Gangguan selama penerbangan dapat terjadi dalam berbagai bentuk serta dapat terjadi kapan saja dan bahkan pada pesawat yang baru sekalipun, juga tidak hanya ditimbulkan dari sistem pesawat tetapi dapat pula dari pilot.
Sebuah pesawat milik maskapai nasional melakukan pendaratan kembali setelah mendeklarasikan keadaan emergency beberapa menit setelah lepas landas pada tanggal 21 Juli 2022.
Pesawat yang sedianya menuju ke Makassar kemudian kembali ke bandara keberangkatan SUB, pesawat pun berhasil mendarat kembali atau RTB dengan selamat.
Kejadian tersebut menggambarkan bahwa keberadaan dua orang pilot dalam pesawat khususnya pesawat penumpang memang diperlukan untuk mengantisipasi segala ganguan baik yang bersifat teknis maupun non teknis.
Namun bagaimana jika kejadian tersebut menimpa kedua pilotnya ?.
Mungkin kita mengingat kejadian pada pesawat milik Hellios dimana kedua pilot dan seluruh penumpang dan kru kabin tak sadarkan diri pada penerbangan (ghost plane), sudah tentu tidak ada yang menginginkan kejadian serupa terulang kembali.
**
Pabrikan Airbus yang dikenal sangat inovatif dalam penerapan teknologi pada pesawat produknya, telah mengembangkan sistem auto pilot yang dapat mendaratkan dan mengarahkan pesawat (taxiing) ke sebuah bandara tanpa bantuan manusia.
Dragonfly adalah program yang dilakukan oleh Airbus UpNext, anak perusahaan dari Airbus yang mengembangkan sistem auto pilot lanjutan ini dengan fokus pada 3 area yaitu improved automatic landing, taxi assistance and automated emergency diversion.
Airbus menggunakan salah satu dari pesawat besutan mereka yakni A 350-1000 dalam melakukan serangkaian tes pada project ini termasuk tes pada proses taxiing secara automomous di bandara Toulouse-Blagnac (TLS) dengan kondisi dan keadaan yang sesuai dengan yang tengah terjadi (real time).
Dengan sistem otomasi ini, pesawat dapat terbang dengan lintasan yang baru atau alternatif serta menentukan bandara yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi pesawat dan kemudian melakukan pendaratan.
Pesawat dapat turun dari ketinggian terbang, mendarat (automatic emergency descent system) dan taxiing di bandara, pesawat juga dapat mengenali lingkungan sekitar seperti pesawat lain (trafik), cuaca dan terrain.
Kemampuan mengenali lingkungan sekitar ini sesuai dengan nama program ini Dragonfly atau capung yang dapat mengenali lingkungan sekitar secara 360 derajat.
Penerapan Artificial Intellegence juga diterapkan pada sistem otomasi ini yaitu untuk berkomunikasi baik mendengar dan berbicara dengan pengatur navigasi udara (ATC) dan kemudian mengarahkan pesawat sesuai dengan data yang dikumpulkan dari pihak ATC tadi.
Sistem automatic landing pada program dragonfly ini setidaknya akan menyempurnakan sistem autoland yang sudah dikembangkan dan diterapkan pada banyak pesawat, serta mengantisipasi kondisi sebuah bandara yang tidak atau belum memiliki peralatan yang mendukung precision approach.
Sebagai informasi, autoland adalah sistem otomasi yang dapat mendaratkan pesawat ketika visibilitas jarak pandang rendah dalam kondisi cuaca buruk, dimana pesawat juga dapat mendarat dan berhenti secara otomatis di landasan pacu dengan auto brake serta reverse mesin dan spoiler secara otomatis.
Sedangkan precision approach menggunakan Instrument Landing System (ILS) dan Precision Approach Radar (PAR) yang akan memandu pesawat secara vertical dan lateral agar pesawat selalu berada pada lintasan ancang ancang saat hendak mendarat (approach path/slope).
Kembali ke project dragonfly.
Airbus tidak sendiri pada project dragonfly ini, selain juga didanai sebagian oleh pihak otoritas penerbangan sipil Perancis (DGAC) juga menggandeng beberapa perusahaan dalam bidang kedirgantaraan.
Salah satunya adalah Collins Aerospace yang dikenal dengan salah satu inovasi nya yaitu Connected Aviation Ecosystem.
Dragonfly hanyalah satu dari inovasi yang dikerjakan oleh Airbus UpNext, sebelumnya mereka juga telah menyelesaikan project ATTOL atau Autonomous Taxi, Take-Off and Landing pada tahun 2020 silam.
Project ATTOL ini bukan dilakukan pada sistem Unmanned Aircraft System (UAS) dalam melakukan autonomous flight melainkan pada pesawat penumpang dan kargo komersial (commercial aircraft).
Penerapan pada Pesawat penumpang dan kargo.
Apabila kelak sistem otomasi ini diterapkan pada rute rute penerbangan komersial maka keadaan darurat dimana kedua pilot tidak dalam keadan memungkinkan untuk mengendalikan pesawat, Â mengalihkan penerbangan dan mendaratkan pesawat ke sebuah bandara dapat menjadi solusi.
Namun jika penerapan sistem ini kelak juga akan membuka kemungkinan adanya inovasi lanjutannya yaitu penerapan otomasi pada seluruh fase penerbangan mulai dari takeoff, cruising hingga mendarat, maka ada tahapan tahapan serta banyak pertimbangan yang harus dilalui terutama yang menyangkut keselamatan penerbangan.
Keberadaan dua orang pilot dalam kokpit akan membagi tugas diantara mereka dalam semua fase penerbangan termasuk menghadapi gangguan pada sistem pesawat dan keadaan darurat.
Ilustrasinya seperti ini, ketika ada gangguan pada sistem pesawat, kapten pilot sebagai Pilot in Command bisa fokus pada kendali pesawat dengan mengawasi segala indikasi pada instrumen pesawat seperti kecepatan dan ketinggian, sedangkan first officer berusaha mencari petunjuk pada panduan pemecah masalah (trouble-shooting) pesawat.
Situasi dan kondisi dalam penerbangan juga dapat berkembang dalam waktu yang cepat yang tentunya membutuhkan penanganan pada setiap perkembangan situasi, dalam hal ini kewaspadaan terhadap situasi (situational awarness) dituntut dari kedua pilot.
Apakah otomasi dapat melakukan multi-tasking dan kewaspadaan situasi secara bersamaan serta bereaksi dan responsif pada setiap situasi dan kondisi yang dapat berkembang pada setiap waktu selama penerbangan ?
Mungkin jawabannya kelak bisa iya ketika semua badan penerbangan diseluruh dunia menyatakan bahwa sistem otomasi ini laik diterapkan pada penerbangan penumpang.
Namun apakah pengakuan dari badan penerbangan juga dapat menumbuhkan tingkat keyakinan dari para pelaku perjalanan akan keselamatan penerbangan ?
Juga apakah pesawat akan tetap merupakan satu kesatuan sistem dengan (harus) adanya interaksi antara manusia dan mesin serta sistem elektroniknya dimana pada akhir hari, manusia lah yang mengambil alih kendali pesawat karena hanya manusia yang memiliki pemikiran dan nalar (sense) yang alami bukan buatan ?.
Inovasi dapat menjadi hal yang sangat unik, ia merupakan lambang keberhasilan manusia dalam membawa ide mereka kepada kehidupan nyata, laksana sebuah mimpi masa lalu yang terwujud, akan tetapi penerapan dan pemanfaatannya akan kembali lagi kepada manusia (lainnya).
Salam Aviasi.
Referensi :
- airbus.com/en/newsroom/stories/2023-01-could-the-humble-dragonfly-help-pilots-during-flight
- bbc.com/news/business-65676421
- kompas.tv/bisnis/311465/pesawat-citilink-return-to-base-seusai-terbang-15-menit-tak-lama-pilot-dinyatakan-meninggal-dunia
- pilotinstitute.com/can-an-airplane-land-itself/
- skybrary.aero/articles/precision-approach
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H