Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Pergeseran Budaya Perusahaan Membawa Malapetaka

5 April 2023   20:16 Diperbarui: 6 April 2023   04:05 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggabungan dua perusahaan atau merger memang dapat memberikan manfaat dalam beberapa hal, salah satunya adalah ekonomi, namun sepertinya tidak pada semua aspek.

Penggabungan budaya dari dua organisasi/perusahaan adalah salah satu aspek tersebut di mana terjadi penggabungan karakteristik, tujuan, perilaku, dan standar dua perusahan pada merger memerlukan sebuah proses penyesuaian yang tidak mudah dan waktu yang singkat karena terjadi di semua bagian dari perusahaan termasuk juga seluruh karyawannnya.

Penggabungan dua budaya yang berbeda dalam organiasi/perusahaan dapat mempengaruhi output perusahaan baik itu barang dan jasa, namun yang paling krusial adalah pada proses produksinya terutama bila produknya sangat berhubungan erat dengan keselamatan seperti misalnya kendaraan pada moda transportasi.

Perubahan ataupun pergeseran budaya perusahaan yang menjadi topik pembicaraan dunia aviasi pada pabrikan pesawat Boeing setelah melakukan merger dengan pabrikan McDonnell Douglas pada tahun 1997 yang silam, terutama pada proses produksinya yang menurut beberapa kalangan tadi mengalami degradasi.

Tidak hanya dari pihak luar perusahaan saja yang beranggapan demikian namun juga dari karyawan yang pernah bekerja bertahun tahun di Boeing.

Pembicaraan ini setidaknya mengemuka setelah beberapa masalah yang dialami oleh Boeing pada produknya khususnya di dua keluarga pesawatnya yaitu B 737 (MAX) dan B 787 dan puncaknya pada dokumenter yang tayang di Netflix dengan tajuk "Downfall".

Situs Reuters memberitakan adanya percakapan instan antara dua karyawan Boeing yang terjadi pada April 2017 mengenai pesawat B 737 MAX, di mana salah satu isi percakapannya adalah sebagai berikut, "this airplane is designed by clowns who in turn are supervised by monkeys". Pesawat ini didesain oleh para badut dan disupervisi oleh para monyet.

Percakapan instan tersebut terjadi setahun sebelum kecelakaan fatal pesawat B 737 MAX 8 pertama pada Oktober 2018 dan kurang dari setahun setelahnya pada bulan Maret 2019.

Pada kesempatan lain, seorang engineer Boeing juga mengatakan "Before McDonnell Douglas, we just didn't take shortcuts because it just wasn't the Boeing culture. No shortcuts. You do it right, and you build in the quality and the safety, and the profits will follow. But all that changed, and it was just heartbreaking."

Sebelum (merger dengan) McDonnell Douglas kami memang tidak melakukan jalan pintas karena itu bukan budaya Boeing. Tidak ada jalan pintas. Kita hanya melakukan pekerjaan dengan benar dan membangun (pesawat) atas nama kualitas dan keselamatan, dan itu akan membuahkan hasil (keuntungan). Namun semua itu telah berubah dan sangat disayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun