Satu pihak menyatakan demikian kemudian pihak lainya membantahnya, sedangkan pihak dari venue perhelatan yang merupakan destinasi wisata utama di Indonesia sepertinya juga tidak banyak melakukan usaha agar 'the show must go on".
Pada Kompas.com Gubernur Bali menyatakan bahwa pembatalan ini tidak membawa dampak pada pariwisata Bali, benarkah demikian ?
Bagaimana dengan potensi manfaat ekonomi terutama pada pariwisata yang merupakan pemasukkan terbesarnya ?
Sebaga perumpamaan, mungkin mereka tetap mendapatkan pendapatan dari pariwisata sebesar Rp. 900 juta sebulan namun jika potensi pendapatan dari perhelatan sebesar Rp. 100 juta saja maka pendapatan mereka di bulan Agustus yang seharusnya bisa Rp. 1 milyar tidak dicapai.
Bukankah nilai Rp. 1 milyar sangat berarti ? kecuali bila memang kita tidak membutuhkan ekstra Rp. 100 juta dari perhelatan yang singkat tersebut.
Dampak lain dialami oleh  negara negara peserta terutama para atletnya dengan segala persiapan dan pelatihan, mereka harus kecewa lagi karena WBG 2023 ini sebenarya dilaksanakan pada tahun 2020 namun diundur karena Pandemi.
Pertanyaan ketiga adalah apakah ada ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dengan pihak panitia ?Â
Namun sepertinya tidak mungkin pemerintah pusat tidak mendukung perhelatan ini hanya atas dasar penilaian terhadap pihak panitia yang berbeda dari pihak yang menangani kedua perhelatan sebelumnya (MotoGP dan F1H20).
Bahkan pada penyelenggara MotoGP meninggalkan hutang yang cukup besar di sisi penyelenggara.
Kepentingan nasional terutama dalam potensi manfaat ekonomi dari perhelatan WBG sepertinya akan lebih dikedepankan, selain itu Pemerintah pusat tidak akan berada dalam persaingan (usaha) antar dua atau lebih pihak walau salah satunya milik  Pemerintah.
Ketiga pertanyaan ini ditambah gonjang ganjing penolakan atlet Israel sebelumnya akan sulit didapat jawabannya oleh publk yang juga mengalami kebingungan dengan perbedaan versi dari pihak panitia dan Pemerintah Pusat.