

Badan Bahasa sudah mengklasifikasikan beberapa status bahasa daerah. Sebanyak 19 bahasa masuk kategori aman, 16 bahasa stabil, dua bahasa mengalami kemunduran, 19 bahasa terancam punah, empat bahasa kritis, dan 11 bahasa telah punah.

Bahasa yang sudah punah itu berasal dari Maluku dan Papua. Dari Maluku terdapat bahasa Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila. Sedangkan dari Papua terdapat dua bahasa yaitu Tandia dan Mawes. Sementara bahasa yang kritis adalah bahasa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua dan Ibo serta Meher dari Maluku.

Cerita menarik dari pulau timur tentang bagaimana sebuah bahasa daerah yang sudah tidak diajarkan, sudah ditinggalkan dalam dunia pendidikan yang berpengaruh terhadap penanaman nilai-nilai karakter dan kearifan lokal penuturnya. 

Seorang bernama Yopi bercerita, bahasa negerinya itu sudah tidak digunakan. Bahasa Tawiri sebagai bahasa daerah sudah tidak ditemukan lagi penuturnya, sebab semua warganya menggunakan bahasa Melayu Ambon. Kini, sebut dia, hanya ada satu orang yang bisa. 

Namanya Yoseph Tuhuleruw, baparaja Tawiri sebelum dirinya. Menurut pria 56 tahun itu, bahasa di negerinya hilang karena memang tidak diajarkan. Di sekolah tidak ada pelajaran bahasa daerah. 

Bahasanya juga tidak pernah digunakan sehari-hari. Apalagi, hampir 70 persen penduduknya adalah pendatang. Efek pengembangan desa. Tanpa diajarkan dan tak lagi digunakan, semakin hilanglah bahasa itu. Bahasa Tawiri tak hanya hilang secara lisan. Tulisan pun sama. Tidak ada satu barang atau apa pun yang terdapat tulisan dengan bahasa Tawiri.

Lain lagi dengan kasus di Laha. Di daerah ini masih ada ratusan penduduk yang bisa berbahasa Laha. Walaupun jumlahnya masih di bawah 500 orang. Laha, merupakan satu-satunya wilayah di Kota Ambon yang masih menggunakan bahasa daerah. Wilayah lainnya di Ambon sudah tidak menggunakan bahasa daerah. Ada dua tipe bahasanya. 

Ada bahasa Laha yang digunakan untuk percakapan sehari-hari. Ada pula bahasa Tana Laha. Bahasa Tana Laha digunakan untuk acara-acara adat yang terbilang sakral. Misalnya digunakan saat acara doa bersama sebelum menaikkan kubah masjid. Atau saat ada acara pelantikan baparaja baru di rumah adat Laha, Baileo Kakihang Siwateru. Bahasa Tana Laha yang bisa hanya sedikit. Semua penutur bahasa ini berusia di atas 50 tahun dan tidak lagi ada yang mempelajarinya. Jika yang 50 tahun ini meninggal, bahasanya pun akan ikut mati.

Dari dua kisah tersebut, tampak betapa kayanya bahasa di Maluku. Antardesa saja bahasanya sudah berbeda. Berbatas hanya pintu gerbang, beragam bahasa bisa ditemui. Namun, sekali lagi sungguh malang, bahasa yang berlimpah ini, kondisinya telah punah.

Tentu Indonesia tidak ingin lagi banyak bahasa derah yang kritis atau menuju punah. Untuk itulah, Bali mulai membiasakan diri untuk kembali menghidupkan bahasa Ibu, bahasa Bali di setiap lini kehidupan, terutama dalam pendidikan. 

Bulan bahasa Bali sebagai perayaan kebudayaan dan perayaan terhadap pentingnya bahasa Bali mendapat tempat yang begitu istimewa sekaligus menepis anggapan bahwa tak ada gunanya belajar bahasa Bali atau kebudayaan daerah. Pemerintah telah memberikan tempat. Saatnya insan pendidikan memanfaatkan tempat ini untuk saling menjaga, saling menguatkan pendidikan juga kearifan lokal yang dimiliki.

Penghapusan bahasa daerah dalam dunia pendidikan tidak akan menjadi isu lagi atau tidak akan pernah terdengar kembali. Bahasa daerah dapat dijadikan media penghubung antara generasi sebelumnya dengan generasi sekarang untuk menyiapkan generasi yang akan datang yang kokoh jati dirinya dan menghargai serta bangga akan warisan leluhurnya. 

Mata pelajaran bahasa daerah di tingkat SD sangat penting dalam tingkat awal pengenalan bahasa daerah sebagai budaya bangsa pada pendidikan formal sekaligus dapat menjadi sarana dalam kehidupan bermasyarakat yaitu untuk komunikasi dan etika sopan santun dalam bermasyarakat. Secara luas bahasa daerah sebagai budaya bangsa dapat menjadi identitas diri pada era globalisasi sehingga dapat menyaring budaya asing yang masuk ke Indonesia. 

Dalam pembelajaran bahasa daerah oleh guru perlu pentingnya pendekatan multikultural agar dapat meningkatkan minat siswa terutama tingkat SD terhadap bahasa daerah dengan melihat latar belakang budaya anak dan lingkungan mereka.

Sebab, bahasa daerah dikenalkan sejak dini dalam dunia pendidikan dapat membuat insan-insan terdidik menjadi sadar tentang toleransi dan kebhinekaan. Bukankah itu yang sedang dibutuhkan Indonesia saat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun