Beberapa hari yang lalu dunia penerbangan Indonesia dihebohkan dengan adanya beberapa pesawat non PK yang disebut "beroperasi pada jalur domestik" di Indonesia.
Penulis ingin mengulas kejadian ini dari sisi registrasi pesawat nya dimana kebanyakan pesawat tersebut diregistrasi di negara San Marino dengan kode T7.
Memang sekilas agak aneh melihat San Marino yang notabene tidak memiliki bandara namun menyediakan layanan registrasi pesawat akan tetapi San Marino juga merupakan negara anggota ICAO sehingga juga dapat melakukan hal tersebut.
Beberapa pihak juga beranggapan bahwa pajak menjadi alasan bagi pemilik dan operator pesawat melakukan sertifikasi dan registrasi pesawatnya disana, apakah benar demikian ?
Semua pesawat sipil didunia memang harus di sertifikasi dan di registrasi dinegara dimana pesawat akan beroperasi, ini sesuai dengan Konvensi Chicago 1944.
Semua negara anggota ICAO, apapun bentuknya, dapat mengatur pelaksanaan sertifikasi dan registrasi pesawat dengan aturan dan peraturannya masing masing selama sesuai dengan ketentuan ketentuan yang terdapat pada pedoman aviasi sipil dunia tersebut (Chicago Convention 1944).
Hal ini berarti negara negara seperti San Marino, Malta, dan Bermuda juga dapat melakukan sertifikasi dan registrasi pesawat dengan menetapkan aturan dan peraturannya di negaranya masing masing.
Dan sama dalam konteks persaingan bisnis, setiap negara didunia bersaing untuk menghasilkan pendapatan mereka pada semua industri usaha termasuk industri aviasi termasuk pada proses registrasi pesawat.
Persaingan dapat berarti pemberian kemudahan dalam layanan, tidak hanya pajak dengan membebaskan pajak impor bagi pemilik dan operator pesawat diluar negara bersangkutan.
Pelayanan adalah faktor lain disamping pajak yang membuat proses sertifikasi dan registrasi pesawat di beberapa negara menarik perhatian para pemilik dan operator pesawat.