Beberapa waktu yang lalu, menteri BUMN kita menyebutkan bahwa penerbangan domestik kita membutuhkan sebanyak 750 pesawat sedangkan saat ini hanya terdapat 410 pesawat, ini berarti kita masih kekurangan 340 pesawat untuk melayani berbagai rute penerbangan domestik
Jumlah ini jika hanya dilihat sebagai angka tidak lah terlalu banyak namun jika dilihat dari jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk 340 unit pesawat tidaklah demikian.
Mari kita berhitung, jika kita asumsikan pesawat yang dibutuhkan adalah pesawat jet airliner lorong satu dengan kapasitas antara 150--200 pax seperti Boeing B 737 8 MAX dimana harga per unit nya sekitar USD 124 juta (harga tahun 2022) maka biaya yang harus dikeluarkan adalah USD 42,160,000,000, jika dengan pesawat Airbus A 320Neo yang per unit nya sekitar USD 101 juta (per tahun 2018) kita mendapatkan angka 34,304,000,000.
Biaya yang tidak kecil walau dibagi dengan beberapa maskapai sekalipun, namun karena penerbangan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi maka perencanaan dan persiapan perlu dipikirkan.
Akan tetapi ada beberapa pertanyaan yang timbul dari pernyataan bapak menteri BUMN kita seperti misalnya apakah kekurangan pesawat tersebut untuk mengisi kekurangan kursi pada rute rute penerbangan yang sudah ada atau untuk membuka rute rute baru agar konektivitas udara nasional semakin luas ?.
Jika untuk mengisi kekurangan kursi pada rute rute yang sudah ada maka yang bertambah adalah frekuensi penerbangan namun jika untuk membuka rute baru berarti terbukanya akses ke beberapa daerah yang sebelumnya tidak terkoneksi melalui transportasi udara.
Kita mengenal penerbangan reguler oleh maskapai penerbangan yang umumnya menghubungkan dua kota (umumnya kota kota besar) serta ada juga penerbangan perintis yang dapat membuka akses ke daerah daerah Terpencil, Tertinggal, Terluar dan Perbatasan (3PT).
Pertanyaan selanjutnya adalah kekurangan 340 unit pesawat tersebut untuk memenuhi penerbangan yang mana ?
Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah pada penyedia transportasi udara yaitu maskapainya dimana saat ini hanya ada 3, grup maskapai terbesar yang (dapat dikatakan) menguasai rute rute penerbangan domestik ditambah maskapai maskapai yang baru dan akan beroperasi.
Dari tiga grup maskapai terbesar hanya ada satu grup yang menjadi milik Pemerintah sedangkan dua lainnya swasta, apakah kekurangan ini akan menjadi beban maskapai milik pemerintah saja sepenuhnya?