Jika kemudian kita menggabungkan jumlah armada yang dimiliki oleh semua maskapai nasional dan lainnya yang beroperasi di Indonesia terlihat pesawat-pesawat mereka sebagian besar adalah pesawat single aisle (satu lorong) berbadan sedang dan sebagian lainnya (kecil) merupakan badan berbadan lebar.
Apakah jumlah pesawat dan dengan ukuran tersebut dapat memenuhi permintaaan kursi dari para pelaku perjalanan udara domestik walau dengan utilisasi pesawat yang maksimum sekalipun?Â
Mungkin saja pemerintah sudah menyiapkan jawabannya dengan menghitung jumlah pesawat yang dibutuhkan sehingga jumlah kapasitasnya dapat memenuhi permintaam kursi.
Mengapa penting mengetahui ukuran pesawatnya? Karena dalam dunia penerbangan komersial, dikenal dengan istilah airline frequency dan airline capacity di mana pesawat berbadan lebar umumnya berorientasi pada kapasitas dan penerbangan jarak jauh sedangkan pesawat berbadan sedang umumnya pada frekuensi penerbangan dan rute rute pendek dan sedang.
Sedangkan jika melihat dari pasar domestik kita, maskapai menggunakan frekuensi penerbangan dalam memaksimalkan utilisasi pesawatnya dan juga kapasitasnya sehingga pesawat berbadan sedang akan lebih cenderung dipilih, sedangkan pesawat berbadan lebar lebih sering digunakan untuk penerbangan internasional.
Kembali ke posisi 70:30, komposisi tersebut kurang sesuai dan tidak sejalan dengan tekad kita untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan asing jika ini dijadikan sebagai dasar dari cakupan operasional maskapai nasional kita yang dapat diartikan bahwa rute-rute penerbangan domestik akan menjadi prioritas maskapai nasional kita.
Komposisi 70:30 tersebut tidak mencerminkan jumlah riil wisatawan asing dan nusantara yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Ilustrasinya seperti ini, jumlah 7.000 orang dari total 10.000 orang akan sama persentasenya dengan jumlah riil wisatawan yang berjumlah 70.000 orang dari total 100.000 wisatawan asing dan nusantara, hal yang sama juga berlaku pada jumlah riil wisatawan asing.
Bukankah kita selalu bertekad untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing pada pariwisata kita? Jika tekad itu masih berlaku maka sepertinya prioritas maskapai nasional kita kurang sepenuhnya mendukung tekad pemerintah tersebut.
Dan jika masih berlaku, apakah kita tidak memiliki tekad untuk mengubah komposisi tersebut menjadi komposisi yang lebih baik yaitu komposisi di mana kita tetap dapat meningkatkan pendapatan dari belanja para wisatawan nusantara namun juga meningkatkan devisa kita dari belanja para wisatawan asing.
Maskapai nasional kita perlu berada pada posisi sebagai salah satu maskapai yang aktif mengangkut wisatawan asing, kita perlu mengingat bahwa maskapai nasional bisa menjadi kesan pertama wisatawan asing yang akan berkunjung ke Indonesia melalui keramahtamaan dan pelayanan terbaik dari maskapai nasional.
Ada sebuah pernyataan juga dari bapak menteri yang dalam berita di atas tadi menyebutkan bahwa salah satu maksud dari pengurangan jumlah bandara internasional kita untuk agar tidak banyak orang bepergian ke luar negeri.