Nama Raja Ampat sudah melalangbuana ke seluruh dunia, sudah banyak sekali orang mendengarnya dan ingin sekali menginjakan kakinya disana.
Kita yang berada di sebelah barat Indonesia akan langsung mengecek penerbangan ke bandara terdekat yaitu Sorong namun begitu melihat harga tiket sekali jalan akan mengurungkan niatnya dan bahkan sebagian justru mengalihkan tujuan liburannya ke Singapore atau Kuala Lumpur dimana harga tiketnya lebih terjangkau.
Di tempat lain para wisatawan di Tiongkok juga sudah mendengar nama Raja Ampat namun setelah mereka mengecek tiket dimana mereka harus transit dan harga tiketnya menjadi semakin mahal maka mereka urungkan niatnya dan menggantinya dengan Palau yang memiliki kemiripan pemandangan alamnya dengan Raja Ampat.
Jadi siapa pengunjung Raja Ampat?
Satu adalah orang yang mampu menyediakan dana lebih hanya untuk tiket pesawat, dua orang yang saking inginnya ke Raja Ampat sehingga dengan transit dan membuat waktu tempuh bertambah, tidak menjadi masalah.
Hasilnya adalah Raja Ampat menjadi destinasi exclusive, bukan pada statusnya seperti private island tetapi pada biaya angkutan udara kesana hanya dapat dijangkau oleh sebagian kecil penduduk dunia.
Apakah Raja Ampat memang eksklusif ?
Jawabannya bisa iya dengan melihat belum adanya penerbangan langsung dari bandara bandara di beberapa negara seperti penerbangan langsung ke Bali, juga belum banyaknya frekwensi penerbangan domestik kesana sehingga hukum ekonomi pun berlaku dimana ketersediaan kursi penerbangan tidak bisa mengimbangi permintaan yang berarti harga jadi tinggi.
Akibatnya banyak potensi penghasilan devisa negara dan penghasilsn masyarakat disekitar Raja Ampat lari ke tempat lain, dalam hal ini Palau.
Akan tetapi tersiar kabar bahwa Raja Ampat akan dijadikan kawasan wisata konservasi dan premium jadi mungkin bisa sama dengan Taman Nasional Komodo.
Apakah kawasan konservasi selalu harus dijadikan kawasan premium ya ?
Sepertinya sih tidak seperti halnya konservasi orang utan di Kalimantan seperti di Taman Nasional Kutai serta Taman Nasional Gunung Palung atau juga tempat penangkaran kura kura, malah justru wisatawan diajak langsung berpartisipasi melepas kura kura ke laut.
Juga tidak berlaku di Taman Nasional Ujung Kulon padahal ada badak bercula satu yang patut juga dijaga dari kepunahan.
Jadi mengapa hanya Raja Ampat dan Taman Nasional Komodo yang dikembangkan sebagai kawasan wisata premium ? karena bila latarbelakangnya adalah konservasi, apa yang membedakannya dengan taman nasional lain diatas?
Pada dasarnya menjadikan taman nasional sebagai destinasi umum bisa dilakukan dengan cara terkontrol serta dengan mengajak wisatawan belajar dan berpartisipasi dalam proses konservasi yang dilakukan di Taman Nasional tersebut.
Menurut penulis justru dengan diajaknya wisatawan dalan proses konservasi akan lebih menambah daya tariknya karena wisatawan akan merasa bangga sudah bisa ikut serta walau dalam porsi dan waktu yang tidak lama.
Melepas kura kura ke laut merupakan kegiatan yang membanggakan karena kita bisa melepas kura kura ke habitatnya.
Bila alasannya juga karena ingin menjadikan Raja Ampat sebagai destinasi berkualitas tinggi justru dengan cara yang edukatif ini terletak nilai kualitas yang tinggi bukan dengan melakukan segmentasi wisatawan.
Wisata kan tidak semua harus berupa kegiatan yang menyenangkan, tetapi juga bagaimana pariwisata bisa memberikan pesan kepada wisatawan untuk bersama sama menjaga kelestarian alam melalui kegiatan yang edukatif, jika hanya sebagian wisatawan yang mampu saja yang bisa berkunjung, bagaimana wisatawan lain bisa menerima pesan tersebut ?
Dan satu hal lagi mohon untuk tidak lagi gunakan istilah destinasi murah untuk memisahkan destinasi premium dengan lainnya karena tidak ada istilah murah dan mahal pada destinasi yang ada hanya biaya yang  dikenakan oleh pengelola atau pemegang hak/kebijakan di destinasi premium,dan karena adanya pemberlakuan tersebutlah terjadi segmentasi wisatawan pada destinasi yang sebenarnya bisa dijadikan wadah untuk seluruh wisatawan ikut serta dan berpartisipasi dalam kegiatan konservasi.
Sepanjang sepengetahuan penulis tidak pernah ada biaya ke Gili, juga meskipun ada pemberlakuan biaya masuk seperti ke kawasan candi Borobudur masih terjangkau.
Kemudian bila kita tetap menggunakan istilah destinasi massal sebagai pembanding maka tanpa disadari kita merujuk ke destinasi yang justru menjadi barometer pariwisata kita, penyumbang terbanyak wisatawan dibanding destinasi lain tanpa status premium, tanpa segmentasi selimut atau keseluruhan pulau.
Ya mudah mudah an tidak ada hidden agenda in hidden paradise di pariwisata kita.
Dan jangan sampai pula akan lebih banyak wisatawan baik domestik maupun mancaengara yang mengalihkan tujuan berlibur ke destinasi wisata non premium namun dengan panorama serupa.
Referensi :
1. Raja Ampat Jadi Destinasi Wisata Premium
2. Raja Ampat Jadi Destinasi Berkualitas Tinggi
3. Raja Ampat Masuk dalam Pengembangan Destinasi Wisata Prioritas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H