Konser penyanyi kondang asal Amerika Taylor Swift di Singapore selama 6 hari menghebohkan kawasan ASEAN termasuk di tingkat Pemerintahan.
Beberapa negara ASEAN menyatakan komplain teralhadap Singapore, sampai sampai Perdana Menteri Singapore perlu menjawab dengan menjelaskan latar belakang dari konser Taylor Swift yang hanya di Singapore.
Jika kita melihat jumlah penduduk Singapore sebanyak 5,92 juta jiwa dimana merupakan multi generasi, apakah konser ini viable secara ekonomi dilakukan oleh Singapore ?
Pertanyaan ini bisa saja muncul karena tidak semua generasinya menjadi penggemar sang penyanyi? Lain halnya jika konser tersebut dilakukan di Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta dengan multi generasi sekalipun.
Namun pada kenyataannya Singapore memutuskan untuk tetap mengundang Taylor Swift, dan lebih hebatnya lagi Singapore berhasil melakukan "deal" dengan sang penyanyi berupa insentif untuk hanya tampil di Singapore unuk kawasan ASEAN selama 6 hari.
Segitu beranikah pemerintah Singapore mengambil keputusan tersebut dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit itu ?
Untuk menjawabnya kita hanya perlu satu kata yaitu peluang, tapi peluang dengan melihat apa yang mereka miliki, apa yang mereka bisa tawarkan dan apa yang mereka bisa raih dari peluang tersebut.
Lokasi geografis Singapore sangat berdekatan dengan negara negara ASEAN dan mungkin bisa dikatakan berada di tengah tengah negara negara ASEAN, selain itu negara kota ini merupakan salah satu hub penerbangan untuk kawasan AsIa Pasific.
Ini berarti tidak hanya waktu yang tidak lama untuk para penduduk di negara negara ASEAN untuk mencapai Singapore tapi juga dengan banyaknya ketersediaan penerbangan dari dan ke Singapore.
Industri pariwisata Singapore menyumbangkan sekitar 4% terhadap GDP negara kota ini dengan jumlah kedatangan pelaku perjalanan antar bangsa sebanyak 18,5 juta orang pada tahun 2018, angka ini hampir empat kali dari jumlah penduduk Singapore.