Ini bisa menandakan bahwa islomania adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri kita, lebih dari passion, sesuatu yang hanya bisa dirasakan secara individu bukan dibagi kepada orang lain seperti pada hobi atau kegemaran.
Beberapa dari kita mungkin akan berkata bahwa dengan kita berada di pulau akan membuat kita merasa terisolasi dari dunia luar dengan mencabut stopkontak kita dengan kehidupan yang  serta terputus dari teknologi, memang itu semua benar adanya.
Akan tetapi semua itu hanya mempresentasikan kebutuhan dari raga atau badan kita yang ingin menjadi bagian dari sebuah kelompok masyrakat, ingin terlihat tampan atau cantik dengan penampilan yang menyesuaikan dengan jaman.
Bagi penulis yang juga sebagai islomania, pulau adalah lebih dari sekadar kampung halaman ataupun destinasi wiaata yang bisa dikunjungi ataupun dijadikan tempat " settle down", Â pulau adalah rumah bagi jiwa kita bukan raga kita.
Keletihan dan tekanan pada umumnya lebih berat dirasakan oleh jiwa daripada badan kita, dan untuk memulihkannya dibutuhkan lebih dari sekadar memejamkan mata dan tertidur pulas.
Jiwa atau inner space kita memerlukan waktu untuk rehat, membisukan diri dari perdebatannya dengan pikiran kita yang bisa terjadi dalam waktu yang cukup untuk menguras tenaga badan kita pada akhirnya.
Bila kita mungkin tidak pernah memperdulikan untuk meluangkan waktu melihat matahari terbit dan terbenam ketika kita di kehidupan kita sehari hari diperkotaan, namun ketika kita dipulau justru kita selalu berusaha sudah berada di tepi pantai sebelum waktunya tiba.
Pada saat itu kita sedang memberikan waktu dan ruang kepada jiwa kita untuk mengeluarkan energi yang sudah lama menjadi penghambat bagi jiwa kita untuk menyediakan energi yang positif kepada pikiran dan badan kita.
Ini hanya merupakan satu dari sekian banyak dari kekuatan pulau bagi jiwa kita atau bagi yang mengalami kondisi islomania ini.
Kesimpulannya islomania adalah kebutuhan inner space dari para islomanes yang harus dipenuhi dari waktu ke waktu.