Akan tetapi ada satu hal yang perlu diingat adalah bahwa konflik tidak saja bisa terjadi ditempat kerja kita atau antar co- worker saja tetapi juga dalam keluarga di rumah dimana bila dibawa ke tempat kerja akan mempengaruhi kinerja yang bersangkutan dan inilah keadaan tidak diinginkan karena konflik yang tak terdeteksi bisa berpotensi menjadi lebih besar dan lama.
Mungkin kita masih mengingat dugaan banyak pihak terhadap pilot Malaysia Arlines MH 370 yang memiliki perbedaan pandangan dengan Pemerintah Malaysia dan karena latarbelakang itu sang pilot melakukan tindakan dengan mengorbankan ratusan jiwa manusia yang tidak berdosa dan juga tidak menjadi bagian dari perbedaan sang pilot dengan pemerintah Malaysia.
Sebuah masalah atau problem bisa diselesaikan dengan tuntas walaupun bisa terulang lagi akan tetapi tidak begitu dengan konflik karena reaksi dan aksi terhadap konflik itu sendiri yaitu fight atau flight, diperlukan pihak ketiga untuk menyelesaikannya dengan berada di kepentingan yang lebih besar dan lebih penting, seperti yang dilakukan oleh pusat operasional penerbangan dari maskapai Qantas tersebut di atas.
Maskapai tidak akan mungkin menugaskan dua pilot yang memiliki konflik pribadi dalam satu penerbangan yang sama karena walaupun sudah ada panduan CRM dan juga dengan status kapten pilot sebagai Pilot in Command sekalipun, konflik tetap mungkin terjadi , sama halnya dengan masalah atau problem selama penerbangan yang pada umumnya bersifat teknis.
Hanya saja masalah dalam.penerbangan umumnya bersifat teknis seperti gangguan pada sistem pesawat dimana solusi bisa segera didapat dari panduan gangguan pesawat yang disediakan oleh pabrikan pesawat dengan tetap berkordinasi dengan pihak operasional penerbangan maskapainya.
Namun demikian tidak semua masalah terselesaikan dengan mengikuti panduan ataupun prosedur, kelalaian manusia masih tetap ada kemungkinannya terjadi (human error).
Sedangkan konflik pada penerbangan terjadi antar dua manusia yang memgang kendali pesawat dan karena melibatkan perasaan emosional dan pemikiran serta terkadang juga melibatkan pride, tidak ada panduannya kecuali dengan melibatkan pihak ketiga -- dalam hal ini pihak internal maskapai.
Disaat yang sama pula, maskapai juga perlu melakukan pendekatan secara humanis kepada para pilotnya untuk mengevaluasi keadaan dan kesehatan mental para pilotnya secara berkala agar dapat sedini mungkin mendeteksi adanya potensi tumbuhnya permasalahan pada operasional maskapai akibat dari konflik yang dihadapi para pilotnya (human factor).
Oleh karena itu pula, sorang dengan kemampuan pada conflict resolution perlu memiliki situational awarness -- sama seperti pilot -- agar konflik tidak bertambah panjang dan lama dengan mengingat pula terdapat ratusan jiwa manusia yang berada di dalam pesawat.
Salam Aviasi
Referensi:
- https://www.cnbc.com/2012/08/21/quarreling-qantas-pilots-grounded-in-dallas-delays-flight.html
- https://englishlessonsbrighton.co.uk/whats-the-difference-between-solve-and-resolve/
- https://www.linkedin.com/pulse/between-cockpit-operati-room-conflicts-power-ariel-braverman
- https://www.icao.int/APAC/RASG/eDocs/Advisory%20Circular%20%E2%80%94%20Crew%20Resource%20Management%20Training%20Programme%20(CRM).doc
- https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/17/133000665/pilot-mh370-diduga-kuat-sengaja-jatuhkan-pesawat-ini-analisisnya-