Beberapa hari yang lalu ada satu berita di KOMPAS.com (23/1/23) yang sangat menyentuh, yaitu berita mengenai masyarakat di Beoga yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak Papua membantu proses evakuasi pesawat yang tergelincir tanpa diberi komando, sebelumnya video mengenai ini juga sempat viral.
Adapun pesawat yang tergelincir pada tanggal 23 Januari 2023 yang lalu adalah pesawat de Havilland (sekarang Viking Air) DHC-6 300 Twin Otter, yang sudah teruji ketangguhannya dalam melakukan penerbangan ke daerah daerah terpencil serta dapat beroperasi pada landasan pacu yang pendek.
Sskilas pemandangan ini menggambarkan masyarakat yang sedang bergotong-royong namun bila kita mencoba untuk membayangkan kita berada dan menetap di Beoga, makna dari aksi gotong royong tersebut bukan hanya berdasarkan kebiasaan dalam kehidupan kita dan spontanitas semata.
Sekilas pula penerbangan yang dilayani oleh pesawat nahas itu sama dengan penerbangan berjadwal lainnya. Akan tetapi jika kita meihat daerah tujuan penerbangan ini tidaklah sama dengan penerbangan berjadwal lainnya, terutama dalam hal penanganan keamanan dan keselamatan untuk memastikan kelancaran lalu lintas orang dan barang.
Penerbangan ke daerah daerah terpencil seperti yang dilayani oleh pesawat nahas tersebut kita kenal dengan penerbangan perintis.
Penerbangan perintis sama pentingnya dengan penerbangan sipil berjadwal lainnya. Akan tetapi fokus tujuan penerbangannya yang berbeda, di mana penerbangan perintis berfokus pada daerah tujuan yang sulit atau tidak dapat dijangkau oleh moda transportasi lainnya.
Faktor keamanan di sekitar lapangan terbang, misalnya, di mana pergerakan pesawat bukan hanya di darat melainkan di udara saat akan takeoff dan landing memerlukan pengamanan untuk memastikan keamanan dan keselamatan pesawat beserta penumpang dan muatan barang dalam keadaan selamat setiap waktu.
Penduduk di Beoga sangat membutuhkan dan bahkan dapat dikatakan menggantungkan kehidupan sehari-harinya pada transportasi udara, baik untuk penumpang maupun barang.
Pesawat bukan hanya sekadar sebagai alat transportasi saja tetapi juga sebagai penghubung mereka dengan teman, sahabat dan sanak keluarga yang tinggal di daerah lain.
Mereka tidak berada di daerah layaknya pasar maupun toko kelontongan yang lengkap dengan barang dagangannya dan hanya berjarak beberapa langkah kaki saja. Di sana, butuh ribuan atau bahkan ratusan ribu langkah dan itu hanya dapat dipercepat waktu tempuhnya lewat angkutan udara.
Dan ketika mereka mendengar deruan mesin pesawat mendarat, itu dapat menandakan tibanya susu bagi para balita, tibanya bahan pokok kebutuhan sehari hari lainnya, dan juga dapat menandakan tibanya petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang tak tersedia. Deruan mesin pesawat adalah senyum dan rasa bahagia mereka
Namun ketika deruan mesin tak lagi sering terdengar karena berkurangnya frekuensi penerbangan atau bahkan menghilang karena tidak ada lagi pesawat yang melayani penerbangan, maka hilang pula senyuman dan kebahagiaan mereka itu.
Sehingga tidak berlebihan jika mereka memberikan perhatian mendalam pada transportasi udara baik pada pengoperasian lapangan udaranya maupun pada pengoperasian pesawat.
Karena dengan adanya pelayanan transportasi udara kehidupan mereka dapat terus berlangsung. Singkat kata, transportasi udara menjadi roda perekonomian mereka serta membuat mereka tetap terjaga kesehatannya.
Pada sisi transportasi udara itu sendiri diperlukan adanya lapangan terbang dan pesawat, tanpa ada salah satunya maka keberadaan salah satu lainnya menjadi tidak lagi membawa manfaat ekonomi dan sosial, begitu pula bila terjadi pengurangan operasional dari salah satunya yang juga akan mengurangi manfaat tersebut.
Inilah yang kini dihadapi masyarakat Beoga setelah salah satu pesawat yang melayani penerbangan ke dan dari Beoga mengalami kecelakaan yang mengakibatkan patahnya sayap pesawat, apakah masih dapat diperbaiki atau tidak, masih menunggu informasi dari pihak operator pesawat.
Namun jika pada akhirnya pesawat tidak dapat diperbaikki (beyond repair) walaupun menurut situs Twin Otter World, kerusakaan pesawat masih bisa diperbaikki (repairable), maka akan terjadi pengurangan pelayanan penerbangan bila frekueensi penerbangan jika tidak ada pesawat pengganti untuk melayani penerbangan yang berkurang tersebut.
Bagaimana penerbangan perintis saat ini dan ke depannya di Indonesia?
Bersambung...
Referensi:
- kompas.com
- twinotterworld.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H