Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemangkasan Jumlah Bandara Internasional dan Pekerjaan Rumah Lainnya

3 Februari 2023   19:24 Diperbarui: 6 Februari 2023   12:30 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah bandara internasional di Indonesia dikabarkan akan dikurangi menjadi 14-15 buah dari sebelumnya yang berjumlah 32 buah, informasi ini berdasarkan berita di Kompas.com (2/2/23).

Sedangkan bandara internasional yang lain hanya diperuntukan untuk penerbangan umrah dan haji, pelaksanaan dari keputusan ini masih dirumuskan oleh Kemenhub termasuk apakah artinya bandara-bandara tersebut tidak akan lagi melayani penerbangan internasional berjadwal dari maskapai-maskapai di dunia.

Keputusan ini patut diapresiasi sebagai langkah menuju keefisienan dan keefektifan serta pemaksimalan operasional bandara internasional di Indonesia akan tetapi pekerjaan rumah kita pada transportasi udara tidak hanya pada bandara internasional ataupun mendorong percepatan fase pemulihan maskapai pasca pandemi saja.

Salah satunya adalah penyeimbangan antara permintaan dan ketersediaan kursi pada penerbangan domestik, di mana pada berita tersebut salah satu menteri kita mengatakan bahwa saatnya kini maskapai nasional berkonsentrasi pada konektivitas pada pasar domestik yang dapat diartikan bahwa maskapai maskapai yang beroperasi di tanah air akan berfokus untuk memenuhi permintaan kursi penerbangan domestik.

Langkah ini diambil atas dasar komposisi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara di Indonesia yaitu 70:30, di mana 70% tersebut merupakan wisatawan nusantara dan 30% wisatawan asing.

Bagaimana kira-kira maskapai tersebut akan memenuhi kebutuhan transportasi udara di dalam negeri ketika jumlah kapasitas maskapai telah berkurang selama pandemi sebagai akibat dari pengembalian beberapa jumlah pesawat ke pihak leasing.

Keadaan dan kondisi tersebut memang tidak hanya berdampak pada kapasitas yang berkurang tapi juga adanya pengurangan rute dan frekuensi penerbangan. 

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara diperlukan kapasitas dari para maskapai baik melalui jumlah pesawat dan utilisasi pesawat pada rute dan frekuensi penerbangan.

Ilustrasi Bandara Internasional Kualanamu (sumber foto: Kompas.com)
Ilustrasi Bandara Internasional Kualanamu (sumber foto: Kompas.com)

Menurut penuturan bapak menteri di Kompas.com jumlah pesawat kita kini berjumlah 140 unit dari semua maskapai nasional kita, jumlah ini belum termasuk pesawat dari maskapai-maskapai yang dikelola oleh perusahaan swasta yang beroperasi di Indonesia.

Jika kemudian kita menggabungkan jumlah armada yang dimiliki oleh semua maskapai nasional dan lainnya yang beroperasi di Indonesia terlihat pesawat-pesawat mereka sebagian besar adalah pesawat single aisle (satu lorong) berbadan sedang dan sebagian lainnya (kecil) merupakan badan berbadan lebar.

Apakah jumlah pesawat dan dengan ukuran tersebut dapat memenuhi permintaaan kursi dari para pelaku perjalanan udara domestik walau dengan utilisasi pesawat yang maksimum sekalipun? 

Mungkin saja pemerintah sudah menyiapkan jawabannya dengan menghitung jumlah pesawat yang dibutuhkan sehingga jumlah kapasitasnya dapat memenuhi permintaam kursi.

Mengapa penting mengetahui ukuran pesawatnya? Karena dalam dunia penerbangan komersial, dikenal dengan istilah airline frequency dan airline capacity di mana pesawat berbadan lebar umumnya berorientasi pada kapasitas dan penerbangan jarak jauh sedangkan pesawat berbadan sedang umumnya pada frekuensi penerbangan dan rute rute pendek dan sedang.

Sedangkan jika melihat dari pasar domestik kita, maskapai menggunakan frekuensi penerbangan dalam memaksimalkan utilisasi pesawatnya dan juga kapasitasnya sehingga pesawat berbadan sedang akan lebih cenderung dipilih, sedangkan pesawat berbadan lebar lebih sering digunakan untuk penerbangan internasional.

Kembali ke posisi 70:30, komposisi tersebut kurang sesuai dan tidak sejalan dengan tekad kita untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan asing jika ini dijadikan sebagai dasar dari cakupan operasional maskapai nasional kita yang dapat diartikan bahwa rute-rute penerbangan domestik akan menjadi prioritas maskapai nasional kita.

Komposisi 70:30 tersebut tidak mencerminkan jumlah riil wisatawan asing dan nusantara yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Ilustrasinya seperti ini, jumlah 7.000 orang dari total 10.000 orang akan sama persentasenya dengan jumlah riil wisatawan yang berjumlah 70.000 orang dari total 100.000 wisatawan asing dan nusantara, hal yang sama juga berlaku pada jumlah riil wisatawan asing.

Bukankah kita selalu bertekad untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing pada pariwisata kita? Jika tekad itu masih berlaku maka sepertinya prioritas maskapai nasional kita kurang sepenuhnya mendukung tekad pemerintah tersebut.

Dan jika masih berlaku, apakah kita tidak memiliki tekad untuk mengubah komposisi tersebut menjadi komposisi yang lebih baik yaitu komposisi di mana kita tetap dapat meningkatkan pendapatan dari belanja para wisatawan nusantara namun juga meningkatkan devisa kita dari belanja para wisatawan asing.

Maskapai nasional kita perlu berada pada posisi sebagai salah satu maskapai yang aktif mengangkut wisatawan asing, kita perlu mengingat bahwa maskapai nasional bisa menjadi kesan pertama wisatawan asing yang akan berkunjung ke Indonesia melalui keramahtamaan dan pelayanan terbaik dari maskapai nasional.

Ada sebuah pernyataan juga dari bapak menteri yang dalam berita di atas tadi menyebutkan bahwa salah satu maksud dari pengurangan jumlah bandara internasional kita untuk agar tidak banyak orang bepergian ke luar negeri.

Meskipun tujuan perjalanan dari masing-masing orang bersifat individual, pernyataan tersebut sebenarnya dapat dijadikan dasar dari solusi agar orang yang bepergian ke luar negeri tidak menggunakan maskapai asing dengan menyediakan kapasitas terutama dalam hal rute penerbangan ke tujuan yang banyak diminati oleh banyak orang.

Jumlah orang yang bepergian ke luar negeri untuk liburan bukanlah salah satu bentuk dari keluarnya modal (capital outflow) sehingga wajar bila harus diwaspadai, namun sebenarnya lebih kepada peluang bagi maskapai nasional kita untuk menghasilkan pendapatan operasional yang maksimum dari hasil penjualan tiket kepada masyarakat kita yang berpergian ke luar negeri serta wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.

Dengan banyaknya masyrakat kita yang berlibur ke mancanegara tanpa keberadaan maskapai nasional pada rute-rute internasional maka maskapai asing yang akan lebih menikmati hasil belanja masyarakat kita dari pembelian tiket pesawat ke mancanegara sedangkan maskapai nasional kita hanya sebatas menangkap belanja wisatawan nusantara di dalam negeri.

Kita semua memahami keadaan dan kondisi maskapai yang sedang dalam fase pemulihan pasca pandemi akan tetapi inilah saatnya juga waktu yang tepat untuk meletakan pondasi yang lebih kuat dan kokoh kepada maskapai nasional dalam menjawab perubahan dan perkembangan pada pasar.

Kita juga menyadari bahwa untuk memenuhi semua kebutuhan transportasi udara baik domestik dan internasional memerlukan waktu dan sumber daya yang sangat besar, namun bukan berarti kita menunggu dan tidak memulai dengan rencana yang akan mengarahkan perjalanan maskapai nasional kita yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi.

Komposisi 70:30 tidak merefleksikan jumlah riil wisatawan asing dan nusantara dan jika komposisi tersebut dijadikan dasar penentu arah perjalanan maskapai nasional kita maka berarti pula komposisi peluang pendapatan para maskapai dari belanja wisatawan asing dan nusantara dari pariwisata hanya pada 70% dari wisatawan nusantara dan hanya 30% dari wisatawan asing.

Singkatnya kita akan lebih memfokuskan pada wisatawan nusantara daripada wisatawan asing dalam menghasilkan pendapatan dari sektor transportasi udara kita, hal ini dapat dipahami jika melihat dari maksud untuk menyeimbangkan permintaan kursi dengan ketersediaan kursi pada pasar domestik.

Di satu sisi memang baik mengantisipasi keadaan saat ini berdasarkan data dan perkembangan yang terjadi akan tetapi antisipasi terhadap perkembangan yang akan terjadi sebenarnya juga dapat merefleksikan arah dan perjalanan kita kepada tujuan yang kita inginkan.

Di mana dunia penerbangan kita akan mendarat di masa mendatang sedangkan banyak kalangan di penerbangan di dunia memprediksi besarnya potensi penerbangan komersial di Indonesia dengan jumlah pengguna transportasi udaranya yang begitu menjanjikan?

Salam Aviasi.

Sumber dan Referensi :

  • nasional.kompas.com/read/2023/02/02/14581111/pemerintah-akan-pangkas-bandara-internasional-di-ri-jadi-15
  • simpleflying.com/airline-frequency-vs-capacity

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun