Jika kita sering mendengar subsidi silang dalam perekonomian, kita seharusnya juga lebih sering mendengarnya dalam kehidupan berbangsa, dengan dasar gotong royong kita dapat melakukan subsidi silang dari daerah yang lebih untuk memberikan dorongan kepada daerah lainnya.
Sehingga baik keberagaman dan gotong royong juga seharusnya dapat menjadi bukti bahwa jumlah atau angka pada keberagaman bukanlah steering power (kekuatan penemtu arah) namun driving force (kekuatan yang mendorong).
Bhinneka Tunggal Ika yang digenggam erat oleh Burung Garuda sebenarnya sudah merefeleksikan itu semua, mengapa kini kita justru menjauh dari memahami makna sebenarnya dari Bhinneka Tunggal Ika.
Keberagaman juga terdapat dalam kepentingan akan tetapi seharusnya tetap pada pemahaman terhadap semboyan bangsa yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa ini.
Bhinneka Tunggal Ika seharusnya menjadi dasar dan pondasi awal dalam membangun, dan bekal utama dalam melakukan perjalanan bangsa Indonesia.
Para pejuang dan utamanya para pendiri bangsa Indonesia sudah tepat menempatkan Bhinneka Tunggal Ika digenggaman burung Garuda dengan eratnya.
Mengapa kita dalam meneruskan perjalanan bangsa Indonesia dan membangun rakyat Indonesia dengan tidak menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan ? .
Retorika ?
Bukan.
Ini hanya pemahaman penulis terhadap Bhinekka Tunggal Ika, semboyan dari negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H