Mohon tunggu...
arie setiawan
arie setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelance writer

Menjadi new be untuk tetap bisa to be

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahasiswi Bercadar dan Polemik yang Membuntutinya

4 Maret 2018   15:43 Diperbarui: 4 Maret 2018   18:29 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan merupakan salah satu upaya utama dalam membangun sebuah bangsa. Masa depan dan kemajuan dari bangsa dapat direfleksikan dari proses pendidikan yang diselenggarakan dalam negara itu. Melalui pendidikan peserta didik ditempa dan dibentuk agar memiliki kekayaan intelektual yang berkarakter dan taat beragama. 

Berbagai tahapan pendidikan pun telah diselenggarakan dinegara ini, mulai dari paud hingga penddikan master bahkan doktoral. Spesial untuk peserta didik yang telah menjadi mahasiswa. Mahasiswa merupakan pelajar yang telah memiliki kemampuan analisa dan logika yang telah berkembang cukup pesat. Kemampuan ini haruslah ditunjang dengan pengetahuan keagamaan yang harus dimiliki mahasiswa.

Kabar yang akhir-akhir ini mungemuka kembali adalah tentang mahasiswi yang bercadar dikampus. Bercadar menurut saya merupakan salah satu pilihan gaya busana bagi umat islam. Selain sebagai gaya fashion, bercadar merupakan salah satu upaya untuk menutup aurat.

Namun, apakah mengenakan cadar didalam kampus terlebih saat kuliah merupakan hal yang wajar?

Selama masih dalam batas kewajaran dalam berprilaku dan berinteraksi, bercadar dalam kampus adalah hal yang wajar. Hal yang perlu dikhatirkan adalah adanya pengaruh dari paham-paham radikal yang diajarkan kepada mahasiswa diluar kampus dan dibawa kedalam lingkungan kampus. Tidak heran ini banyak dialami beberapa mahasiswa diberbagai kampus di Indonesa. 

Masa transisi yang dialami mahasiswa dalam mengkonstruksi pola pikir dan pengembangan logika akan lebih mudah diberikan pengaruh-pengaruh dari luar. Paham-paham radikal rawan disusupkan melalui organisasi yang diikuti mahasiswa baik organisasi dari intrakampus atau ekstrakampus. Dalam hal ini, mahasiswa tidak dapat dipersalahkan secara mutlak.

Adanya waktu luang dan kebutuhan untuk berinteraksi dan bersosialisasi adalah salah satu alasan mudahnya aliran-aliran radikal untuk berkembang dikalangan mahasiswa. Melalui doktrinasi 'jalan kebenaran' yang diajarkan bahkan hal ini mampu untuk memecah keharmonisan antar mahasiswa. Adanya pengkotak-kotakan kelompok mahasiswa yang sealiran hingga mulai menjauh dari keberagaman antar mahasiswa yang ada dikampus.

Hal ini seolah menjadi warning bagi pihak kampus untuk mengawasi perkembangan mahasiswanya. Pengawasan terhadap organisasi-organisasi yang ada di kampus agar tidak disusupi oleh aliran-aliran radikal. Terlebih kampus adalah tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan yang sekaligus merupakan tempat berkumpulnya berbagai keberagaman yang ada di Indonesia.

Kebijakan yang beberapa waktu lalu cukup ramai diperbincangkan adalah isu pelarangan mahasiswi bercadar dikampus. Sebenarnya bercadar adalah hak asasi dari setiap individu dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Namun apabila pengenaan cadar ini dirasa meresahkan, terutama apabila diikuti dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh otoritas kampus maka keberadaanya perlu diawasi. Bukannya mendeskrminasi para pengguna cadar, tetapi lebih bagaimana menjaga keharmonisan dan kelancaran kegiatan pembelajaran didalam kampus.

Satu hal yang perlu menjadi pertimbangan tentang pengawasan dan bahkan pelarangan pemakaian cadar bagi para mahasiswi adalah tentang kegiatan perkuliahan. Dalam menempuh studi, mahasiswa haruslah datang dalam setiap perkuliahan. Melakukan presensi, mengerjakan tugas, dan mengikuti ujian. Pengenaan cadar dapat disalahgunakan oleh beberapa oknum untuk mencari keuntungan sendiri. 

Bayangkan apabila ada mahasiswi yang menggunakan kesempatan ini, misalkan dalam mengikuti perkuliahan mereka tidak hadir namun diwakilkan kepada temanya yang sama-sama bercadar. Toh siapa juga yang tau itu benar mahasiswi mata kuliah tersebut atau bukan, karna wajah mereka tertutup cadar. Kehadiran dalam perkuliahan masih dapat ditolerir mungkin, lalu bagaimana apabila saat ujian? Bukan tidak mungkin juga bisa diwakilkan. Upaya mencetak generasi intelektual yang berkarakter bisa jadi gagal.

Selain itu, dosen juga perlu mengenal mahasiswanya. Setidaknya para dosen familiar dengan mahasiswa didikanya, meskipun tidak dapat menghafal satu persatu mahasiswanya. Membentuk suasana keakraban dikelas dalam perkuliahan saya rasa sangat penting. Mengajar tidak hanya menyampaikan materi dan selesai begitu saja, tetapi bagaimana interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat menarik minat mahasiswa, memberikan motivasi untuk mengikuti perkuliahan hingga efeknya pun mata kuliah akan lebih mudah diterima dan dipahami hingga dapat diingat selama hayatnya. 

Suasana keakraban,,, yaaaa setidaknya dosen dapat menghafal wajah mahasiswanya dan menyebutkan namanya, tanpa perlu menggunakan presensi untuk berinteraksi dengan mahasiswa. Saya rasa itu dapat menjadi metode mengajar yang efektif dimana dosen dapat menjadi 'teman' bagi mahasiswa selama perkuliahan. 

Suasana cair dan hangat dikelas memberikan rasa nyaman bagi mahasiswa untuk belajar, bertanya, berdiskusi, dan mungkin bahkan sedikit berdebat akademis, saya rasa. Saya tidak dapat membayangkan misalkan dalam satu kelas semua mahasiswi bercadar dan warna pakainya sama, hahaha... Apa yang dirasakan dosen saat berinteraksi dan yang hanya mengenali mahasiswinya dari namanya saja tidak tau seperti apa bentuk rupanya. 

Perkuliahan adalah keadaan alami dimana terjadi komunikasi dan saliang berinteraksi antar manusia yang terlibat didalamnya, termasuk bercanda untuk mencairkan suasana. Maaf, bukan berniat untuk menjudge mahasiswi yang bercadar adalah mereka yang serius, kaku dan tidak dapat bercanda, hingga bahkan cenderung menjaga jarak. 

Tapi berdasarkan pengalaman saya hal itu berlaku terutama komunikasi yang terjadi dengan lawan jenis, jika dosen adalah lawan jenis, bisa jadi suasana yang terbentuk dikelas adalah suasana yang kaku, jenuh, bahkan membosankan. Bagaimana perkuliahan akan menyenangkan? Sekali lagi ini adalah persepsi saya sendiri yang belum tentu benar adanya. hehe

Saya rasa kebijakan pengawasan terhadap mahasiswi yang bercadar tidak ada salahnya, hingga mungkin kebijakan pelarangan. Hal ini semata-mata demi keberlangsungan kegiatan akademik yang ada di kampus. Bahkan dimungkinkan jika terjadi hal-hal diluar dugaan, mau tidak mau kampuslah yang menjadi sorotan bahkan harus bertanggung jawab. Jelas hal ini akan menurunkan citra kampus itu sendiri dengan berbagai cap yang melekat dari masyarakat...

Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun