Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Masalah Boeing Lebih Sekadar Krisis Budaya Perusahaan

29 Januari 2024   20:33 Diperbarui: 4 Februari 2024   02:00 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo perusahaan Boeing. (Sumber: Boeing.com via kompas.com) 

Buntut insiden pesawat Boeing B 7379 milik Alaska Airlines sepertinya masih berlanjut dan bisa memanjang dan melebar setidaknya setelah kemarahan dari CEO Alaska Airlines dalam sebuah wawancara baru baru ini.

Sang CEO mengatakan dia tidak lagi frustrasi dan letih namun kesal terhadap kualitas produk Boeing B 7379 setelah pihaknya juga menemukan baut yang kendur pada pesawat B 7379 lainnya pada armada mereka. Sang CEO juga mengungkapkan akan mengirim tim khusus yang akan melihat proses pembuatan semua pesawat pesanan Alaska Airlines.

Kekesalan sang CEO Alaska Airlines adalah sangat wajar mengingat mereka memiliki B 7379 yang cukup banyak pada armada mereka serta dapat membuat image Boeing semakin buruk dan bisa semakin terpuruk bila ada lagi ungkapan kekesalan dari para maskapai operator B 7379 lainnya -- dan pada akhirnya dapat memengaruhi para maskapai dalam memilih pesawat mereka dikemudian hari.

Mengapa demikian?

Para maskapai biasanya membeli pesawat karena dua hal yaitu untuk mengganti pesawat mereka yang sudah menua serta karena mereka akan melakukan ekspansi pada jaringan penerbangan mereka sehingga mereka membutuhkan pesawat yang dapat menjawab kebutuhan mereka tersebut.

Dan ketika image Boeing menurun, keputusan para maskapai bisa terpengaruh karena turunnya image tersebut walaupun pesawat Boeing dinilai dapat menjawab kebutuhan maskapai , dampaknya adalah adanya kemungkinan para maskapai memilih pesawat besutan pabrikan lain.

Dampak lainnya adalah pada beberapa produk mereka yang masih dalam tahap sertifikasi oleh Badan Penerbangan Amerika (FAA) yaitu Boeing B 737 MAX 7 dan 10 serta B 777X yang akan menjadi B 777-8 dan -9.

Logo Boeing (Boeing.com)
Logo Boeing (Boeing.com)

Pada produk militer, pihak Boeing juga dalam persaingan dengan pabrikan Lockheed Martin dalam program Angkatan Udara Amerika bernama NGAD (Next Generation Air Dominance) yaitu program pengadaan pesawat tempur generasi 6 untuk USAF.

Sudah tentu track record terutama pada keselamatan (safety) juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keputusan dari pihak USAF sebagai end-user nya, dan bila pada akhirnya yang dipilih adalah Lockheed Martin maka kekalahan Boeing dari.

Lockheed Martin untuk kesekian kalinya setelah pada program dimana Lockheed Martin memenangkannya dengan desain mereka yakni YF 22 (kini F 22 Raptor) sedangkan Boeing dengan YF 23 nya.

Krisis Budaya Perusahaan

Pada artikel penulis berjudul "Ketika Pergeseran Budaya Perusahaan Membawa Malapetaka", pergeseran budaya Boeing setelah merger dengan pabrikan McDonnell Douglas dinilai oleh banyak pihak sebagai akar permasalahan pada B 737 MAX dimana suara para engineer mereka tidak lagi didengar oleh pihak manajemen puncak dan utamanya pada masalah pada MAX.

Namun sepertinya krisis budaya perusahaan tidak terletak pada hal tersebut diatas saja melainkan juga pada hal hal lain termasuk pada pengambilan keputusan dan lebih utama lagi pada keputusan strategis perusahaan.

Pada tahun 2005 Boeing menjual fasilitas produksinya yang terletak di Wichita, disnilah Boeing sebelumnya memproduksi badan pesawat (fuselage) produknya termasuk B 737. Keputusan ini diambil karena Boeing menganggap fasilitas ini bukan termasuk dalam operasional inti nya (non-core operational).

Proses assembling atau penggabungan bagian dan komponen pesawat yang.kompleks dianggap sebagai operasional inti Boeing, sudah tentu keputusan yang tidak menganggap pembuatan badan pesawat sebagai operasional inti menimbulkan pertanyaan.

Keputusan menjual fasilitas di Wichita kini mungkin bisa dipertanyakan kembali terlebih perusahaan yang membeli fasilitas tersebut adalah Onex Corporation asal Kanada yang kemudian menjual saham yang dimiliki.

Kini fasilitas Wichita ini dimiliki oleh Spirit Aerosytem yang notabene adalah perusahaan yang memproduksi door plug pada B 737 MAX. Perusahaan Spirit Aerosytems juga memproduksi badan pesawat (fuselage) B 737 MAX dan varian lainnya.

Sehingga pertanyaan yang bisa mengemuka adalah siapa yang memasang door plug pada badan pesawat B 737, apakah Spirit Aerosystems yang memproduksi dua bagian pesawat tersebut atau Boeing yang menggabungkan bagian dan komponen pesawat pada proses assembling pesawat ?

Pada sebuah pernyataan, pihak Boeing menyatakan bahwa mereka tidak ada kaitannya pada pemasangan door plug kecuali bila pada tahap inspeksi ditenukan adanya ketidakberesan.

Kemungkinan lainnya adalah pada perusahaan yang memasang sistem WIFI pesawat yang dalam hal ini dilakukan oleh perusahaan bernama AAR, namun mereka juga telah menyatakan bahwa mereka tidak menyentuh door plug saat pemasangan sistem WIFI pesawat.

Berbagai spekulasi pun bisa bermunculan pada pihak lain yang memasang door plug tersebut, dan ini pastinya berkaitan dengan sistem keamanan di fasilitas, baik fasilitas Boeing sendiri maupun di sub kontraktor dan supplier nya.

Pihak Badan Penerbangan Amerika (FAA) menyatakan bahwa investigasi akan mencakup semua fasilitas Boeing dan sub kontraktor nya, langkah ini merupakan langkah yang patut diacungkan jempol karena harapannya adalah akar permasalahan pada door plug dan lainnya dapat terungkap.

sumber gambar : Boeing.com
sumber gambar : Boeing.com

Jalan Keluar Boeing

Akankah Boeing menggunakan lobi ke pihak pemegang kebijakan Amerika sebagai senjata pamungkasnya seperti yang pernah dilakukan oleh Boeing ?

Pada tahun 2016 Boeing mengajukan petisi terhadap pabrikan asal Kanada yakni Bombardier dengan tuduhan melakukan dumping pada penjualan pesawat c-series nya kepada maskapai asal Amerika, Delta Airlines yang memesan 75 unit dengan opsi 50 unit.

Alhasil, semua maskapai Amerika yang membeli pesawat c-series akan dikenakan denda, pihak Bombardier akhirnya melirik Airbus dan menjual program c-series nya kepada Airbus dengan harga satu dollar Kanada. Pesawat c-series ini kemudian diberi nama A 220 oleh Airbus.

Boeing juga berhasil membatalkan kemenangan Airbus yang bergabung dengan Norhtrop Grumman pada program KC-X dari USAF untuk pengembangan pesawat tanker pengganti KC-135, dimana Airbus dan Northrop Grumman telah memenangkan kompetisi tersebut dengan KC-30 yang merupakan varian dari pesawat Airbus A 330 MRTT (Multi Role Tanker Transport).

Boeing yang sebelumnya mengajukan pesawat KC-777 yang merupakan varian dari B 777 kemudian mengajukan KC-46 yang merupakan varian dari B 767 setelah pihak USAF mengulang kembali kompetisinya. Pada akhirnya pihak USAF menetapkan Boeing sebagai pemenangnya dengan pesawat yang kini kita kenal dengan KC-46 Pegasus.

Kegiatan melobi sepertinya tidak hanya dilakukan oleh perusahaan hi tech saja tapi juga oleh pabrikan pesawat -- bahkan media New York Times sempat mengulasnya dalam sebuah artikel dengan tajuk "Boeing's War Footing; Lobbyists Are Its Army, Washington Its Battlefield".

Namun dengan berbagai masalah yang masih terus menimpa Boeing, apakah pihak pemegang kebijakan di Amerika masih akan tetap berdampingan (baca: membela) dengan Boeing ?

Krisis budaya yang sedang terjadi di Boeing sepertinya bisa benar adanya sehingga Boeing perlu melakukan berbagai penyesuaian yang diperlukan termasuk pada pengawasan kualitas (quality control) -- tidak saja fasilitas di Boeing sendiri tapi juga pada semua fasilitas para sub kontraktor dan supplier nya (konsolidasi secara total).

Selain itu juga praktek bisnis yang dijalankan oleh Boeing terutama dalam menjaga hubungan dengan para sub konrraktor dan supplier bisa menjadi perhatian seperti misalnya pembayaran yang tepat waktu.

Perusahaan Spirit Aerosystem merupakan perusahaan sebagai mitra terbesar Boeing dimana lebih dari 2/3 bisnis mereka adalah dengan Boeing sehingga setiap keterlambatan pembayaran setidaknya akan memegaruhi kondisi cashflow mereka.

Dan perlu diingat pula bahwa perusahaan ini juga membuat badan pesawat A 350 besutan Airbus yang notabene merupakan pesaing dari Boeing.

Salam Aviasi


Sumber dan Referensi: Dj's Aviation/YouTube | eightify.app | spiritaero.com | @MentourNow/YouTube | wiki/CSeries_dumping_petition_by_Boeing | washingtonpost.com | wiki/KC-X | seattletimes.com | wiki/Onex_Corporation | wiki/Spirit_AeroSystems | defensenews.com | nytimes.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun